Oleh: Muhammad Ilyas*
PROVINSI Banten memisahkan diri dari Jawa Barat pada tanggal 4 Oktober 2000. Mempunyai cita-cita mulia, ingin menjadi Banten mandiri, sejahtera, dan berkarakter.
Namun, faktanya, sampai HUT Banten yang ke-21, cita-cita itu belum terealisasi sama sekali. Terutama bidang pendidiakan. Tentu publik malu dengan keadaan yang semakin memburuk ini.
Dulu, Banten memiliki julukan sebagai tanah jawara, daerah sejuta santri dan ulama. Sekarang, ada yang baru: daerah sejuta korupsi. Disematkan bertepatan dengan perayaan hari jadi Provinsi Banten ke-21.
Pada sektor pendidikan misalnya, banyak persoalan yang harus disoroti, mulai dari PPDB hingga anggaran dana yang dikorupsi. Nilainya luar biasa besar. Sangat fantastis. Membuat geleng-geleng kepala.
Baca Juga
- Refleksi HUT Banten ke-21: Korupsi, Kemiskinan, dan Pengangguran Masih Jadi Persoalan
- PPDB SMA Banyak Masalah, Ombudsman Panggil Dinas Pendidikan Provinsi Banten
Juli lalu, Pemerintah Provinsi Banten mengadakan PPDB Online. Pendaftarnya melalui website resmi yang diluncurkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Tentu dengan anggaran yang tidak sedikit.
Namun, pada pelaksanaannya, PPDB Online mengalami gangguan (website eror). Membuat banyak kalangan mengeluh. Bahkan kritik pedas disampaikan beberapa kalangan. Terkait kegiatan penerimaan siswa baru.
Hal ini membuat masyarakat Banten tidak dapat mengakses dan mendaftarkan anaknya di sekolah favorit. Seharusnya, Dindikbud bisa mengantisipasi hal tersebut dengan cara upgrading website PPDB Online.
Selain itu, di Malingping juga ada kejadian memalukan. Pejabat Provinsi Banten dijadikan tersangka lantaran main curang terkait pengadaan lahan untuk pembangunan gedung Samsat. Kejaksaan Tinggi Banten sedang menggarap kasusnya.
Masih pada tahun yang sama, salah satu pejabat Dinas Kesehatan Provinsi Banten juga dijadikan tersangka. Dugaan mark up pengadaan alat pelindung diri (APD). Manipulasi harga masker. Dugaan awal, kerugian negara dalam hal ini Pemprov Banten luar biasa besar.
Selanjutnya, adanya tindak korupsi pengadaan lahan SMK 7 Kota Tangerang Selatan. Kejati telah menetapkan eks Sekdis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten menjadi tersangka. Dengan total kerugian negara yang telah diaudit oleh penyidik sebesar 697 juta.
Tak hanya itu, dana hibah pondok pesantren juga ada dugaan kuat dikorupsi oleh sejumlah oknum. Mulai dari pejabat Banten sampai warga sipil. Ironis sekali. Uang untuk pesantren malah disalahgunakan.
Seharusnya dana yang dikucurkan untuk sejumlah pondok pesantren itu tidak disunat. Karena dengan alasan apapun, tindakan tersebut mencederai Banten. Daerah yang baru berusia 21 tahun.
Dari dampak tersebut, pondok pesantren tercoreng. Ada banyak anggapan dan penilaian miring terhadapnya. Padahal kesalahan bukan pada institusi ponpes. Melainkan oknum tertentu. Negara mengalami kerugian diperkirakan mencapai 70 Miliar.

Fakta tersebut merupakan bukti, bahwa julukan untuk Provinsi Banten sebagai daerah sejuta korupsi, sudah sangat tepat. Tidak mengada-ada. Meski pahit tapi harus ditelan.
Tentu masih banyak lagi persoalan yang ada di Provinsi Banten. Bukan melulu pendidikan an sich. Kesehatan, pengangguran, dan agraria juga menjadi sorotan.
Pemimpin Banten harus memperketat dan tidak boleh memberikan ruang bagi orang-orang culas. Tegas dan tidak memberi ruang mereka yang berpotensi korup.
Penulis meminta kepada WH dan Andika untuk segera menyelesaikan masalah yang tengah menipa Banten. Betul-betul serius memimpin agar bisa membawa Banten yang tadinya buruk menjadi baik, dari baik menjadi lebih baik. Jika tidak bisa, mundur saja!
*Direktur Eksekutif Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI) HMI Cabang Serang.