Oleh : Abdul Haris*
SEBAGAI umat beragama di bawah naungan panji Islam, kita semua tetap memberikan perhatian khusus terkait berbagai fenomena yang melibatkan kebudayaan Islam. Terlebih saat ini terus bergeser dari timur ke barat.
Ini merupakan suatu persoalan yang fundamental. Berkaitan dengan budaya dan cara pandang. Apalagi kaitannya dengan masalah keagamaan.
Beberapa hari terakhir ini jika kita mengikuti perkembangan dunia Timur Tengah, ada berita internasional yang kemudian menjadi konsumsi masyarakat Indoensia. Yaitu persoalan Pure Beach, pantai bikini dan konser rapper Pitbull perdana di Arab Saudi.
Kita semua sadar bahwa ini merupakan cara negara Islam tersebut mempromosikan pariwisata dan mencoba mengikuti kehidupan modern. Sehingga keluar dari cara padang konservatif yang terlalu melekat pada kebudayaan mereka.
Baca Juga
- Memaknai Hari Santri Nasional
- Pak Bupati, Lihatlah Tangerang dari Belakang, Jangan-Jangan Belum Gemilang
Lalu pertanyaannya, apakah Arab akan menerima secara penuh kebudayaan barat tersebut atau justru sudah dikaji terlebih dahulu? Atau bahkan masuk dengan cara sekularisme, tanpa ada pertimbangan dan lain-lainnya. Hanya mereka warga Arab yang tahu internal negara minyak itu.
Hal yang ingin penulis soroti adalah dibalik pemerintahan Arab mulai menerima itu semua. Apakah pemerintahan Arab telah kehabisan minyak bumi sehingga menarik dunia barat masuk dan membawa kebudayaan mereka di negara Islam tersebut?
Atau negara minyak tersebut telah mendapati kajian baru, suatu saat nanti mereka tidak lagi bergantung pada ekonomi sumber daya minyak, melainkan pada sektor lain.
Arab Saudi Akan Kehilangan Wibawa
Sebagai negara yang menjadi kiblat bagi umat Islam di dunia, tentunya Arab menjadi contoh yang baik bagi seluruh masyarakat Islam di muka bumi ini. Untuk merawat tradisi Islam Arab dan menjadikan panutan bagi semua umat Nabi Muhammad.
Bagaimana negara mayoritas Islam lain merespons pergeseran nilai dan budaya Arab itu, tentu ada pro dan juga ada yang kontra. Sehingga pemerintahan Arab harus berhati-hati terhadap keputusan yang mereka ambil untuk menjaga nama baik rumah kelahiran Sang Visioner itu (Muhammad saw).
Negara lain akan menganggap bahwa ini suatu tekanan ekonomi atau bahkan ambisi individual bagi negara minyak. Tidak lagi memberikan kepentingan bagi umat Islam dunia yang semisalnya datang untuk beribadah haji atau sekadar umroh.
Melainkan akan beranggapan bahwa pemasukan negara Arab tersebut tidak lagi cukup hanya dari minyak bumi dan umat Islam yang menjalankan ibadah rukun islam ke lima, tetapi dari sektor lain yang membutuhkan uluran tangan dunia barat.
Modernisme Menurut Islam
Modernisme bukan suatu kalimat yang kontroversial atau bahkan bukan suatu momok yang menakutkan bagi Islam. Itu merupakan narasi sustainable bagi kemajuan Islam itu sendiri.
Tetapi perlu kita semua ketahui, modernisme harus berjalan dalam koridor keislaman yang tidak menghilangkan hakikat nilai dan kebudayaannya. Sehingga seluruh umat Islam dapat dengan mudah menerima pembaruan itu.
Maksud dari koridor Islam di atas ialah bagaimana cara berpikir yang visioner dan moderat, bukan cara menyajikan dengan kebudayaan barat yang begitu bebas, sehingga mengakibatkan akidah umat islam luntur.
Kemajuan itu tidak bersifat dalam bentuk pakaian, atau dalam bentuk perilaku fashion. Misalkan harus memakai rok mini, memakai bikini, atau justru merobek paha celana jeans supaya terlihat keren. Itu semua bukan merupakan cerminan kemajuan bangsa atau sebuah negara.
Sebab, modernisme Islam merupakan anak kandung peradaban barat modern. Dengan kata lain, kehadirannya memberi respons terhadap apa pemikiran yang berkembang di barat, kemudian dicarikan padanannya yang sesuai dengan Islam.
Baca Juga
- Palestina dan Sikap Penghianatan Terhadap Kemanuisaan
- Jeritan Warga di Tengah Euforia Penghargaan BUMD Tangerang
Bagi kaum modernis, Islam harus belajar dari kemajuan barat. Namun, jangan meninggalkan inti ajaran Islam itu sendiri. Karena modernisme Islam tidak sendiri dalam melihat barat.
Sedangkan modernisme Islam dalam pandangan seorang pemikir muslim dari Mesir dan salah satu penggagas gerakan modernisme islam Muhammad Abduh mengatakan, modernisme dalam masyarakat barat memiliki pengetian pikiran, aliran, institusi-institusi lama, dan sebagainya.
Hal ini harus disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Pemikiran dan aliran ini mempengaruhi di bidang agama dan modernisme dalam hidup keagamaan di barat, yang mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama.
Artinya, modernisme itu bukan perilaku atau cara mengadopsi budaya barat lalu kemudian kita ambil untuk di adopsi kembali. Bukan seperti itu.
Intinya adalah modernisme melihat pada apa yang melekat di pikiran, tradisi, aliran tentang kemoderatan. Bukan pada apa yang menempel di tubuh dan kebudayaan bebas.
*Penulis merupakan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Bima Tangerang.