KPU memiliki kesempatan mengembalikan kepercayaan publik, di Pilkada 2024. Terkhusus untuk aplikasi Sirekap (sistem rekapitulasi suara).
Caranya, memastikan dilakukan perbaikan serius. Masukan dari Bawaslu, para pakar IT, saksi ahli KPU RI saat sidang MK, politisi, dan kritik khalayak, wajib diakomodasi.
Pokok permasalahan yang jadi biang kontroversi ada di tiga hal.
Pertama, memperbaiki kualitas OCR (Optical Character Recognition) yang ditanam di Sirekap.
Baca Juga
Piranti ini semacam AI di dalam aplikasi Sirekap, yang berfungsi membaca gambar C Plano Hasil di TPS, lalu dikonversi menjadi angka-angka numierik (hasil perolehan suara).
Cara kerja OCR di Sirekap ini sebetulnya bagus, pemrosesan data secara cepat, otentik, lalu masuk dalam tabulasi KPU (di Sirekap Web dari PPS hingga KPU RI).
Lalu kemudian tampil visualisasi di Info Pemilu. Publik bisa mengakses dan melihat Sirekap langsung via Info Pemilu, tanpa perlu ke TPS atau melihat C Hasil Plano.
Masalahnya, terjadi eror massif di mana-mana.
Sirekap salah membaca angka-angka hasil penghitungan di TPS. Kesalahan begitu mencengangkan.
Di TPS, suara calon hanya 5, di Sirekap malah 555, padahal DPT hanya 250 orang. Ini memantik kegaduhan.
Problem pelik ini, diatasi dengan memperbaiki kualitas OCR. KPU merancang OCR sebagai alat pindai yang lebih presisi (akurat). Di lengkapi dengan self correcting system, yakni mengatasi kesalahan secara langsung. Jadi di saat salah baca data, yaitu perolehan suara melebihi jumlah DPT di suatu TPS, maka otomatis tertolak (ada indikator merah).
Kemudian pemegang HP Sirekap, mengedit segera, sesuai dengan angka di C Plano Hasil. Ini perbaikan penting.
Kedua, masalah kelambatan Sirekap dalam mengirim data online dari TPS ke KPU. Problem delay atau pending ini (tertunda) menjadi fatal. Publik akhirnya tak bisa memperoleh angka hasil secara real time. Melainkan di hari hari awal pasca Pemilu, data TPS hanya terkirim di bawah 30 persen.
Kegagalan ini bersumber dari sistem. Tabulasi dan visualisasi jauh dari kenyataan. Target real time malah menjadi buying time (membuang waktu).
Perbaikan KPU adalah dengan menyediakan server lebih besar, agar arus data berlangsung lancar.
Masalah ketiga, kualitas user (pengguna, KPPS), perangkat HP, dan kerapihan kerja di TPS.
Meski server bagus, cara baca angka di sistem akurat, tetapi kalau pelaksana lapangan buruk, maka akan gagal.
Termasuk perangkat HP yang wajib support atau kompatibel (mendukung, minimal Android 7, RAM 4 Giga dan resolusi kamera 8 megapixel.
Tambahan, cara foto C hasil plano juga wajib akurat. Dalam keadaan terang, permukaan rata, dan tak ada lipatan yang mengganggu.
Untuk masalah SDM dan perangkat ini, KPU di berbagai tingkatan wajib memastikan support maksimal.
Sementara untuk cara memoto yang harus terang dan bersih, bisa mudah teratasi, karena Pilkada dihitung siang hari sampai sore, masih terang.
Tiga tantangan besar ini, meski pelik, sudah dilakukan mitigasi dan resolusi.
Kabar baiknya, penghitungan di TPS saat Pilkada jauh lebih sederhana. Jumlah lembar C hasil plano yang difoto tak banyak (hanya 6 lembar). Cara isi juga mudah dan cepat. Petugas KPPS tak akan kelelahan, sore sudah selesai, masih terang, dan ada waktu cukup untuk perbaikan.
Lantas bagaimana dengan resiko politik, jika Sirekap gagal memenuhi fungsinya?
Di Pileg lalu, kejengkelan publik terekam dalam tagar dan trending topik di Medsos. Pakar Analisis Big Data dari Drone Emprif, Ismail Fahmi, menyebut sentimen negatif terhadap Sirekap mencapai 87%, artinya publik kecewa dengan kualitas Sirekap di Pileg dan Pilpres 2024.
Hanya saja, kekecewaan itu sekedar meletup di percakapan sosial dan konten Medsos. Tidak manifes dalam gerakan massa atau tekanan langsung.
Di Pilkada, jika saja Sirekap gagal menjalankan fungsi optimal, maka potensial kekecewaan diekspreiskan langsung. Para pendukung melakukan tekanan massa. Tidak cuma ribut di Medsos.
Melihat tantangan ini, semoga Sirekap Pilkada 2024 oleh KPU RI, makin baik. Insya Allah.
Quo Vadis (akan ke mana arah) Sirekap Pilkada?
*Ditulis Oleh: Endi Biaro. Anggota KPU Kabupaten Tangerang.