LEBAK | Kelangkaan pasokan gas elpiji 3 Kg di Kabupaten Lebak masih dirasakan warga hingga hari ini. Kalau pun ada, harus mencari ke daerah lain dengan harga yang lebih mahal.
Alhasil, tak sedikit warga memutuskan untuk beralih dan menggunakan kayu bakar. Hal itu dilakukan agar warga tetap bisa memasak.
Saat diwawancara, Atih salah satu warga Kampung Sampaleun Kecamatan Cipanas mengungkapkan, gas elpiji sudah menjadi barang wajib, khususnya bagi kaum ibu.
Baca Juga
- BADAK Banten: Ulah Distributor Curang, Warga Lebak Kesulitan Peroleh Gas Elpiji
- Soal Banjir Lebak, Wakil Ketua DPW Badak Banten Minta Pemkab Jangan Tutup Mata
“Sudah mahal, susah pula nyarinya. Mau masak juga susah, sekarang buat masak lebih sering pakai kayu bakar,” ungkapnya pada Senin, (14/12).
Lebih lanjut, Atih menuturkan, gas elpiji 3 Kg saat ini harganya bervariatif, yang jelas lebih mahal dari biasanya.
“Sebelumnya hanya 23 ribu kini berada di harga 30 ribu, bahkan ada juga yang membeli dengan harga 35 ribu.” ucapnya.
Fenomena kelangkaan gas elpiji dinilai Ormas Badak Banten sebagai anomali. Disinyalir ada praktik monopoli oleh oknum agen.
Kepada Vinus, Sekaretaris Jenderal DPW Badak Banten Heri Mufti menuturkan, di tengah kondisi masyarakat yang sedang mengalami musibah banjir, pasokan gas elpiji 3 Kg malah dijadikan momentum praktik monopoli.
“Hasil investigasi Ormas Badak Banten dilapangan menemukan beberapa indikatior terjadinya kelangkaan dan naiknya harga tabung gas elpiji,” ujarnya
Masih menurut Heri, praktik monopoli yang dilakukan oleh oknum agen yaitu dikuranginya kuota gas elpiji. Tidak sesuai perjanjian awal.
“Adanya pengurangan kuota elpiji dari agen ke pangkalan, yang seharusnya diberikan sesuai perjanjian awal ini malah dikurangi, yang menjadi pertanyaan ini sisanya dikemanakan,” tanyanya heran.
Pria yang juga menjabat Sekjen PGK Provinsi Banten ini meminta, Dinas Industri dan Perdagangan, DPRD, dan Polres Lebak untuk segera mengungkap kasus ini.
“Jelas ini sudah melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak Sehat,” tegas Heri. |We
