
TANGERANG | Di negeri ini, derita orang gila benar-benar menyedihkan. Kita sering melihat orang gila mengais-ngais makanan di tempat-tempat sampah. Mereka makan dari tempat jorok itu dengan begitu lahapnya.
Ada kalanya orang-orang gila itu diolok-olok anak-anak di jalan-jalan. Jika orang gila itu marah, anak-anak berlarian sambil tertawa-tawa terpingkal-pingkal dan bahkan ada yang berjoged-joged seakan-akan di mata mereka orang gila itu lucu.
Yang juga tidak kalah memilukan, tidak sedikit orang gila yang telanjang bulat berjalan-jalan di tempat umum. Ironisnya lagi jarang sekali ada yang berani memberikan pakaian untuk menutup aurat mereka.
Selain itu, kita sering menyaksikan orang gila dengan berbagai fenomena. Misalnya, rambutnya panjang dan kotor, tubuhnya dekil dan bau, giginya kuning sekali dan pakaiannya sudah rusak di sana-sini.
Anehnya bagi kebanyakan manusia, hal itu hanyalah fenomena biasa. Peristiwa keseharian yang datar-datar saja. Tidak ada yang lebih menarik dari orang gila, kecuali jijik dan jijik serta menakutkan.
Menangisi Orang Gila
Namun demikian berbeda dengan apa yang dirasakan hati kecil Fatmah. Warga Balaraja, Kabupaten Tangerang dan ibu dari dua anak ini (Raisatun Nisa dan Abdurahman Fathir Ramadhan), seringkali menangis tersedu-sedu jika melihat orang gila. Ia memang sangat menyangi dan mencintai orang-orang gila.
Wanfatmah – demikian nama asli Fatmah – selalu kasihan melihat orang gila. Ia sering memikirkan orang gila. Misalnya bagaimana makannya, mengingat dalam benaknya orang gila itu manusia juga.
Sedekah Nasi Bungkus
Berawal dari pemikiran itu, Fatmah menggulirkan ide memberi nasi bungkus dan lauk pauknya kepada orang gila. Keinginan Fatmah didukung suaminya, Misna Kosasih dan temannya, Ali bersama istrinya.
“Mereka sangat membutuhkan makanan,” ungkap Fatmah, yang juga membuka Taman Baca Masyarakat (TBM) di rumahnya untuk membangun budaya baca dan literasi di kalangan anak-anak.
Fatmah mengaku kasihan dengan orang gila karena di matanya ciptaan Allah. “Kita harus saling mengasihi tanpa diskriminasi. Kita harus memanusiakan manusia. Sebab mereka makhluk Allah juga,” ujarnya.
Orang-orang gila ujar Fatmah, hidupnya sering menyendiri dan mengasingkan diri. Mungkin itu terpaksa karena ketika mereka mendekati ke rumah-rumah makan atau rumah-rumah warga, dengan tanpa belas kasihan mereka langsung diusir.
“Saya sering melihat seperti itu. Baru saja mereka mendekat rumah makan misalnya, eh cepet-cepet diusir. Kasihan mereka itu,” ungkap Fatmah sambil mencucurkan air matanya.
Perasaan Dag Dig Dug
Pertama kali memberi nasi bungkus kepada orang gila, diakui Fatmah, perasaannya tak tentu rupa. Ada perasaan takut. “Perasaan saya dag dig dug, takut dia ngamuk,” ungkap Fatmah.
Namun lanjut dia, lama-lama akhirnya menjadi biasa. Apalagi yang disantuni nasi itu masih di kawasan Balaraja, seperti di sekitarJalan Sentiong. “Makin ke sini santai, orang gilanya sudah hafal sama saya,” terangnya.
Menurutnya, memberikan santunan nasi itu diilhami teman-temannya di daerah lain. “Saya sering lihat upload foto-foto teman-teman di facebook membagikan nasi bungkus kepada warga-warga yang kurang mampu dan membutuhkan,” teranya.
Ia melihat, ternyata aktifitas semacam itu di wilayahnya belum ada. Fatmah pun mencoba merealisasikan gagasannya. Namun pada awalnya memberi nasi bungkus itu tidak rutin, namun seiring dengan waktu sudah dirutinkan yakni setiap Jumat.
Dana Patungan
“Saya memulai sedekah nasi bungkus tanggal 19 April 2019. Saya bersama suami (Misnah Kosasih) dan Pak Ali bersama istrinya. Kami patungan membagikan 30 bungkus nasi ke para penunggu pasisen RSUD Balaraja,” ungkap Fatmah.
Menurutnya, para penunggu pasien itu seringkali bukan orang-orang yang punya, akan tetap banyak juga yang kekurangan uang. Mereka terpaksa mengirit antara kebutuhan dirinya, biaya rumah sakit dan biaya untuk orang-orang rumah.
“Mereka juga butuh makan, namun sering mereka menahan kebutuhan perutnya sendiri. Kalau sudah begitu, lalu siapa yang peduli sama mereka. Adakah yang tahu kebutuhan mereka,” tanya.
Dikatakannya, bersedekah itu dianjurkan Allah SWT dan Rasulullah. “Memberi makan kepada saudara-saudara muslim sudah jelas ada dalam Alquran dan Hadist,” bebernya.
Selain memberi nasi kepada orang gila, kemudian dilanjutkan ke penunggu pasien di rumah sakit, juga belakangan ini bertambah ke para pengemis, pemulung, tukang becak, dan penunggu kotak amal seperti di pom-pom bensin.
Sebetulnya Fatmah berharap bisa sedekah nasi kepada mereka setiap hari. Namun saat ini belum bisa dilakukan mengingat keterbatasan anggaran. Walau begitu, Fatmah bahagia karena saat ini ada saja yang memberikan donasi untuk sedekah nasi.
“Untuk mengumpulkan donasi itu saya ngamen lewat status facebook atau di group-group whatsApp (WA). Saya ajakin saudara-saduara dan teman-teman saya untuk berbagi. Ada saja yang mau,” ujarnya.
Saat ini, dalam bersedekah nasi juga, Fatmah tidak bertiga lagi (Fatma, Misnah Kosadsih dan Ali) seperti pada awal aktifitasnya. Tetapi sudah ada relawan yang mau membantu. “Alhamdulillah relawan sudah ada tujuh orang,” katanya.
Fatma berharap kegiatan ini bisa terus berlangsung di sepanjang hidupnya. Sebab ia yakin seyakin-yakinnya bahwa perbuatan baik itu akan ada jalannya, terutama akan ada pertolongan dari Allah.
Ayo siapa yang mau turut membantu sedekah nasi hubungi Fatmah 089651904609. (Budi Sabarudin)