SEGALA puji bagi Allah, yang telah memberikan kesabaran kepada kita semua. Atas segala kendala yang menimpa. Disengaja atau tidak.
Pak Bupati, di ujung tahun ini nama baik Bapak Insyaallah melambung. Andai program andalan Pemerintah Kabupaten Tangerang yang tersohor ke mana-mana yakni Sanitren, dikelola dengan cermat.
Sayangnya tak begitu!
Ratusan Ponpes yang menjadi target Sanitren, terayun dalam kecemasan. Kami penerima program, disebut KPS (Kelompok Pengelola Swadaya), diperlakukan seolah tanpa kepala.
Persis per Oktober, program ini dilaunching, di Hotel Nelayan, dihadiri Pak Sekda, para pejabat instansi terkait, dan ratusan Kiai, Ustad, dan Santri, disambut sumringah semua pihak.
Baca Juga
- UMKM Diguyur Sibamas, Guru Honorer di Tangerang Gigit Jari
- Petugas Survei Sibamas Mengeluh, Hampir Empat Bulan Belum Terima Honor
Dalam perjalanan, letupan keganjilan muncul. Apa pasal?
Pertama, kami jelas menerima seluruh draft, dokumen, rencana anggaran, dan bahkan DED (detil enginered design).
Tetapi minus kepastian. Tak pernah ada ketepatan dan akurasi, di perkara inti, yakni jadwal pelaksanaan program plus sokongan anggaran.
Kedua, ada pelanggaran prinsipil terkait tata kelola program yang fair, partisipatif, serta terbuka.
Saat ini kami hanya menerima barang-barang material bahan bangunan. Dikirim oleh material yang disepakati (bersama fasilitator), tanpa sepeser pun dukungan dana operasional.
Padahal dalam rencana anggaran, poin penentu ini terang benderang disebutkan.
Pak Bupati, tak semua Kiai dan Ustad penerima program berlimpah materi. Sanggup menalangi kebutuhan pembangunan Sanitren.
Mungkin mayoritas ala kadarnya. Sisanya pasti seperti kami. Tertatih. Tak sanggup kalau biaya sendiri.
Kami marah diperlakukan seperti warga negara tanpa pengetahuan.
Bagaimana tidak. Barang-barang dikirim. Mau dibiarkan, khawatir rusak. Pasir beresiko hanyut (musim hujan). Lalu memaksakan diri membangun. Utang kanan kiri. Hingga hari ini, saat menanyakan biaya untuk operaional, untuk tukang dan lain-lain, selalu dijawab minggu depan (jawaban ini berulang sejak Oktober).
Ketiga, ada ruang lebar para elit yang memiliki akses ke program untuk bermain. Agar jelas, mari perinci.
Hampir seluruh item pembelian barang, juga anggaran, memakai skema tak langsung. Kami pengurus pondok, hanya atas nama. Karena telah terjadi kontrak kesepakatan dengan fasilitator.
Juga beberapa item barang yang mahal, dikuasai orang-orang tertentu. Sudah dipastikan belanja ke mereka. Tentu dengan margin yang besar. Mereka untung banyak, kami terhenyak.
Keempat, kami nekad membuka kebrengsekan ini. Awalnya kami percaya. Agar proses lancar. Bangunan terwujud. Dan LPJ bebas masalah.
Namun kesabaran kami terlecehkan.
Pak Bupati, program Sanitren berpeluang menjadi mercusuar. Karena memang multimanfaat dan banyak dampak.
Tetapi karena dikelola aneh, kami yang jadi korban.
Semangat kami nyaris runtuh. Meski belum dibantu seperak pun dana, kami sudah melaksanakan program. Fondasi dan dinding sudah jadi.
Entah di Ponpes lain. Mungkin sudah banyak yang menghentikan.
Satu lagi. Ada praktik mempermainkan dan memalukan. Kami menerima surat SI (Standing Instruction), untuk proses pencairan ke BJB.
Ketika kami ke sana, ditolak! Pihak bank tak merasa ada kerja sama.
Mohon Pak Bupati evaluasi kembali. Agar program Sanitren menjadi prestasi, bukan misteri.
*Ditulis oleh: Endi Biaro. Pengurus Ponpes Nurul Ilmi, Desa Parahu, Kecamatan Sukamulya.