spot_img

Sayyidina Ali dan Spirit Solidaritas Sosial

Oleh: Eko Supriatno, M.Si., M.Pd

KISAH Sayyidina Ali kiranya penting disimak. Suatu ketika, dalam suasana Idul Fitri, seseorang berkunjung ke rumah Ali saat sedang makan roti keras. Orang itu berkata, “Dalam suasana hari raya engkau makan roti keras?”

Ali menjawab, “Hari ini adalah Id (hari raya) orang yang diterima puasanya, disyukuri usahanya, dan diampuni dosanya. Hari ini Id bagi kami, demikian juga esok. Malah setiap hari, saat engkau tidak membuat durhaka kepada Allah, merupakan Id.”

Jadi, bagi Sayyidina Ali, hari raya tidak terbatas hanya pada Idul Fitri ataupun Idul Adha. Semua hari adalah hari raya, asalkan segala tingkah laku diarahkan pada jalan kebaikan menuju keadaban hidup dalam harmoni kebersamaan yang berkeadilan.

Di tengah kondisi “Pagebluk” ini, maka dari itu, kita perlu merefleksikan Idul Fitri sebagai momentum untuk merekonstruksi sendi-sendi ekonomi dan sosial masyarakat yang sudah mulai rapuh diterjang pandemi.

Ramadan 1441 H kali ini dijalankan oleh umat muslim seluruh dunia dalam kondisi yang tidak sebagaimana lazimnya. Seluruh aktivitas peribadatan yang seringkali dilakukan secara berjamaah, seperti shalat tarawih, kegiatan pengajian jelang buka puasa, kuliah subuh, maupun ibadah lainnya ditunaikan secara mandiri di rumah masing-masing.

Hal ini diakibatkan adanya pandemi wabah Covid-19 yang hampir lima bulan berjalan sejak kemunculannya pertama kali Januari lalu di kota Wuhan. Di Indonesia sendiri, sejak Maret diberlakukan peraturan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah (work from home).

Bulan suci Ramadan dan Idul Fitri mempunyai makna sangat penting bagi umat Islam. Terlebih lagi, momen itu terasa berbeda di tahun ini karena harus dijalani saat pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air.

Hakikat Idul Fitri

Tentu saja bagi seorang muslim, hari lebaran merupakan momen-momen menggetarkan, hari raya yang kedatangannya sangat ditunggu.

Menginjak satu Syawal dengan keinsafan dan semangat baru yang kebaruan itu sepenuhnya diacukan pada jangkar kekuatan spiritual.

Dengan air muka cerah penuh bahagia kita ulurkan tangan untuk bersalaman sambil mengucapkan permaafan lewat ungkapan minal aidin wal faizin taqabbalallahu minna waminkum.

Tidak saja keluarga yang masih hidup yang dikunjungi untuk bersilaturahim, malah leluhur yang telah lama meninggal pun kita ziarahi dan doakan untuk keselamatannya di alam baka.

Sebulan sudah umat Islam menunaikan puasa, ibadah yang mempunyai nilai keistimewaan jika dibandingkan dengan ibadah lain. Sebab, puasa di samping disebut sebagai ibadah pribadi (privacy), derajat pahalanya pun tidak pernah ditampakkan secara kuantitatif atau kualitatif.

Pada hakikatnya, Idul Fitri adalah kemenangan bagi orang-orang beriman, yang telah menyelesaikan jihad besar melawan hawa nafsu selama bulan Ramadan.

Momentum Idul Fitri mempunyai nilai yang agung, yang diwujudkan dalam suasana kegembiraan yang luar biasa, keindahan dalam bentuk interaksi sosial, kebaikan antarsesama manusia tertumpahkan saat itu.

Magnet dan daya sentuh 1 Syawal, mampu menghadirkan hati yang lembut untuk bersilaturahmi, antara anak pada orang tua, handai tolan dan sanak saudara.

Idul Fitri menjadi momentum untuk kita meraih kemenangan dalam mengalahkan egoisme, mengedepankan nilai kemanusiaan dan menguatkan solidaritas.

Bagi umat muslim yang berpuasa, harus menjadikan ibadahnya sebagai laku gerak untuk memanusiakan manusia. Misalnya, jangan sampai ada anggota masyarakat di sekitarnya yang kelaparan karena tidak bisa berbuka dan sahur.

Spirit Solidaritas Sosial

Saat ini banyak masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Artinya, banyak saudara kita yang sedang mengalami masa-masa sulit. Di sini urgensi mengedepankan spirit solidaritas sosial antar sesama menjadi relevan sehingga kita dapat segera melampaui fase-fase sulit akibat musibah global dari Covid-19.

Solidaritas jelang Idul Fitri kondisi di atas perlu disikapi secara bijak. Ramadan sebagai bulan pendekatan diri kepada Allah SWT telah usai, hendaknya dapat dijadikan momentum membangun solidaritas sosial dalam mencegah penyebaran Covid-19 dan lesunya aktivitas perekonomian jelang perayaan Idul Fitri.

Ramadan dan Idul Fitri memiliki nilai khusus untuk menumbuhkan persaudaraan antar sesama. Solidaritas dan persaudaraan antar sesama, saling tolong menolong, berbagi kasih terhadap sesama. Terutama dalam menghadapi pandemi COVID yang belum diketahui kapan akan berakhir harus terus dijaga dan ditumbuhkan, sehingga tercipta kebersamaan yang muaranya adalah rasa saling memiliki dan menjaga satu sama lain.

Ikatan sosial yang kuat akan berdampak pada optimisme dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kita perlu saling mendorong dan menguatkan satu sama lain sehingga dapat melewati krisis kehidupan akibat pandemi Covid-19.

Lebaran yang tidak dapat dirayakan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya tidak lantas menyurutkan keinginan untuk senantiasa berderma kepada orang-orang di sekitar kita. Masa-masa sulit ini akan terasa mudah kalau masing-masing mengedepankan solidaritas sosial di masyarakat. Tentu tidak mudah.

Puasa Ramadan dan perayaan Idul Fitri ini diharapkan menjadi pintu masuk bagi diri untuk mendekatkan pada Allah SWT., dan memikirkan nasib bangsa ke depan. Selain itu juga melakukan amal saleh dengan membantu saudara dan tetangga kita yang ekonominya terdampak pandemi Covid-19.

Hal yang tidak kalah penting yaitu perlunya menginformasikan hal-hal positif kepada orang lain di media sosial.

Ini pun termasuk dalam kategori membangun solidaritas sosial untuk memberikan informasi yang konstruktif dan optimis bagi orang lain. Idul Fitri kita jalani di tengah pandemi dengan berbagi.

Perayaan Idul Fitri dapat membangun kembali nilai-nilai solidaritas dan rasa guyub. Melalui tradisi “berbagi”, kita juga memperoleh pelajaran betapa penderma telah mengamalkan pesan puasa dalam wujud yang positif.

Mereka memberi didorong keinginan berbagi rezeki dengan keluarga dan tetangga. Mereka memberikan teladan berbagi kebahagiaan dengan sesama melalui pemberian angpau, pakaian, jajanan, dan bingkisan lebaran lainnya.

Laysal id liman labisal jadid wa lakinnal id liman labisal jadid wa lakinnal id liman taqwahu yazid (esensi Idul Fitri itu tidak terletak pada pakaian yang baru, melainkan ketakwaan yang terus bertambah).

Spirit ajaran Sayyidina Ali dan solidaritas sosial sangatlah penting sebagai penyemangat bagi setiap pribadi untuk lebih dekat dengan Allah. Akhirnya, semoga nilai-nilai puasa senantiasa membekas dalam diri sehingga kita benar-benar kembali suci. Itulah makna spiritual lebaran yang sejati

Semoga badai pandemi ini segera berlalu. Dan kita bisa menjadi insan yang fitri serta humanis.

Akhirnya, selamat berlebaran.

*Penulis adalah Pemikir Kenegaraan dan Keagamaan.

Loading

VINUS TV

BERITA TERBARU

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERPOPULER

IKLAN

spot_img

BERITA TERKAIT

Jebakan Nostalgia Media Sosial

Bahlil dan Polemik Gas Melon

Politik Matahari Kembar

Mengakhiri Feodalisme Birokrasi

IKLAN

spot_img

SEPUTAR BANTEN

IKLAN

spot_img

SEPUTAR DESA

Masyarakat Pasir Bolang Demo Alfamart