MASYARAKAT dihebohkan dengan aksi demonstrasi para kepala desa seluruh pelosok Indonesia. Mereka meminta kebijakan pemerintah agar diperpanjang periode masa jabatannya menjadi 9 tahun.
Kita tahu sebelumnya, jabatan kepala desa dalam satu periode itu 6 tahun. Aturannya tersurat dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Tugas dan Masa Jabatan Kepala Desa. Dalam aturan tersebut, kepala desa bisa dipilih satu kali lagi. Jadi total dalam dua periode 12 tahun.
Publik menilai 12 tahun itu waktu yang sangat lama. Jika dibandingkan dengan masa jabatan kepala daerah, baik wali kota atau bupati, bahkan gubernur.
Baca Juga
Jika diperhatikan tidak ada urgensi dari tuntutan tersebut. Masyarakat banyak juga yang menolak, periode yang panjang akan ada indikasi memanfaatkan kekuasaan demi memperkaya segelintir orang.
Adapun alasannya ialah menurunkan tensi politik dalam bersaing, tetapi hal ini tidak masuk akal. Di mana-mana sistem demokrasi dalam politik itu hal biasa terjadi tensi yang tinggi. Artinya menunjukan bahwa demokrasi kita sehat dan berpikir.
Kepala desa yang tersebar di seluruh Indonesia akan rentan sebagai alat politik kekuasaan. Terutama demi mempertahankan basis suara di Pemilu 2024 mendatang.
Dengan akan di setujuinya tuntutan ini, maka kepala desa yang merasa diuntungkan akan mendukung penuh calon yang diusungkan kekuasaan. Padahal secara realitas rakyat banyak yang tidak setuju terhadap perpanjangan periode tersebut. Karena dinilai akan ada potensi memperkaya diri.
Tak hanya itu, perpanjangan masa jabatan kepala desa 9 tahun mempunyai potensi yang sangat besar dalam penyelewengan dana desa.
Sebab saat ini desa menjadi salah satu area strategis yang subur untuk kemajuan ekonomi desa. Sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Beberapa potensi yang bisa digarap oleh desa, pertama dana desa melalui Kementerian Desa. Setiap tahunnya mencapai hampir 1 miliar per desa. Pada tahun 2020 misalnya mencapai 960 juta. Dan tahun 2022 bisa mencapai 1,4 milliar per desa.
Sekadar info, bahwa dana desa secara keseluruhan di tahun 2022 ini sebesar 68 triliun, angka yang fantastis. Jika ini di selewengkan, berapa banyak kekayaan yang ditumpuk oleh aparat desa yang tidak bertanggung jawab. Maka dari itu kita butuh seluruh stakeholder untuk mengawasinya.
Belum lagi potensi desa bekerja sama melalui kemitraan dengan perusahaan-perusahaan swasta di desa tersebut. Seperti pengolahan limbah dan lain-lain. Ini semua bisa diperuntukan untuk kesejahteraan warga desa.
Dari uraian di atas harusnya rakyat dan desa punya kesempatan lebih besar dalam membangun desa dan kelayakan hidup Warga desa.
Dari potensi itu semua acapkali dimanfaatkan oleh pemerintah desa yang berkuasa untuk kepentingan keluarga dan kerabatnya saja. Tidak digunakan untuk kesejahteraan warga desa pada umumnya.
Oleh karena itu perpanjangan masa periode jabatan kepala desa tidak memiliki indikator untuk kepentingan warganya. Namun sarat akan kepentingan politik segelintir orang yang berkuasa.
*Ditulis oleh: Abdul Haris. Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Bima Tangerang.
1,065 kali dilihat, 1 kali dilihat hari ini