spot_img

Urgensi Pelaksanaan Pilkades

Foto: Ilustrasi Pilkades (Istimewa).

Oleh: Aditya Hidayatulloh*

SECARA prinsip pelaksanaan Pilkades merupakan momentum pesta demokrasi rakyat 6 tahunan. Diselenggarakan dalam rangka melanjutkan kepemimpinan lingkup desa untuk periode selanjutnya.

Pelaksanaan Pilkades tentu sangat penting. Terutama untuk menjamin berjalannya proses pemerintahan desa agar roda pemerintahan tidak terputus.

Ada hal yang tidak biasa dari pelaksanaan Pilkades 2021, dilaksanakan saat pandemi Covid-19. Meski pada awalnya pelaksanaan Pilkades serentak ini menimbulkan polemik, tetapi, penulis sepakat Kabupaten Tangerang untuk tetap melaksanakan hajat 5 tahunan ini.

Di satu sisi kesehatan dan keselamatan rakyat tentu sangat penting untuk dilindungi. Namun, disisi lain, pelaksanaan roda pemerintahan juga sangat penting untuk menjamin tidak hanya kepentingan politik dan pemerintahan, tetapi lebih jauh lagi menjamin kepentingan umum.

Baca Juga

Pilkades serentak 2021 sempat tertunda dari rencana awal tanggal 04 Juli 2021 dikarenakan terjadi lonjakan kasus Covid-19. Berdasarkan rapat Forkompinda penyelenggaraan Pilkades ditunda menjadi 18 Juli 2021 yang kemudian ditunda lagi menjadi tanggal 8 Agustus 2021.

Penyelenggaraan Pilkades di tengah pandemi memang sempat menimbulkan kekhawatiran. Alasannya, pertama terkait dengan perlindungan hak kesehatan masyarakat dikhawatirkan menimbulkan banyak kerumunan.

Kedua terkait dengan tingkat partisipasi dikhawatirkan akan menurunkan tingkat partisipasi pemilih. Pilkades bagi masyarakat merupakan sebuah pesta, sehingga para peserta dan masyarakat harus merayakannya.

Harus diakui, penyebaran virus Corona di Indonesia terus meningkat. Bahkan di Kabupaten Tangerang sendiri kasusnya kembali melonjak sehingga memasuki zona merah. Berbagai macam tata cara telah dilakukan pemerintah guna kembali dalam kehidupan yang normal.

Santer terdengar pemberitaan bahwa pemerintah justru akan menggelar pesta demokrasi, yakni Pilkades serentak. Rencananya akan dilaksanakan serentak di 77 desa pada 8 Agustus mendatang.

Dapat diketahui dan diingat bersama ada istilah latin yang berbunyi Solus Populi Suprema Lex Esto atau Salus Populi Suprema Esto, bermakna keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Kebanyakan masyarakat takut dengan penyelenggaraan pemilihan kepala desa di tengah pandemi Covid-19, barangkali Anda termasuk salah satunya. Boleh jadi ketakutan tersebut tidak didasarkan pada landasan yang kuat.

Urgensi menggelar Pilkades di tengah pandemi, apa sih pentingnya Pilkades di saat mereka harus berjuang melawan Corona ini? Bukankah sekarang lebih penting bagaimana virus Corona segera hilang dari muka bumi. Tak kalah penting, masyarakat kecil bisa kembali bekerja untuk mengisi perut yang telah dikencangkan ikat pinggangnya beberapa bulan ini.

Foto: Aditya Hidayatulloh.

Seolah-olah bertentangan dengan logika. Namun mari kita membuka cakrawala lebih jauh. Urusan menunda atau tetap menggelar Pemilu di tengah pandemi di berbagai negara pun beragam.

Sebanyak 30 negara tetap menyelenggarakan Pemilu sesuai jadwal di tahun 2020. Misalnya Jerman, Perancis, Korea Selatan. Ada yang menunda di tahun depan antara lain Paraguay, Inggris, Kanada.

Maknanya, keputusan Pemda untuk menggeser pelaksanaan Pilkades tetap di tahun ini memiliki rujukan. Namun tentu bukan hanya itu argumentasi utamanya. Argumentasi utama tentu saja soal menjaga kesinambungan demokrasi.

Dalam sistem presidensial, termasuk pada pemerintahan lokal, secara konstitusi jabatan kepala desa berlaku prinsip fix term alias telah ditetapkan masa jabatannya. Menunda Pilkades bisa menimbulkan konflik politik yang kontraproduktif dalam situasi penanganan Covid-19.

Ketidakpastian hukum dan politik akan terjadi. Penundaan Pemilu dengan alasan pandemi justru berpotensi mengebiri demokrasi. Implikasinya jelas, instabilitas politik di tengah pandemi jadi taruhan, kecurigaan, bahkan ketidakpercayaan pada pemerintah akan meningkat.

Pelaksanaan Pilkades bukan semata kemauan beberapa pihak, tetapi melihat urgensi. Menggelar Pilkades di tengah pandemi juga dapat menjadi pengalaman baru bagi penyelenggara. Publik tidak perlu ragu, penyelenggara Pemilu di Indonesia umumnya sudah berpengalaman yang seringkali sistem dan aturan mainnya berubah.

Lah bagimana, Undang-undang Pemilu dan Pilkada saja sering berubah-ubah kok, baik diubah oleh DPR, di judicial review di MK, ataupun tiba-tiba ada Perppu dari pemerintah.

Masyarakat atau pemilih di Indonesia karakteristiknya mudah menerima perubahan sistem dan cenderung manut. Lihat saja perilaku pemilih pada Pemilu Orde Baru maupun di era reformasi yang berubah-ubah aturan mainnya.

Misalnya, Pemilu serentak 5 kotak, sistem tertutup kemudian terbuka, dan macam-macam sistem Pemilu sudah pernah dicoba dan pemilihnya cenderung mudah beradaptasi.

Baca Juga

Efektivitas pemerintahan di era new normal, suka tidak suka, mau tidak mau “terpaksa” kita pilih karena tidak ada satu pun ilmuwan, peneliti, maupun lembaga yang memastikan kapan pandemi Covid-19 berakhir.

Untuk mengindari ketidakpastian yang tiada ujungnya, Pilkades bisa terus ditunda dari awalnya 4 Juli, kemudian 18 Juli 2021 dan seterusnya. Jika Pilkades ditunda terus maka tidak akan ada kepastian penyelenggaraannya.

Banyak pengamat yang menilai Pilkades di tengah pandemi akan menguntungkan petahana? Tidak juga.

Pilkades di tengah pandemi ini bisa jadi soal ujian akhir kompetensi kepemimpinan kepala desa. Bagi pemimpin yang sukses menangani krisis pandemi Covid-19 ini baik mengelola bansos, membuat sistem manajemen kesehatan dan kerja keras turun ke lapangan, memastikan kesehatan warga dan keseimbangan ekonomi terjaga, bisa menjadi poin plus. Sebaliknya, jika gagal, bisa jadi pemilih akan menghukum petahana dengan tidak memilihnya kembali.

Ke depannya pemerintah termasuk Pemda fokus pada recovery ekonomi, bila masih berfokus pada politik dengan menggelar Pilkades, maka recovery ekonomi tidak akan maksimal.

Begitu pula dengan anggaran penyelenggaraan Pilkades jika ditunda akan menjadi beban berat bagi ruang fiskal Pemda yang sedang bekerja keras memulihkan ekonomi. Mau-tidak mau, suka-tidak suka, enak-tidak enak, kita harus legawa untuk berikhtiar menggelar Pilkades di tengah pandemi.

Bergandengan tangan saat ini, sangat penting bagi semua pemangku kepentingan. Baik penyelenggara Pilkades, masyarakat, dan pemerintah, untuk bergandengan tangan, bersama-sama melindungi kesehatan publik sekaligus menjaga demokrasi.

Keyakinan bahwa Pemilu adalah instrumen penting untuk memperkuat demokrasi sekaligus menegakkan kepastian hukum perlu digaungkan. Bila antar pemangku kepentingan masih saling “ngotot” menunda atau melanjutkan Pilkades, akan memicu keraguan bagi pemilih dan ketidakpercayaan terhadap penyelenggara Pemilu.

Problem kesehatan publik dan menjaga demokrasi, dua-duanya tidak akan terpecahkan, yang ada hanya saling adu kuat argumentasi mendukung atau menolak Pilkades.

Penyelenggara Pemilu, pemerintah, dan peserta Pilkades, maupun masyarakat sipil, secara kolektif sudah harus selangkah lebih maju membahas mengantisipasi potensi permasalahan yang akan terjadi. Pilkades yang demokratis, aman dan sehat harus kita wujudkan bersama-sama.

Kesetaraan kompetisi antarkandidat, pemenuhan hak pilih dan penyelenggara Pilkades dengan protokol kesehatan yang ketat harus kita jaga. Jangan sampai, habis Pilkades terbitlah cluster Pilkades jika protokol kesehatan diabaikan.

*Penulis adalah pegiat literasi.

Loading

VINUS TV

BERITA TERBARU

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERPOPULER

IKLAN

spot_img

BERITA TERKAIT

IKLAN

spot_img

SEPUTAR BANTEN

IKLAN

spot_img

SEPUTAR DESA

Masyarakat Pasir Bolang Demo Alfamart