MARAKNYA ritel modern menjadi perhatian khusus bagi aktivis Banten. Terutama soal dana publik yang diambil dari konsumen. Karena jumlahnya yang relatif besar.
Khoirun Huda menilai, bahwa waralaba begitu menjamur. Keberadaan Alfamart maupun Indomaret betul-betul sudah tidak terbendung. Hal ini harus menjadi perhatian serius civil society. Terlebih kerap menggalang dana publik.
“Dana yang diambil dari konsumen harus dibuka ke publik. Agar distribusinya jelas. Masyarakat perlu tahu soal aliran uang yang bersumber dari donasi konsumen”, ujar pria yang pernah menjadi direktur Sekolah Demokrasi ini.
Lebih lanjut, menurut Huda, jika masyarakat ingin mengetahui ke mana dana tersebut diberikan, bisa dengan mengajukan permohonan informasi publik. Surat tersebut diajukan ke ritel yang dimaksud. Baik Alfamart maupun Indomaret.
“Kedua ritel itu wajib memberi informasi aliran dana yang terkumpul. Siapa saja yang menjadi penerima manfaat. Termasuk besaran dan teknis penggunaannya”, sambung pria paruh baya saat diwawancara wartawan vinus.id.
Masih menurut Huda, anggaran yang terkumpul tentu sangat besar. Dan karena menyangkut urusan publik, masyarakat perlu untuk mendapat informasi. Jauh dari itu, realisasinya harus juga terasa.
“Baik dana publik yang dihimpun oleh ritel modern maupun CSR, idealnya harus diterima oleh wilayah sekitar. Artinya, dana tersebut sesungguhnya lebih optimal jika diberikan kepada masyarakat Tangerang. Bisa melalui OKP, Ormas, atau Pesantren”, sambungnya.
Persoalan dana publik mengemuka saat diskusi yang diadakan Visi Nusantara. Acara yang dilaksanakan pada Kamis, 13/02 ini menyoal Perda Penataan Ritel Modern dan Pembinaan Pedagang Kecil. Berlokasi di Aula Vinus.