TANGERANG | Penyelesaian sengketa tanah yang merupakan salah satu fokus dari program reformasi agraria Presiden Joko Widodo hingga kini belum terlaksana dengan baik.
Terutama jika melihat praktik mafia tanah yang masih terjadi, khususnya di wilayah Pantura Kabupaten Tangerang, Banten.
Demikian disampaikan Dosen Pascasarjana Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) dan Universitas Parahyangan (Unpar) Prof. Dr. Darwin Ginting, dalam diskusi ‘Mengungkap Akal Bulus Mafia Tanah’ yang digelar Forum Diskusi Wartawan Tangerang (FDWT) secara daring belum lama ini.
Baca Juga
- Pilkades Serentak Ditunda Lagi
- Warga Protes Penutupan Akses, Bupati Tangerang: Sedang Proses Mediasi
Dirinya menyampaikan, sudah lebih dari 16 tahun berkeliling ke seluruh wilayah di Indonesia, meski sudah ada Reforma Agraria para tuan-tuan tanah bukannya menghilang.
“Sebaliknya, justru praktik mafia tanah di Indonesia sudah sangat menggila. Bahkan ada tuan tanah yang menguasai lahan hingga ribuan hektar,” ujarnya dalam diskusi tersebut.
Menurut Darwin, pemberantasan praktik mafia tanah bukanlah perkara mudah, lantara mereka diduga telah berkolaborasi dengan oknum-oknum penegak hukum serta yang mengurusi Pertanahan.
“Mafia tanah itu tidak terlihat namun dia ada. Mereka berkolaborasi dengan berbagai oknum-oknum pejabat karena praktik mafia tanah ini tentunya tidak bisa berjalan sendiri,” ujar Wakil Ketua Tim Pakar Pengurus Pusat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ini.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Adib Miftahul, menyayangkan semangat Presiden Jokowi dalam memberantas mafia tanah yang kurang ditindaklanjuti serius oleh aparat penegak hukum.
Menurutnya, keberadaan Satgas Mafia Tanah khususnya dalam penanganan kasus mafia tanah di Pantura Kabupaten Tangerang terkesan tidak serius, karena hingga kini belum ada satupun pelaku pun yang tersentuh hukum.
“Saya heran, khusus di Pantura Kabupaten Tangerang ini walau terdapat banyak korban dengan luasan lahan yang sangat luas, tapi para mafia tanah ini seolah belum tersentuh hukum,” paparnya.
Dirinya menambahkan, konflik agraria di wilayah Pantura Kabupaten Tangerang berlarut-larut meski masyarakat telah mengadu ke berbagai instansi hingga ke pemerintah daerah, BPN, Kemenko Polhukam, dan DPR RI.
Masih kata Adib, praktik mafia tanah tidak bisa berjalan sendiri, dengan mandeknya penanganan kasus penyerobotan hak atas tanah di Pantura, malam bertambah kuat.
“Dugaan saya, adanya keterlibatan oknum-oknum di pemerintahan, BPN, hingga aparat hukum,” tutur Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) ini.
Adib berharap ada langkah tegas dari Presiden Jokowi dalam penanganan kasus mafia tanah, khususnya di wilayah Pantura Tangerang.
“Jika praktik mafia tanah ini bisa diberantas akan menjadi sejarah manis bagi Pemerintahan Jokowi,” tandasnya.
Berbeda dengan Pengamat Politik dan Komunikolog Tamil Selvan. Dalam kasus ini dia menyarankan agar para korban mafia tanah bersatu dalam memperjuangkan hak atas lahannya.
Salah satunya melakukan gugatan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat yang telah mengeluarkan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) bahkan sertifikat di atas lahan milik warga.
“Patut pertanyakan apakah keluarnya NIB bahkan sertifikat di atas lahan milik warga ini unsur ketidaksengajaan atau memang pesanan dari para mafia tanah,” ujarnya.
Tamil juga mempertanyakan kinerja BPN terkait adanya penguasaan lahan yang sangat besar oleh perorarangan. Padahal katanya, di dalam UU Agraria terdapat batasan penguasaan tanah oleh perorangan terlebih di lokasi yang padat penduduk.
“Terlepas itu hasil merampas atau membeli, bagaimana bisa di wilayah 4 kecamatan di wilayah Pantura Kabupaten Tangerang ada beberapa nama yang mampu menguasai hingga ratusan hektar lahan dan itu muncul di website resmi BPN. Ini yang harus kita pertanyakan kepada BPN terkait penegakan UU Agraria,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI), Kendi Budiharjo. Menurutnya banyak masyarakat yang telah memiliki sertifikat tanah namun harus kehilangan aset tanah miliknya lantaran dirampas oleh mafia tanah.
Ia menilai, oknum-oknum yang telah berkolaborasi untuk melancarkan praktik mafia adalah anti Pancasila yang harus dihukum seberat-beratnya.
“Para pejabat yang membantu praktik mafia tanah ini lah para penghianat bangsa sesungguhnya yang layak dihukum mati,” pungkas Budi. |We