
HARI Rabu, tanggal 27 November 2024, ratusan juta warga negara Indonesia menggunakan hak pilih di TPS masing-masing. Mereka mencoblos calon pilihan, baik untuk gubernur atau bupati/ wali kota.
Merujuk pada regulasi KPU RI yang selama ini berlaku, maka proses pemungutan suara selesai pukul 13:00. Lantas dilanjut dengan penghitungan suara.
Di Pilkada, penghitungan hasil suara jauh lebih cepat. Lantaran simpel, hanya beberapa calon, dan cara menulis hasil hitungan sangat mudah.
Pengalaman sebelumnya, proses penghitungan suara selesai dalam satu dua jam.
Baca Juga
Artinya, di pukul 15:30, sudah ada hasil di setiap TPS. Lalu, seberapa cepat publik luas mengetahui hasil suara masing-masing calon dari seluruh TPS?
Kecepatan akses informasi di era digital menjadi patokan utama. Publik berhak untuk tahu lebih awal.
Media massa dan media sosial akan riuh rendah mempublikasikan hasil hitungan suara.
Jika dipetakan, beberapa jenis informasi hasil hitung cepat, adalah sebagai berikut:
Pertama, quick count, alias hitung cepat. Dirilis oleh berbagai lembaga survey atau konsultan politik.
Basis hitungan quick count adalah uji petik, dicuplik dari beberapa TPS. Namun, meski tidak menghitung keseluruhan, tapi kerap quick count akurat. Mengapa? Karena mereka ketat dalam melakukan sampling. Responden (dalam hal ini TPS), diseleksi, diaduk, hingga mencerminkan karakter keseluruhan.
Kedua, real count, atau hitung cepat dari seluruh TPS. Metodenya adalah total sampling, alias semua TPS dihitung, lalu dijumlah secara keseluruhan.
Tabulasi data dilakukan oleh tim pemenangan pasangan calon. Dengan mengerahkan relawan, saksi, petugas khusus, dan lain-lain. Metode ini, jika dilakukan cermat dan obyektif, akan menunjukkan hasil yang sebenarnya dari seluruh TPS.
Ketiga adalah exit pool. Metode ini sama dengan quick count, yaitu mengambil sampel hanya di beberapa titik.
Bedanya, jika quick count melaporkan dan menjumlahkan hasil penghitungan suara persis sesuai penghitungan di TPS selesai, maka exit poll justru dilakukan lebih awal, saat pemungutan suara berlangsung.
Artinya, surveyor mewawancara pemilih, langsung di TPS, saat pemilih ke luar TPS. Lalu dilakukan tabulasi, dan prediksi siapa yang menjadi pemenang.
Keempat, hitung cepat yang dilakukan oleh KPU (dalam konteks Pilkada, oleh KPU provinsi, KPU kabupaten/kota).
Saat ini, KPU akan menerapkan kembali aplikasi Sirekap, sebagai alat bantu penghitungan hasil Pilkada secara digital.
Metode Sirekap adalah total sampling. Semua hasil di TPS difoto, diolah, lalu dikirim ke pangkalan data utama, untuk kemudian di tayangkan di infopemilu.
Perlu diketahui, seluruh informasi hasil hitung cepat ini, bersifat tak resmi alias unofficial.
Versi resmi penghitungan suara Pilkada, tetap berada dalam pleno KPU, yang dilakukan berjenjang. Yakni pleno penghitungan hasil secara langsung di TPS, lalu pleno di PPK, di KPU kabupaten kota, dan KPU provinsi. Pola penghitungan ini memang lama, tetapi akurat.
Sebenarnya, masih ada beberapa varian hitung cepat, yang berfungsi sebagai pembanding, serta melibatkan warga.
Secara spesifik, metode hitung cepat alternatif ini lebih sebagai alat kontrol, mencegah kecurangan, seraya membantu publik untuk melakukan koreksi mandiri.
Beberapa kali momen Pemilu, muncul aplikasi yang ikut menghitung hasil penghitungan suara di TPS. Seperti dilakukan KawalPemilu.org, yang digawangi pakar IT, yaitu Ainun Nadjib. Juga aplikasi JagaSuara, yang diluncurkan oleh NetGrid.
Dengan demikian, khalayak bisa memilih dan mengakses ragam kanal informasi, terkait hasil suara Pilkada. Semoga….
*Ditulis oleh: Endi Biaro. Anggota KPU Kabupaten Tangerang.