Oleh: Riki Ade Suryana*
IKATAN Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) telah berdiri sejak 24 Februari 1954. Bertepatan 20 Jumadil Akhir 1373 Hijriah, di Semarang. Pendirinya Prof. Dr. KH. M. Tolchah Mansoer.
IPNU sebagai wadah pelajar, remaja, dan mahasiswa sudah selayaknya menjadi garda terdepan. Terutama dalam menyuarakan dan mendukung penuh serta mengikuti ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah An-Nahdliyah. Membela kepentingan bangsa, negara, dan kesejahteraan rakyat.
IPNU banyak melahirkan kader intelektual. Tercerahkan pemikirannya untuk membentangkan sayap dakwah Nahdlatul Ulama. Bahkan menjadi pengurus inti di organisasi lain.
Baca Juga
Namun, ada juga kader yang hanya sebatas anggota. Belum mampu memahami apa yang dijalankan, dilakukan, apa gunanya, sertamanfaatnya.
Terkadang, kita sering membicarakan tentang manfaat berorganisasi. Namun, apakah seorang kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama benar-benar menacarinya? Atau hanya ikut-ikutan.
Bukankah pertanyaan yang benar adalah bagaimana kita menjadi seorang kader yang bermanfaat? Bukan apa manfaatnya.
Pertanyaan di atas bisa mewakili seluruh kader. Terutama yang telah berkomitmen saat melakukan tahapan MAKESTA. Semoga tidak lupa akan komitmen dahulu, saat diberi kepercayaan dan kehormatan sebagai kader IPNU.
Memang benar menjadi kader Nahdlatul Ulama itu berat. Terlebih bagi yang tidak memahami maksud dan tujuan dari sebuah oragnisasi. Selalu bicara untung dan rugi. Padagal ada yang lebih dari itu: keberkahan dan kebermanfaatan.
Sudah banyak creative minority guna membangun keahlian kader. Juga sebagai bahan perenungan kader dalam memahami apa yang bisa dilakukan demi kebermanfaatan bersama.
Creative minority bisa sebagai pendorong dan alat bantu kader dalam mencapai kebermanfaatan sebagai kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Melalui serangkaian kegiatan dan action.
Namun, apakah setelah mengikuti pelatihan mampu mengimplementasikan? Atau hanya sebagai unjuk diri dan bangga telah mengikuti kegiatan IPNU.
Tanpa ada kontribusi dan pemahaman yang di lakukan, saya rasa itu semua seperti menaiki kepala Ikatan dan berak di atas kepala Ikatan, lantas kader seperti apa aku ini?.
Menjadi kader IPNU bukanlah sebagai kebanggaan, tetapi menjadi kehormatan. Sebab telah dipercayai dan siap untuk membentangkan sayap dakwah Nahdlatul Ulama.
Banyak pertanyaan yang sama diucapkan, apa yang telah kamu berikan kepada IPNU? Jawabnya beragam, yang pasti jawabannya adalah belum memberikan apapun.
Lantas apa yang IPNU harapkan? Pertanyaan ini sempat penulis lontarkan kepada salah seorang senior. “Sebenarnya ia tidak meminta apapun, hanya bentuk nama, keinginan IPNU itu ada pada kadernya sendiri,” jawabnya.
Kita mafhum, IPNU hanya sebagai organisasi. Namun, bisa menjadi laboratorium kepemimpinan kaum pelajar. Itu kembali pada setiap kader. Menjadi biasa atau luar biasa
*Penulis adalah Aktivis Tangerang. Kini dipercaya sebagai Ketua IPNU Sepatan.