KOTA TANGERANG | Achi Tm sudah menulis sebanyak 32 novel untuk berbagai kalangan pembaca. Dari jumlah karyanya sebanyak itu, membuktikan betapa hebat dan tangguhnya kesabaran dan ketabahan novelis ini. Barangkali kesabaran dan ketabahannya bisa disebut tingkat dewa.
Bertahun-tahun novel itu diselesaikannya dengan penuh gairah idealisme. “Dalam satu tahun saya menulis dua novel,” ungkap Achi ketika ditemui di kediamannya di Cluster Permata Cibodas Blok D No 6, Cibodas, Kota Tangerang, belum lama ini.
Novel Ruang Idealisme
Bagi perempuan ramah dan murah senyum ini, menulis novel tentu saja bukan sekadar untuk mendedahkan berbagai ide cerita yang berseliweran di kepalanya, namun lebih dari itu dijadikannya sebagai ruang untuk mencurahkan kepuasaan batinnya, idealismenya.
“Kalau ide-ide yang ada di kepala saya tidak dituliskan dalam bentuk naskah seperti novel misalnya, bisa sakit saya. Tetapi menulis novel bagi saya untuk mencurahkan idealisme,” ungkap ibu dari tiga orang anak ini.
Menurut istri Agung Argopo ini, sebuah novel tidak bisa digarap main-main apalagi secara serampangan. Namun harus digarap secara intens dan lebih serius. “Misalnya saja mengenai tokoh-tokohnya. Karakter tokoh-tokoh itu harus kuat,” ujarnya.
Hal itu sangat berbeda ketika menulis skenario sinetron atau skenario Tv. “Kalau menulis skenario sinetron atau tv, itu sudah masuk industri pasar. Jadi harus ada komprominya dan istilahnya harus mau kerja rodi,” ungkap Achi sambil tersenyum.
Beli Mobil
Dari menulis ratusan skenario sinetron dan Tv itulah keluarganya betul-betul bisa hidup mandiri. Sebab Achi bisa membiayai hidup keluarganya bersama-sama suaminya yang juga seorang penulis. Bahkan bisa membeli motor, mobil dan rumah.
“Kalau menulis novel, karena itu untuk kebutuhan idealisme, jadi uangnya hanya buat nambah-nambah kebutuhan dapur saja, apalagi royalti dari satu novel itu kan enam bulan sekali,” ucapnya.
Achi juga memiliki cita-cita besar novelnya bisa diangkat ke film layar lebar agar karya-karya bisa dinikmati banyak orang lagi dengan media berbeda. Namun sampai novel ke-21, tak ada satu pun yang diangkat ke layar lebar dan tak ada satu pun yang best seller.
“Mungkin karena gak ada yang best seller, jadi novel-novel saya tidak ada yang diangkat ke film layar lebar. Padahal itu keinginan dan harapan saya sejak lama sekali. Saya sempat frustrasi juga,” terang Achi yang dikaruniai anak semuanya laki-laki.
Memang sangatlah manusiawi jika semangat Achi sempat kendor. Dan di tengah-tengah frustasinya itu, Achi sempat mengadu kepada Allah SWT bahwa ia ingin berhenti menulis novel. Pengaduannya itu terkesan sebagai protes lembut kepada Allah.
“Saya bilang sama Allah begini. Ya Allah, kalau begini terus mah saya berhenti saja nulis novel. Saya sudah capek,” katanya.
Seiring berjalannya waktu, Achi bersama suaminya mendapat undangan dari Universitas Andalas. Di Perguruan Tinggi yang berada di Padang itu, Achi memberikan materi tentang cara menulis novel.
“Saya waktu itu memotivasi mahasiswa bagaimana caranya menulis novel. Padahal jujur saja pada waktu itu juga jiwa saya sedang kosong-kosongnya, karena novel saya sampai novel ke-21 belum ada yang diangkat ke film layar lebar,” katanya.
Laptop Sempat Hilang
Setelah memberikan materi itu, Achi dan suami pulang ke Tangerang dan tiba pukul 03.00 dinihari. Namun sesampainya di rumah, betapa kagetnya ia. Sebab laptop kesayangannya yang berisi naskah-naskah skenario sinetron dan Tv, raib entah ke mana. Ia tidak paham, mungkin digondol maling.
“Saya kemudian merenung, berpikir sejenak. Mungkin ini salah saya. Sebab saya sudah bicara sama Allah ingin berhenti menulis novel. Padahal saya ini sudah diberi bakat menulis oleh Allah,” ujarnya.
Dengan perasaan dag dig dug dan tegang tingkat wahid karena laptop khawatir hilang betulan dicuri maling, Achi bersama suaminya kembali lagi ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Di sepanjang perjalanan perasaan Achi dan suaminya campur aduk tak tentu rupa, tak tentu rasa dan tak dapat didefenisikan. “Saya benar-benar tegang, karena di laptop itu banyak datanya, seperti naskah-naskah skenario sinetron dan tv,” katanya.
Nazar Membawa Berkah
Dalam hati, Achi kemudian mengucapkan nazar, “Ya Allah kalau laptop saya ditemukan lagi, saya akan menulis novel lagi. Saya tidak akan berhenti menulis novel. Saya akan menulis novel islami,” paparnya.
Namun dua anak manusia itu rupanya masih mendapat lindungan, curahan dan keberkahan kasih sayang Allah. Masya Allah, laptop yang hilang itu ternyata ditemukan seorang petugas parkir dan kemudian dititpkan ke salah satu pos keamanan. Luar biasa jujurnya mereka.
Dalam seketika Achi mencium lantai melakukan sujud syukur. Sebab baginya laptop yang hilang bisa ditemukan lagi itu sesuatu yang sangat ajaib. Apalagi di kawasan bandara banyak orang lalu lalang. Achi sadar kejadian langka ini kuasa Allah.
Ketika tiba di rumah lagi sekitar pukul 03.30, Achi iseng-iseng membuka email pribadinya. Achi benar-benar tercengang karena ada email masuk dari chief editor Gramedia Pustaka Utama (GPU). Achi seperti mendapat keberkahan dari nazar yang sudah diucapkannya itu.
“Yang membuat saya kaget sekali, chief editor itu meminta novel islami. Masya Allah, saya baru saja bernazar, eh tidak lama kemudian datang permintaan novel islami. Doa saya diijabah sama Allah. Saya waktu itu betul-betul merinding,” katanya.
Diakui Achi, selama perjalanan kariernya menulis novel hingga novel ke -21 selalu diterbitkan oleh penerbit-penerbit mayor. Namun sepengalaman dirinya belum pernah mengirimkan naskah ke penerbit yang sudah punya nama besar seperti GPU.
“Saya tidak pernah mengirimkan naskah novel-novel saya ke penerbit GPU, itu penerbit besar. Saya tidak berani. Karena itu, ketika mendapat tawaran itu rasanya pecaya dan tidak percaya,” terangnya.
Insya Allah Sah
Namun setelah mendapat tawaran itu, Achi langsung ngebut menulis novel islami bertajuk “Insya Allah Sah”. Novel itu kemudian mendapat sambutan hangat dari berbagai kalangan pembaca, hingga akhirnya diangkat ke film layar lebar, yang selama ini selalu dirindukan dan dimimpikan dirinya.
“Di dalam novel itu juga ada cerita tentang nazarnya juga,” kata Achi yang saat itu sibuk bolak-balik ke kamar karena anaknya yang ketiga dan masih bayi sebentar-sebentar menangis minta disusui.
Di luar dugaan, film bertajuk Insya Allah Syah yang dibintangi artis Titi Kamal dan aktor Panji Pragiwaksono itu juga benar-benar laku dijual. Film itu mendapat tempat di hati para penonton.
Achi pun sebagai penulis novelnya betapa senangnya, dan yang lebih senangnya lagi Achi mendapat pesanan kembali untuk menulis novel Insya Allah Sah kedua dan difilmkan kembali.
“Insya Allah Sah kedua itu dibintangi Luna Maya dan Doni Alamsyah,” kata Achi, lagi-lagi sambil tersenyum. Wajahnya tampak bahagia.
Sejak novel tersebut diangkat ke film layar lebar, nama Achi Tm pun semakin tambah dan tambah populer dan semakin kuat menancapkan eksistensi dirinya sebagai penulis skenario sinetron, Tv dan film dari Kota Tangerang, kota berjuluk Akhlakul Karimah.
Teladan Kesuksesan
Achi TM, perempuan tangguh karena kesabaran dan ketabahannya tingkat dewa ini, layaklah kita teladani. Ada yang bisa dipetik dari pengalamannya, bahwa kesuksesan itu tidak ada yang yang instan seperti mudahnya memasak mie rebus.|budi sabarudin