BANTEN | Tingginya Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di Provinsi Banten membuat beberapa pabrik memindahkan lokasi usahanya ke wilayah lain, seperti Jawa Tengah.
Fenomena tersebut kian menjadi perhatian bagi pemangku kepentingan. Mengingat kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada lebih tingginya tingkat pengangguran di Banten.
Kepada awak media, Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Andi Achmad Dara menilai, pemerintah daerah harus segera mengambil langkah strategis dalam menyikapi relokasi pabrik dari Banten.
Baca Juga
- PMII Demo Bupati Tangerang, Evaluasi Kinerja dan Beri Rapor Merah
- Para Sultan Main Cuan di Pilkades Tangerang
Jika dibiarkan, sambung Andi, maka fenomena ini akan menjadi kerugian bagi wilayah Banten. Dirinya juga mengajak Pemda untuk memikirkan bagaimana agar industri tidak pindah.
“Saya kira perlu adanya klasterisasi supaya mereka punya pemukiman yang baik, pekerjanya punya fasilitas kesehatan yang baik, bahkan fasilitas pendidikannya juga,” ujarnya.
Masih kata Andi, pada akhirnya kita juga harus berkompetisi, Pemda harus aware. Segera mengambil langkah, kira-kira apa yang bisa dilakukan agar industri tidak pindah.
“Misalnya memberikan semacam insentif oleh Pemda dan pemerintah pusat, supaya tidak terjadi semacam kanibalisasi dari suatu daerah pindah ke daerah lain,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie menyampaikan, gelombang relokasi pabrik dari wilayah Banten ke Jawa Tengah bukan hanya soal UMK.
Firman menyebut, alasan lainnya ialah mulai meratanya pembangunan infrastruktur di Pulau Jawa. Seperti tol Trans Jawa yang sudah terkoneksi.
“Justru sudah berlangsung cukup lama dan sebagian besar umumnya mengikuti ke jalur Tol Trans Jawa. Nanti yang cukup besar di Jepara serta Rembang,” ujar Firman Bakrie, dilansir dari CNBC Indonesia, pada Jumat (18/06).
Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan industri sepatu tetap positif adalah relokasi, nilai ekspor tahun lalu bahkan mencapai 8,7%.
Lebih lanjut, Firman Bakrie mengatakan, relokasi membuat biaya untuk upah buruh menjadi lebih kecil. Pasalnya, wilayah baru memiliki UMK yang cenderung rendah.
“Dengan adanya tol, jarak pelabuhan lebih pendek. Selama ini pelabuhan utama masih di Tanjung Priok, jadi walau ada di pinggiran Jabar, sebenarnya akses ke Tanjung Priok dengan adanya tol masih terjangkau,” sambungnya.
Untuk informasi, fenomena relokasi pabrik dari Banten sempat mencuat pada 2019, terutama dari industri alas kaki. Saat itu ada 25 pabrik yang relokasi ke Jateng dan wilayah lainnya per Juni 2019. |We