spot_img
spot_img

Siapakah Pahlawan Pemilu Yang Sesungguhnya?

Penulis: Endi Biaro*

JIKA ukuran kepahlawanan adalah pengorbanan, kesetiaan, dan kemampuan menanggung beban derita (dalam tugas mulia), maka pahlawan Pemilu adalah KPPS, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara.

Di Pemilu 2019, lima ratusan lebih petugas KPPS perlaya. Ribuan yang sakit. Dan mungkin ratusan ribu lainnya trauma.

Pengorbanan mereka tiada tanding, jika dibanding penyelenggara lain di atasnya. Tak pernah kita dengar PPK atau Komisioner KPU yang wafat dalam tugas.

Beban kerja KPPS maha hebat. Nyaris 2×24 jam bekerja.

Baca Juga

Sehari sebelum pemungutan suara, mereka harus menyiapkan lokasi TPS. Lalu memastikan logistik Tungsura (alat perlengkapan di TPS) tersedia. Kadang barang-barang penting itu datang telat, jelang pagi baru ada. Letih dan pegal.

Lalu saat Hari H Pemilu, sedari pagi bersiap memulai. Terus berlanjut ke pemungutan, kemudian ke penghitungan.

Di sinilah derita hebat bermula. Menghitung manual di lembar C1 Plano (lembaran lebar di tempel di tembok) bisa berjam-jam. Karena ada lima jenis suara yang wajib dicatat (Capres, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD). Energi dan emosi terkuras.

Tak selesai di situ, sebab puncak kelelahan (yang menjadi sebab banyak kematian) adalah: menyalin C1 Berita Acara dan Sertifikat Hasil. Jumlahnya belasan. Lebih lagi jika saksi banyak yang hadir, maka pencatatan lembar salinan bisa bertumpuk-tumpuk.

Malapetaka ini mengerikan. Penelitian dari Fakultas Kedokteran UGM menemukan bahwa banyak korban berjatuhan di jam-jam genting ini. Rata-rata, penghitungan selesai jam 11 malam. Lalu penyalinan C1 dimulai saat itu juga.

Semua manusia normal, sejatinya, tak akan sanggup menadah risiko berat ini. Tapi tugas kepemiluan tetap mereka laksanakan.

Di titik ini, ciri ketiga kepahlawanan, yakni komitmen dan dedikasi, sudah terpenuhi (oleh para Petugas KPPS).

Padahal imbal balik yang mereka terima, tak seujung kuku dari honor penyelenggara level atas. Tak juga ada dukungan kesekretariatan. Minus bonus apalagi fasilitas mobil mewah.

Sisi menyedihkan lain, apresiasi terhadap etos juang KPPS nyaris sunyi.

Sebaliknya malah. Aneka tuduhan, kecurigaan, sengketa, gugatan, dan serangan, kerap tertuding langsung ke mereka.

Bila ada masalah, tudingan datang beruntun. Caleg yang keok, menuding ada kecurangan di TPS. Jika banyak kesalahan proses, maka KPPS jadi sasaran (tak mengerti kerja atau SDM kurang layak). Bahkan di dalam UU Pemilu, salah satu subjek hukum yang bisa terkena pasal pidana Pemilu adalah KPPS.

Jalan tajam KPPS makin menyeramkan manakala harus ada PSU (Pemungutan Suara Ulang), karena aroma konflik plus ketidakberesan meletup kuat. PSU terjadi karena ada temuan (terbukti) kesalahan prosedur (administratif).

Tak semua sesungguhnya bersumber dari KPPS. Kebanyakan malah mainan pihak luar. Beberapa riset di Jurnal KPU menyebut, PSU lebih sering bersumber dari faktor eksternal.

Semisal pemilih nakal yang lebih dari satu kali mencoblos. Mobilisasi pemilih. Atau pemilih tak memenuhi syarat, yang memaksa menggunakan suara. KPPS sering kerepotan oleh tabiat culas ini. Faktor lain penyebab PSU, ya karena logistik tak datang tepat waktu.

Malapetaka akut ini, akankah terulang di 2024? Mestinya tidak.

KPU RI teramat serius mencari solusi agar kerja-kerja KPPS lebih ringkas, cepat, dan tak terlalu melelahkan.

Jalan ke luar cerdas sudah didesain KPU, dan menyasar langsung ke jantung persoalan: yakni desain surat suara sederhana (cukup satu lembar), desain C1 Plano yang juga sederhana, serta menerapkan teknologi Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi Suara).

Jika saja usulan KPU RI diterima DPR RI, bisa dipastikan proses lama dan melelahkan di TPS teratasi.

Sebab, KPU mampu mendesain kertas suara hanya selembar, dan ini mempercepat pemungutan suara, serta memudahkan penghitungan suara. Begitu juga lembar C1 Plano, akan mudah dan cepat diisi, jika kertas suara hanya selembar.

Terakhir, penggunaan Sirekap. Yakni aplikasi yang dipasang di HP salah satu petugas KPPS, yang memotret langsung lembar C1 Plano, dan tak perlu menulis ulang C1 salinan berlembar-lembar.

Sayangnya, usulan kreatif KPU ini mentah. Ditolak DPR RI. Salah satu yang berpeluang digunakan adalah Sirekap, karena cukup sukses dipakai di Pilkada 2020. Semoga.

Ditulis oleh: Endi Biaro, Penulis Buku Demokrasi Dalam Kardus, Kontroversi Pemilu 2024.

Loading

VINUS TV

BERITA TERBARU

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERPOPULER

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT

Data Bersih, Pilkada Rapih

Data Raksasa di Pilkada, No Drama!

Melawan Perang Dusta di Pilkada

KPU, Putusan MK, dan Gerakan Mahasiswa

IKLAN

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

SEPUTAR BANTEN

IKLAN

spot_img
spot_img
spot_img

SEPUTAR DESA

Masyarakat Pasir Bolang Demo Alfamart