
Oleh: Erna Ummu Aqilah*
RASULULLAH saw. bersabda: “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang salehah.” (HR. Muslim).
Hadis di atas menjelaskan bagaimana mulianya seorang perempuan dalam pandangan Islam. Kehadirannya mampu merubah pandangan tentang wanita yang dulu dianggap hina menjadi sosok sangat mulia.
Kedudukan derajat wanita (ibu) mampu mengalahkan ayah. Karena ia diberikan kemampuan yang tidak dimiliki kaum pria, yakni mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, serta mendidik anak-anaknya agar menjadi manusia yang bertakwa. Tugas-tugas inilah yang menjadikan wanita sosok yang sangat mulia.
Namun di dalam sistem kapitalis sekuler saat ini, kemuliaan serta kehormatannya semakin hari semakin terkikis. Sebab, sekarang ini banyak wanita yang dijadikan alat untuk mendongkrak ekonomi keluarga, bahkan ekonomi negara.
Baca Juga
Seperti yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada saat menghadiri KTT G 20 di La Nuvola, Roma, Italia. Menurutnya, peran perempuan dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), bagi kemajuan bangsa merupakan keniscayaan.
Karena bagi Indonesia, UMKM merupakan sendi utama perekonomian. Sebab, 64 persen pelaku UMKM di Indonesia merupakan perempuan. Dengan memberdayakan UMKM berarti memberdayakan perempuan.
Pemerintah mengalokasikan dana USD.17,8 miliar Kridit Usaha Rakyat (KUR), dan lebih dari 2,4 juta pengusaha yang menerima bantuan ini merupakan perempuan.
Menurutnya, selama pandemi 8,4 juta UMKM telah memasuki ekosistem digital, dan 54 persen UMKM perempuan. Dengan langkah stategis ini, telah berhasil menumbuhkan ekonomi 7,07 persen pada triwulan II tahun ini. Dan mampu menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran, serta menumbuhkan nilai ekspor 37,7 persen.
Fakta di atas tentu membuat kita miris, bagaimana bisa wanita yang sudah Allah tetapkan tugasnya menjadi ibu dan mengatur rumah tangga, dengan sistem ini dipaksa menjadi pendongkrak ekonomi bangsa.
Sudah tentu tugas ini banyak menyita waktu, tenaga, serta pikiran mereka. Tak jarang membuat mereka banyak kehilangan sifat keibuannya. Mudah setres, lelah, dan emosional. Sehingga rawan terjadi konflik dalam rumah tangga.

Seharusnya pemerintah mampu meningkatkan perekonomian negara tanpa harus mengeksploitasi perempuan, sebab mencari nafkah merupakan kewajiban kaum laki-laki.
Sudah menjadi kewajiban negara untuk menyediakan lapangan pekerjaraan bagi mereka. Seharusnya negara lebih fokus pada pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), yang melimpah dengan cara diambil alih dan dikelola oleh negara, demi kepentingan rakyatnya.
Bukan sebaliknya, memberi wewenang pada asing dan swasta untuk mengelolanya. Sehingga memperkaya mereka tapi rakyat menderita.
Sebab, kekayaan negara hanya dinikmati oleh segelintir orang, banyak rakyat kehilangan mata pencaharian. Kemudian memaksa wanita untuk ikut berjuang demi memenuhi kebutuhan dan melalaikan kewajiban.
Maka jangan heran kalau kondisi generasi semakin hari semakin memprihatinkan, sebab tak ada lagi sosok ibu yang menjadi panutan. Mereka sibuk berjuang memenuhi kebutuhan.
Semoga dalam kondisi serba sulit ini, masih banyak wanita-wanita tangguh yang mampu mendidik anak-anaknya, meskipun harus membantu perekonomian keluarga.
Selama kita masih menerapkan sistem kapitalis sekuler, banyak perempuan kehilangan kemuliaannya. Hanya dengan Islam wanita akan kembali pada kemuliaannya, terjaga kehormatannya, dan mampu menjadi perhiasan terindah bagi keluarga. Wallahu a’lam bishshawwab.
*Penulis tinggal di Desa Pete Kecamatan Tigaraksa.