KAMPUS merupakan wadah bagi mahasiswa membina karakter, mental, dan mencari jati diri. Kampus bukan sekadar tembok pengurung mahasiswa tanpa memiliki ruang gerak. Oleh sebabnya, ia harus demokratis.
Namun, tidak demikian dengan Universitas Insan Pembangunan Indonesia. Hari ini penulis telah mendengar aduan dari adik-adik junior yang telah berproses di pemilihan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Kabarnya, telah terjadi kesewenang-wenangan oleh pejabat kampus dalam mengambil keputusan akhir dari pemilihan BEM tersebut.
Baca Juga
Bisa dilihat dari data mahasiswa yang telah mencapai 2.000 orang. Namun yang melakukan pemilihan hanya 800 orang kurang lebih.
Sedangkan aturan dalam proses pemilihan itu mengatakan, bahwa minimal telah memenuhi ketentuan syarat pokok. Suara mahasiswa yang masuk 50% plus 1. Baru kemudian dianggap sah dan berlaku.
Artinya apabila tidak memenuhi syarat, maka keputusan itu tidak berlaku. Atau harus diadakan ulang pemilihan dengan menggunakan sistem offline dan online. Atau bisa juga dilakukan dengan meneruskan dari suara yang masuk itu sampai mendapatkan minimal treshold 50% plus 1.
Sejak dahulu kampus telah menjadi wadah produktif yang baik bagi mahasiswa untuk berproses dalam mengembangkan diri. Mengasah skill dan turut andil dalam membesarkan kampus.
Dulu dan kini telah berubah, pada masanya mungkin mahasiswa dikenal hebat karena kampusnya yang besar. Lain hari ini, kampus dikenal karena dibesarkan oleh mahasiswanya.
Oleh karena itu, kampus tidak boleh menjadi mahkluk yang menakutkan bagi mahasiswa untuk berproses. Terlebih ikut campur dalam ranah politik pemilihan umum sebuah organisasi internal. Apalagi itu sekelas Badan Eksekutif Mahasiswa.
BEM itu corongnya mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi kepada pihak kampus, yang kemudian menjadi manfaat bagi seluruh mahasiswa di kampus tersebut.
Jika telah terjadi intervensi yang berlebihan dari pihak kampus, akan mengakibatkan ketidakadilan dalam proses dinamika antar mahasiswa. Akibatnya mahasiswa tidak berkembang jauh. Kalaupun berkembang akan stagnasi, karena wadah atau tempat berprosesnya telah diambil alih secara paksa. Seluruh diskursus publik dirampas oleh pihak kampus.
Pihak universitas harus menjadi teladan yang baik dalam berdemokrasi di ranah akademis. Apabila tidak, maka telah merusak proses demokrasi yang telah dibangun selama ini.
Sebagai Alumni Universitas Insan Pembangunan Indonesia, penulis turut prihatin dan mengucapkan duka yang mendalam kepada kampus tercinta. Karena telah mati sistem demokrasinya.
Terakhir, jangan sampai pemilihan BEM itu hanya untuk menggugurkan kewajiban agenda satu tahun sekali. Namun melupakan esensi dari apa yang diharapkan hasil dari demokrasi tersebut.
*Ditulis oleh: Abdul Haris. Alumni Universitas Insan Pembangunan Indonesia.