DESA di Indonesia sudahkah berdaulat? Mungkin pertanyaan ini menjadi hal menarik yang harus dapat kita diskusikan selaku yang lahir dan besar di desa.
Sebab tahun ini merupakan tepat 9 tahun sudah lahirnya Undang-Undang Desa. Kita patut bersyukur atas hadirnya undang-undang tersebut yang memiliki semangat untuk menegakkan kedaulatan negara melalui desa.
Dipertegas sesuai amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, mengamanatkan desa yang berdaulat ialah desa yang sudah berdaulat secara kewenangan, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Baca Juga
- Generasi Muda, Kepemimpinan Nasional, dan Feodalisme
- Konsep Sosiologi Islam dan Ideologi Dunia, Sebuah Telaah Kritis
Kedaulatan ini tidak boleh hanya menjadi kata penghias dalam sebuah undang-undang, sebab sesuatu yang sudah diamanatkan maka harus dijalankan oleh perangkat yang menjalankan. Dalam hal ini ialah pemerintah desa dengan di dalamnya terdapat kepala desa yang dibantu oleh perangkat desa.
Sudah 9 tahun berjalannya Undang-Undang Desa masih banyak kekurangan pada pelaksanannya. Terutama dalam pembangunan yang di mana desa diharapkan dapat menjadi salah satu upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat desa.
Hal ini selaras dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Desa Seluruh Indonesia pada tahun 2021. Disebutkan pengeluaran terbesar berada di belanja bidang penyelenggaraan pemerintah desa dengan total Rp40.934.194.387 dan untuk belanja bidang pelaksanaan pembangunan desa sebesar Rp39.491.531.423.
Data tersebut menunjukan pembangunan desa menjadi prioritas kedua bagi seluruh desa di Indonesia. Hal ini tidaklah selaras dengan Undang-Undang Desa No 6 Tahun 2014 pasal 74 yakni belanja desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sesuai dengan kesepakatan musyawarah desa. Secara sederhana dapat dikatakan pelaksanaan Undang-Undang Desa belum maksimal.
Akibat pelaksanaan Undang-Undang Desa yang belum maksimal, membuat diri saya ingin menuangkan pemikiran tentang penyelenggaraan pemerintah desa dalam bentuk opini tulisan.
Saya teringat kepada kutipan Bung Hatta dalam buku Demokrasi Kita yang menjelaskan desa merupakan sistem pemerintah yang sempurna, sebab semua struktur ada di sana. Mulai dari eksekutif, legislatif, badan usaha, dan pelaksanaan musyawarah. Maka sudah seharusnya desa itu berdaulat.
Secara sederhana, desa dapat mewujudkan daulat ekonomi dengan mengembangkan BUMDes sehingga menjadi sumber pendapatan bagi desa itu sendiri. Tetapi hal ini kurang dilirik saat ini, sebab daya kreativitas untuk mengembangkan BUMDes dapat menjadi motor terciptanya daulat ekonomi sudahlah hilang.
Hari ini desa lebih bergantung kepada dana desa. Sungguh ironi, hal ini dapat diafirmasi oleh pernyataan Bapak Surya Wijaya selaku Ketua APDESI pada saat peringatan 9 tahun Undang-Undang Desa. Beliau meminta dana desa ditingkatkan dengan mengalokasikan 10% APBN untuk dana desa.
Memperkuat data dan kalimat di atas bahwa daulat desa masih hanya jargon semata. Dan desa lebih bergantung kepada dana desa yang pada praktiknya lebih banyak dianggarkan untuk keperluan belanja bidang penyelenggaraan pemerintah desa dibandingkan dengan belanja bidang pelaksanaan pembangunan desa.
Sehingga pada akhirnya ada dua permasalahan inti dalam pemerintahan desa hari ini:
Pertama, minimnya kreatifitas desa dalam mengembangkan sektor ekonomi untuk mewujudkan daulat ekonomi bagi masyarakat desa. Sehingga bergantung kepada dana desa yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Kedua, pengalokasian belanja dana desa untuk pembangunan masih belum menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, 9 tahun Undang-Undang Desa bukanlah waktu yang singkat.
Pelaksanaan Undang-Undang Desa bukan hanya tentang angka semata. Melainkan tentang bagaimana desa dapat mengkonversi angka tersebut menjadi sebuah hal-hal kreatif dengan sepenuhnya. Terutama untuk mewujudkan daulat desa dan mensejahterakan masyarakat desa.
Daulat Desaku, Daulat Indonesiaku!
Ditulis oleh: Muhamad Harikal Ramadhan Pohan. Mahasiswa Pascasarjana FIKOM UNPAD.
1,340 kali dilihat, 2 kali dilihat hari ini