
HARI ini, umat Hindu sedang merayakan (tepatnya memperingati) hari Raya Nyepi. Mengapa “memperingati” dan bukan “merayakan?” Karena lazimnya perayaan itu ingar-bingar, dan semarak oleh banyaknya makanan, suara musik, dan gemerlap cahaya. Sementara Nyepi, no food, no sound, no fire.
Nyepi, bagi penganut Hindu merupakan bagian dari ajaran agama. Dalam konsepsi agama —yang terbagi ke dalam agama samawi dan agama ardi— Hindu masuk ke dalam kategori kedua. Maka, sebagai agama ardi, Hindu merupakan hasil budaya manusia. Dengan demikian, Nyepi sebagai salah satu ritual ibadahnya juga merupakan hasil budaya manusia.
Hindu berasal dari India. Agama ini merupakan perpaduan antara agama bangsa Arya dan bangsa Dravida. Bangsa Arya yang asalnya dari Asia Tengah telah berhasil mendesak bangsa Dravida; bangsa asli India. Maka terjadilah pembauran antara kedua bangsa itu, yang kemudian menurunkan generasi yang dikenal dengan bangsa Hindu.
Baca Juga
Kata “hindu” sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, “sindhu” yang mempunyai arti “sungai”. Kata “sindhu” mengacu kepada Sungai Indus yang merupakan sumber air bagi kehidupan disekitarnya.
Sumber ajaran dari agama Hindu terdapat pada kitab suci Weda (yang terdiri atas 4 kitab), Brahmana (merupakan tafsir kitab Weda), dan Upanisad (memuat dasar-dasar filsafat hubungan manusia dan Tuhan).
Konsep ketuhanan dalam Hindu dikenal dengan istilah Trimurti, yaitu Tuhan dalam wujud dewa yang terdiri dari tiga dewa. Dewa-dewa tersebut adalah Dewa Brahma, yang bertugas untuk menciptakan alam semesta serta mengatur segala peristiwa yang terjadi di dunia.
Kedua, Dewa Wisnu memiliki kuasa untuk memelihara alam semesta. Dan ketiga, Dewa Syiwa, dewa yang memiliki otoritas sebagai pelebur terhadap semua yang sudah tidak lagi berguna di alam semesta.
Bila dalam Islam yang menjadi ukuran kemuliaan seseorang adalah takwa, maka dalam Hindu, ada 4 kasta atau kelas yang menunjukkan tingkatan manusia. Pertama, Brahmana, yang terdiri atas kelompok pemimpin agama atau pendeta.
Kedua Kesatria, yang terdiri atas para bangsawan, raja dan keturunannya, serta prajurit-prajuritnya. Ketiga Waisya yang terdiri atas pengusaha dan pedagang. Lalu, keempat Sudra, yang terdiri para petani dan pekerja kasar.
Hari raya umat Hindu antara lain Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Siwaratri, dan Nyepi, yang hari ini oleh para penganut Hindu Bali sedang peringati.
Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka. Hari itu jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup.
Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap dewa-dewa. Tujuan Nyepi, memohon kepada Tuhan untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta).
Tanggal 1 bulan ke-10, merupakan puncak peringatan Nyepi. Pada hari itu suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktivitas seperti biasa. Umat Hindu melaksanakan “Catur Brata”.
Catur Brata merupakan penyepian yang terdiri dari amati geni; tiada penyalaan api, amati karya; tidak bekerja, amati lelungan; tidak bepergian, dan amati lelanguan; tiada hiburan. Bagi yang mampu, “disunahkan” melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadi.
Karena Nyepi berawal dari kemenangan suku Saka yang dipimpin oleh Raja Kaniskha yang dinobatkan menjadi raja, maka momentum itu ditetapkan sebagai awal tahun baru Saka, yang kemudian diperingati dengan ritual Nyepi.

Dalam perkembangannya, Nyepi dimaknai sebagai hari kebangkitan, hari toleransi, hari pembaharuan, hari kebersamaan, dan hari kedamaian. Makna ini tak jauh berbeda dengan umat Islam yang merayakan 1 Muharam sebagai awal tahun baru Hijriyah.
Mengarak ogoh-ogoh dengan beragam makanan dan tarian, merupakan budaya yang bersifat lokal. Setelah diarak, ogoh-ogoh kemudian dibakar. Ritual ini dimaksudkan sebagai cara manusia untuk menghilangkan tabiat amarah, angkara, dendam, dan sifat jahat lainnya.
Ritual membakar ogoh-ogoh sendiri sejatinya tidak dikenal di India, tempat Hindu lahir. Tradisi ini hanya ada dalam perayaan Nyepi di Bali. Tentu berbeda dengan nyepi yang diperingati di negeri asalnya. Nyepi di Bali adalah tradisi Hindu Nusantara.
Hindu di Nusantara yang berpusat di Bali memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan penganut Hindu di belahan bumi lainnya. Bahkan memiliki beberapa perbedaan dengan Hindu India, tempat asal agama ini muncul.
Hindu di Nusantara menyerap ajaran inti agama Hindu, lalu meramunya dengan local wisdom. Sehingga terciptalah harmoni yang selaras dengan nilai dan norma yang tumbuh secara turun temurun.
Saya pernah beberapa kali ke Bali. Secara umum, masyarakat Bali itu orangnya ramah, juga religius. Lisan dan tindakan penganut Hindu Bali senantiasa didasarkan pada nilai dan norma agama.
Hampir semua lapisan masyarakat dan profesi warganya, mengetahui dan memahami ajaran agamanya dengan sangat baik. Bahkan filosofi pohon yang dibungkus dengan kain kotak hitam putih, saya ketahui dari sopir taksi yang mengantar kami dari bandara ke penginapan.
Ketika laju taksi kami terhenti karena ada mobil didepan berhenti sembarangan ditengah jalan, saya suruh pengemudi untuk membunyikan klakson, dengan maksud yang sembarang berhenti itu jalan atau menepi. Situasi begini kalau di Jakarta, bahkan bukan hanya klakson, juga teriakan.
Tanpa diduga, bukannya segera melakukan apa yang saya sarankan, pengemudi malah menjawab, “Mungkin mobil dia mogok dan memerlukan bantuan”. Jawaban bernada husnudzon yang membuat saya mendadak merasa malu dan bersalah.
Selamat memeringati Nyepi. Semoga Nyepi menjadi katharsis; media penyucian diri dari salah, khilaf, dan dosa. Sehingga awal tahun baru Saka menjadi tabularasa; putih bersih seperti kertas tanpa noda.
Sama halnya seperti Idufitri dalam Islam; sebagai media untuk saling memaafkan. Minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin. Kembali suci, mulai dari angka nol.
Pada titik ini, antara Nyepi dan Lebaran memiliki banyak sisi kesamaan. Bila setiap pemeluk agama lebih banyak mencari sisi kesamaan daripada sibuk mencari perbedaan lalu saling menyalahkan, disitulah makna peran agama sebagai pembawa pesan perdamaian.
Itulah makna sejatinya bahwa agama adalah rahmat bagi semesta alam. Wallahualam.
*Ditulis oleh: Ocit Abdurrosyid Siddiq.