spot_img
spot_img

Membaca Ulang Pola Pendidikan Saat Pandemi

Oleh: Ilham Dimas Sese*

SEBELUM pandemi Covid-19 melanda, pendidikan di Indonesia sebenarnya sudah kaku. Peserta didik dipaksa untuk bisa menguasai semua mata pelajaran yang sudah ditetapkan di sekolah. Dari dulu sampai sekarang, sistemnya tidak ada perubahan.

Pendidikan di Indonesia mestinya menuruti sesuai dengan minat dan bakat setiap peserta didik. Tidak memukul rata semua pelajaran harus bisa.

Misal, ada salah satu siswa menguasai bidang sejarah, tetapi karena Dia memiliki nilai matematika yang buruk, maka dipaksa untuk bisa matematika. Hal itu sama saja seperti memaksa ikan untuk bernapas di daratan. Tentu tidak bisa.

Baca Juga

Hal demikian diperparah dengan adanya pandemi Covid-19. Memaksa perubahan sistem pendidikan yang sudah tidak optimal. Bukan saja harus menguasai seluruh pelajaran, tapi mesti paham teknologi. Karena belajar secara daring.

Dalam praktiknya, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan metode daring sangat tidak optimal. Tentu tidak semua, tapi bagi mereka yang tidak paham dengan teknologi dan tinggal di pedesaan sangat merasakannya.

Ada beberapa faktor mengapa pendidikan di masa pandemi ini tidak optimal. Tenaga pendidik tidak efektif dalam menyampaikan materi, menggunakan kuota internet, sinyal yang minim, dan tidak semua masyarakat Indonesia memiliki gawai.

Setidaknya terdapat dua poin yang harus dipahami. Baik oleh tenaga pendidik maupun orang tua di rumah. Soal pembelajaran sistem daring ini.

Foto: Ilustrasi belajar daring (Google/Istimewa).

Pertama, peran guru atau dosen. Sebelum diberlakukannya KBM secara daring, peranan guru atau dosen sebagai tenaga pendidik itu menjadi contoh. Memberikan karakter dan akhlak yang baik bagi siswa dan mahasiswa.

Namun, peranan ini sudah tidak maksimal setelah KBM dilakukan secara daring. Karena keterbatasan komunikasi. Alhasil, guru maupun dosen lebih dominan memberikan teori dan tugas.

Kedua, peran orang tua di rumah. Belajar secara daring di rumah menjadi sebuah peluang untuk orang tua. Menyadarkan bahwa pendidikan anak tidak bisa diserahkan kepada guru semata.

Orang tua harus mampu belajar kembali bersama anak-anak di rumah. Menanamkan pola berpikir positif kepada anaknya. Sehingga, menghadapi pandemi ini sebagai sebuah pola hidup baru yang harus dibiasakan untuk dijalani.

Dua poin itulah yang harus kita pahami. Tenaga pendidik dan orang tua harus saling berkolaborasi. Agar peserta didik mampu menggunakan teknologi dengan cara yang baik.

Foto: Ilustrasi orang tua mendampingi anaknya sekolah daring (Google/Istimewa).

Penulis berharap, para pemangku kebijakan untuk dikaji ulang soal pembelajaran metode daring ini. karena memberikan kuota 50GB saja tidak cukup dan tidak efektif.

Adapun solusi yang saya tawarkan ialah, sekolah tatap muka kembali diberlakukan. Dengan catatan dilaksanakan secara shif. Artinya ada pengurangan siswa di dalam kelas sebanyak 50% dari jumlah keseluruhan.

Contohnya, jika jumlah siswa sebanyak 30, yang berada di kelas cukup 15 saja. Sisanya belajar secara daring. Bergantian setiap satu hari sekali. Namun, tetap harus menerapkan protokol kesehatan.

Mungkin hanya itu yang bisa saya tawarkan. Semoga pemangku kebijakan mengkaji ulang, agar bisa mengoptimalkan pendidikan di Indonesia ini.

Ini tentu demi terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika tetap dibiarkan, bersiaplah kita menerima generasi gagal karena pendidikan tidak optimal.

*Penulis adalah kader PMII, saat ini menjabat ketua DEMA Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Islamic Village.

Loading

VINUS TV

BERITA TERBARU

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERPOPULER

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT

IKLAN

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

SEPUTAR BANTEN

IKLAN

spot_img
spot_img
spot_img

SEPUTAR DESA

Masyarakat Pasir Bolang Demo Alfamart