
SERANG| Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menahan SYM, Direktur PT EPP, terkait dugaan kolusi dalam kasus korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah di Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan tahun 2024. SYM diduga bersekongkol dengan Kepala Dinas Wahyunoto Lukman dalam proyek senilai Rp75,9 miliar.
Dalam kasus ini, SYM diduga berkolaborasi dengan Kepala DLH Kota Tangsel, Wahyunoto Lukman (WL), untuk mengurus perubahan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) milik PT EPP agar mencakup kegiatan pengelolaan sampah, bukan hanya pengangkutan.
Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna mengungkapkan, DLH Kota Tangsel awalnya membuat pengadaan penyediaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah. Rinciannya, Rp50,7 miliar jasa pengangkutan dan Rp25,2 miliar untuk jasa pengelolaan.
Baca Juga
- Kejati Banten Kembali Teliti Dugaan Korupsi Pengadaan Internet Diskominfo Kabupaten Tangerang
- Dugaan Korupsi Dana Desa, Kejari Geledah Kantor DPMPD Kabupaten Tangerang
“Tersangka SYM telah bersekongkol dengan saudara WL, Kepala Dinas DLH Kota Tangsel mengurus KBLI (klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia) agar PT EPP memiliki KBLI pengelolaan sampah tidak hanya KBLI pengangkutan,” kata Kasi Penkum Kejati Banten Rangga Adekresna, pada Senin, (14/04).
Rangga mengatakan, Tim penyidik menemukan dugaan persekongkolan antara Pemkot Tangsel dan PT EPP. Perusahaan tersebut ternyata tidak melakukan item pekerjaan sesuai dalam kontrak.
“PT EPP tidak memiliki fasilitas, kapasitas dan atau kompetensi sebagai perusahaan yang dapat melakukan pekerjaan pengelolaan sampah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” paparnya.
Persekongkolan lain juga diduga dilakukan dengan membentuk CV Bank Sampah Induk Rumpintama (BSIR) sebelum kontrak pengelolaan sampah dibuat. Antara tersangka SYM, Kadis DLH dan Direktur BSIR Agus Syamsudin menyepakati bahwa CV BSIR sebagai pendukung kegiatan pengelolaan sampah. Wahyunoto juga menempatkan penjaga kebunnya, yaitu Sulaiman, sebagai direktur operasional CV BSIR.
Dalam pelaksanaan kontrak pengelolaan dan pengangkutan sampah Tangsel, PT EPP tidak melakukan pengelolaan sampah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Padahal perusahaan tersebut telah mendapatkan pembayaran dari kontrak senilai Rp 75,9 miliar.
“Dalam melaksanakan pengangkutan sampah, PT EPP ternyata tidak melakukan distribusi sebagian besar sampah ke lokasi yang sesuai dengan kriteria Tempat Pemrosesan Akhir atau TPA sebagaimana ketentuan yang berlaku,” paparnya.
Dalam praktiknya, PT EPP juga tidak mendistribusikan sebagian besar sampah ke lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sesuai ketentuan. Selain itu, pekerjaan pengelolaan dan pengangkutan dialihkan ke sejumlah pihak lain seperti PT OKE, PT BKO, PT MSR, PT WWT, PT ADH, PT SKS, dan CV BSIR.
Perbuatan tersangka ini melanggar pasal Pasal 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Tim Pidsus kemudian menahan tersangka di Rutan Kelas IIB Serang.
“Tersangka SYM dilakukan penahanan oleh penyidik untuk 20 hari ke depan,” tuturnya.
Sementara, untuk Kepala Dinas DLH Kota Tangsel belum ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik masih mendalami peran kepala dinas namun sudah diperiksa sebagai saksi.
“Sementara belum, masih diperiksa masih mendalami perkara tersebut, WL sudah diperiksa sebagai saksi,” paparnya.
Hingga kini, tim penyidik juga masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari kantor akuntan publik.
“Saat ini tim masih menunggu hasil penghitungan KAP,” tambahnya. |Fjr