
Oleh: Budi Sabarudin
Pak Ma’sum (alm), Budi Rahayu Tamsyah dan Ferry Curtis
Jujur saja, membicarakan kampung saya, Desa Wanayasa, tak akan ada habis-habisnya. Wanayasa itu bagaikan air laut. Banyak kisah, mitos, dan cerita hebat, menarik dan inpiratif di dalamnya.
Masyarakat Wanayasa dikenal religius dan masih memegang kuat nilai-nilai tata krama. Waktu tempuh menuju Wanayasa dari arah Bandung hanya dua jam, dari arah Purwakarta hanya 30 menit.
Wanayasa dihiasi Gunung Burangrang, sebuah gunung yang sangat keren dan mistis. Selain itu juga ada makam petilasan tokoh legendaris penyebar agama Islam pada Abad ke-17, Syahbandar.
Wanayasa juga memiliki danau yang besar di pinggir jalan. Orang-orang setempat menyebutnya Situ Wanayasa. Walau masih sangat sakral, namun situ ini sudah dibuka menjadi objek wisata oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta.
Selain itu, ada pula hamparan dan petak-petak sawah yang luas dan puitis, kebun-kebun dengan berbagai pepohonan. Salah satunya pohon manggis yang sejak dulu jadi unggulan produk pertanian Wanayasa.
Tak hanya itu, Wanayasa juga memiliki kuliner yang sangat dahsyat lezatnya, yakni Sate Maranggi. Ada sate Maranggi Mang Asih, ada sate Maranggi Garokgek dan ada Sate Maranggi Sumurugul.
Sekarang, Wanayasa sudah banyak mengalami perubahan. Tetapi kalau Anda bukan orang Wanayasa, lalu datang ke Wanayasa, jangan salahkan jika suatu saat rindu berat ingin ke Wanayasa lagi.
Orang-orang Hebat
Dalam dunia olahraga seperti pencak silat, Wanayasa memiliki “jawara-jawara” keren. Pada zaman saya masih SD ada sosok Kang Maman yang rajin betul melatih anak-anak pencak silat pada malam hari, sambil diiringi pukulan kendang pencak yang menghentak.
Sementara itu dalam sepakbola ada tokoh yang sangat legendaris, yakni kakak saya, Endang Darmatin. Dulu, kakak saya bermain di klub Perserikatan bernama Warna Agung bersama Ronny Patinasarani, Ronny Paslah, Rully Nere, Simson Rumah Pasal, dan lain-lain.
Selain kakak saya, ada pula pesepakbola nasional Wanayasa yang sangat dahsyat sekali, popularitas dan menjadi panutan atau idola anak-anak, siapa lagi kalau bukan Eka Santika. Mantan pemain Persib itu, kalau ditelusuri katanya masih saudara saya.
Di bidang budaya ada Ayi Sukmasarakan yang sangat konsen mengembangkan dunia seni di masyarakat, khususnya teater kepada generasi muda. Ayi adalah sosok seniman yang sangat militan dan sudah melahirkan banyak karyanya di bidang teater.
Dang Iwan juga layak disebut sebagai orang hebat Wanayasa. Seniman musik ini sudah banyak tampil di TVRI pada zamannya. Ia sudah biasa mengiringi artis-arti yang sudah punya nama besar.
Selain itu ada pula Iman Ulle. Musisi lulusan ISBI Bandung ini juga punya kelas dan jam terbang tinggi di bidang musik. Iman Ulle juga sudah melahirkan banyak lagu, temasuk lagu pop Sunda.
Penghargaan untuk Tiga Tokoh Literasi
Di Wanayasa ada tokoh-tokoh yang hebat khususnya di bidang literasi. Saya sebut paling pertama adalah Pak Ma’sum. Di jaman saya kecil, rasanya memang tidak ada tokoh seperti Pak Ma’sum. Beliau mengenalkan literasi kepada kami.
Pada pagi, siang, sore dan bahkan malam hari, rumah Pak Ma’sum sudah menjadi RUMAH LITERASI bagi kami. Kami biasa membaca buku, majalah, koran dan komik di rumahnya.
Tokoh yang sangat hebat yang lainnya adalah Budi Rahayu Tamsyah. Di kampung kami, siapa yang tidak kenal dengan sastrawan sunda Budi Rahayu Tamsyah atau yang lebih akrab disebut Kang Adud.
Pada waktu saya masih SD, Kang Adud sudah banyak menulis cerita pendek dan tulisan lainnya di majalah Mangle. Pada saat itu pula, ternyata Pak Ma’sum berlangganan majalah tersebut, sehingga kami sudah biasa membaca karya-karya beliau.
Karya Kang Adud yang sangat fenomenal kalau tidak salah judulnya “Si Jago” dan sudah mendapat penghargaan sastra di Bandung. Kang Adud juga yang mengenalkan pertama kalinya kepada anak-anak di kampung kami tentang literasi media dan sastra.
Selanjutnya orang yang juga sangat hebat adalah Ferry Curtis. Saya sebut hebat bukan lantaran dia adik saya. Tapi karya-karya Ferry memang hebat. Ia satu-satunya musisi literasi nasional.
Ferry juga sudah mendapatkan penghargaan dari Perpustakaan Nasional sebagai musisi yang peduli literasi. Ia juga sudah banyak menciptakan lagu-lagu literasi seperti “Mari Membaca”.
Lagu-lagu literasi Ferry Curtis sudah direkam dalam CD, yakni lagu “Mari Membaca”, “Ke Pustaka”, “Buku Sahabatku” dan “Jangan Berhenti Membaca”. Lagu-lagu itu sudah banyak dinyanyikan di perpusatakaan-perpustakaan di seluruh Indonesia.
Nah, sebagai orang Wanayasa, saya mengggas penghargaan untuk TiGA TOKOH LITERASI WANAYASA, Pak Ma’sum, Budi Rahayu Tamsyah, dan Ferry Curtis. Semoga tulisan ini menginspriasi tokoh-tokoh dan pengambil kebijakan Wanayasa untuk memberikan penghargaan kepada mereka atas dedikasinya di bidang literasi.
Budi Sabarudin adalah Jurnalis, Cerpenis, dan Pendongeng Keliling Nusantara