spot_img

Mudik, Lebaran, dan Politik Pandemi

Foto: Ilustrasi Lebaran bersama keluarga (Google/Istimewa).

Oleh: Tubagus Soleh*

TIDAK terasa, kemarin, Kamis 13 Mei 2021 bertepatan 01 Syawal 1442 H, kita merayakan Idulfitri. Berdasarkan keputusan sidang Itsbat pemerintah dalam hal ini Kemenag RI bersama Ormas Islam.

Suasana lebaran tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Situasinya masih dirundung oleh pandemi Covid-19. Sehingga dampaknya pemerintah mengeluarkan kebijakan tegas melarang mudik.

Padahal, momen lebaran yang paling meriah ya mudik itu. Banyak cerita dari mudik. Dari yang lucu-lucu hingga yang haru-haru. Semuanya menyatu menjadi satu.

Mudik bukan sekadar pulang kampung. Namun secara spiritual, mudik merupakan bentuk dari sebuah kerinduan, mahabbah, cinta kasih kepada asal muasal kita.

Baca Juga

Penulis memahami ada orang-orang yang begitu ngotot tetap ingin mudik meskipun dilarang keras, disekat, bahkan ancaman penjara. Mereka tetap mudik. Dan secara serius berjuang untuk bisa mudik.

Disinilah titik hebatnya. Mudik adalah perjuangan. Untuk bisa berkumpul dengan keluarga terkasih harus berjuang. Harus siap mental spiritual lahir batin.

Betapa pun sulitnya perjuangan hidup, kalau sudah menyentuh keluarga akan berbeda rasanya. Segala rasa dan upaya akan dipertaruhkan.

Berkumpul dengan sanak keluarga merupakan kebutuhan. Pribahasa -mangan ora mangan sing penting ngumpul merupakan cerminan batin masyarakat kita sejak zaman baheula.

Jadi ketika ada kebijakan politik yang melarang mudik terlebih di hari Idulfitri, secara bawah sadar akan mendapat penolakan dan perlawanan apapun alasannya.

Narasi Covid-19 tidak cukup ampuh untuk meyakinkan warga masyarakat untuk tidak mudik, dan tetap berlebaran di tempat masing-masing saat ini tinggal.

Baik pemerintah maupun warga masyarakat semuanya memiliki sikap yang benar. Sebenarnya, yang perlu diedukasi adalah pola interaksi warga masyarakat di masa pandemi ini dan implementasi kebijakan politik yang bisa dimengerti oleh warga masyarakat.

Namun, itulah memang situasi yang tidak mudah. Kita semua harus bekerja keras agar warga masyarakat tetap bisa merayakan hari kemenangan Idulfitri. Dengan tidak melanggar norma-norma kesehatan yang menjadi acuan pencegahan penyebaran Covid-19.

Foto: Ilustrasi dilarang mudik (Google/Istimewa).

Kita berharap semoga masa pandemi ini segera berakhir. Dan kita bisa hidup tanpa rasa was-was karena teror Covid-19 yang selalu malih rupa dengan cepat.

Siapa pun kita, tidak ingin di hari yang bahagia ini dalam perayaan keagamaan Idulfitri tercederai oleh hal-hal yang tidak kita inginkan. Karena situasi dan kondisi yang semakin memanas.

Semoga para pemangku kebijakan bisa memahami batin warga masyarakat kita sendiri. Jangan sampai warga masyarakat merasa diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah.

WNA Tiongkok boleh masuk sesukanya. Sementara rakyat sendiri tidak bisa mudik ke kampung halaman. Terlebih di hari raya.

Sebagai rakyat kecil, kita tetap harus mengedepankan sikap husnudzon kepada pemerintah. Sebab kita yakin kebijakan pemerintah berdasarkan sumber data yang bisa dipercaya dan bisa dipertanggungjawabkan.

Tugas dan kewajiban kita sebagai rakyat, terus berdoa kepada Tuhan agar pandemi ini segera berakhir. Serta menjaga pola hidup sehat dalam keseharian kita.

Saudaraku sebangsa dan setanah air, apapun kondisi dan situasinya, kita tidak boleh terbawa arus kesedihan. Kita tetap harus rayakan hari kemenangan ini dengan suka cita penuh ceriah.

* Penulis adalah Ketum DPP Ormas Kerabat dan Sahabat Kesultanan Banten (Babad Banten).

Loading

VINUS TV

BERITA TERBARU

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERPOPULER

IKLAN

spot_img

BERITA TERKAIT

Jebakan Nostalgia Media Sosial

Bahlil dan Polemik Gas Melon

Politik Matahari Kembar

Mengakhiri Feodalisme Birokrasi

IKLAN

spot_img

SEPUTAR BANTEN

IKLAN

spot_img

SEPUTAR DESA

Masyarakat Pasir Bolang Demo Alfamart