SIAPA menyangka akibat ulah Agnes, Mario Dandy dan kawan-kawan telah menuai buntut panjang dan sangat pelik.
Awalnya kasus ini bermula dari penganiayaan seorang remaja yang sedang dimabuk asmara. David Azora anak dari salah satu pengurus GP Ansor menjadi korban.
Kasus ini tidak hanya menghukum para remaja penganiayaan, juga memberikan peringatan keras pada orang tua dan kolega di pemerintahan. Khususnya di kementerian keuangan.
Dari kejadian di atas, ada dua hikmah yang kita petik. Pertama ialah karena kasus ini rakyat melihat sisi gelap perputaran uang dari kementerian keuangan di sektor pajak dan bea cukai.
Baca Juga
Sedangkan sisi lainnya, publik dipertontonkan ulah remaja bak psikopat. Bagaimana mungkin manusia bisa sekejam itu dalam menganiaya sesama manusia. Hanya karena dimabuk asmara.
Gaya flexing yang selama ini kita lihat di lingkaran kekuasaan ternyata tidak terungkap apabila tekanan publik berkurang. Rakyat tidak boleh termotivasi dengan gaya pamer harta sekelompok orang yang tidak kita tahu asal usul kekayaannya. Netizen wajib curiga dan mengorek lebih dalam. Bila perlu publik kampanyekan tagline #AndaPamerHartaKamiCuriga.
Mario Dandy pelaku penganiayaan menjadi contoh konkret. Anak dari mantan Kepala Bagian Umum Dirjen Pajak Kanwil Jakarta Selatan itu melalukan gaya pamer hidup mewah di sosial medianya.
Di era sekarang ini sesekali memerlukan bersikap puritan walaupun itu kekayaan orang tua. Puritan dalam arti menganggap kehidupan mewah dan kesenangan adalah sebuah dosa besar.
Memang betul dalam Islam menganjurkan umatnya untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyak, itu bukan dosa. Namun, kekayaan yang di maksud ialah dengan cara yang halal, bermartabat. Tidak merugikan orang banyak apalagi negara.
Publik terngiang melihat laporan PPATK harta Rafael Alun Trisambodo (ayah Mario Dandy) gak kira-kira ada sekitar 50 Milliar. Bagiamana mungkin hanya seorang kepala bagian DJP Kanwil bisa mempunyai kekayaan sebesar itu diperoleh dari gaji dan tunjangan-tunjangan.
Sangat mustahil. Sekelas menteri saja rata-rata 20 miliar, bahkan ada yang hanya 10 milliar kekayaannya. Artinya ada lahan basah yang hendak dimainkan oleh Rafael Alun.
Belum lagi, di sektor bea cukai, pejabatnya ada yang memiliki kekayaan sebesar 13,7 miliar. Dahsyat sekali, bahkan punya rumah mewah di kawasan elit Cibubur. Dia adalah Kepala Bea Cukai makassar.
Sri Mulyani dan sistemnya tidak mampu mengontrol internal pegawai-pegawainya. Sehingga mengalami kebablasan seperti itu dalam menumpuk kekayaan.
Baca Juga
Sungguh miris musibah besar yang menimpah 120 juta rakyat Indonesia yang membayar pajak. Mereka dikelabui dan diintimidasi paksa untuk membayar pajak. Namun amanah yang diberikan rakyat kian terabaikan oleh mereka.
Tak hanya itu, terbaru ada lagi ratusan pegawai kementerian keuangan memiliki saham di berbagai perusahaan. Luar biasa ini terjadi di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Pribadi yakin bahwa masih banyak lagi yang belum terungkap kebobrokan dalam sistem keuagan negara kita.
Kejadian ini menjadi momok bagi Presiden Jokowi. Sebab beliau dalam visinya mengusung resolusi mental, memberantas korupsi dan lain-lain yang merugikan negara. Namun di penghujung jabatannya, malah marak praktik korupsi kian meningkat.
Tak hanya itu, preseden buruk bagi presiden Jokowi lainnya ialah merembak pada sektor institusi Polri. Akhir-akhir ini oknum di kepolisian semakin ugal-ugalan dalam bertindak dan membuat ulah.
Paska kasus Sambo menembak Brigadir J yang merupakan ajudannya, sehingga berakhir pada hukuman mati. Muncul lagi kasus-kasus baru.
Banyak anggota kepolisian terlibat dalam tindakan kriminal. Contohnya saja ada seorang anggota Polri melindungi mengedar narkoba. Pribadi sebenarnya sudah mendengar hal ini sangat lama, namun kini mencuat setelah terungkap kebobrokan di institusi Polri yang semakin hari semakin ugal-ugalan.
Dari kasus-kasus di atas, publik sudah sewajarnya marah dan mengumpat pemerintah. Kehilangan kepercayaan publik kian di ambang batas. Peristiwa serupa dicekoki kepada rakyat untuk terus menjadi makanan sehari-hari.
Pemerintah mencoba merawat opini publik agar sehat dan terarah, namun realitasnya tidak mampu membendung keburukan sistem yang ada. Rakyat hanya berpasrah terhadap orkestrasi yang dimainkan para kekuasaan.
Sebagai rakyat biasa, ikhtiar mencari pemimpin yang dibutuhkan negara dan masyarakat terus dilakukan, agar indonesia semakin mendapatkan kesetaraan. Baik di sisi ekonomi, hukum, maupun hak politik. Dan tak lupa berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ditulis oleh: Abdul Haris. Pengurus HMI Badko Jabodetabeka-Banten.
909 kali dilihat, 3 kali dilihat hari ini