
TANGERANG | Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Tangerang mencatat, sampai bulan Juni 2024 sudah ada 186 kasus kekerasan terjadi terhadap perempuan dan anak.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Publik yang digelar oleh Korps PMII Putri (KOPRI) Kabupaten Tangerang dengan tema “Menghadapi Epidemi Pelecehan Seksual Di Institusi Akademik dan Non-Akademik” bertempat di Upnormal Caffee, Cikupa pada Minggu, (03/11).
Dalam sambutannya, Ketua KOPRI PMII Kabupaten Tangerang Ermawati mengatakan, kegiatan diskusi publik ini sebagai bentuk perlawanan dari kaum perempuan terhadap tingginya angka kasus pelecehan atau kejahatan seksual.
Baca Juga
- Peringati Hari Perempuan Internasional, Kopri PMII Banten Selenggarakan Seminar
- Perdana, PMII Kabupaten Tangerang Selenggarakan Konfercab
“Nyatanya, perempuan dan anak lebih banyak menjadi korban. Namun banyak yang tidak berani speak dan lebih memilih diam serta mengalami depresi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Erma menuturkan, perlu adanya upaya untuk mengatasi masalah kekerasan seksual di institusi akademik maupun non akademik.
Selain itu, kata Erma, harus dipastikan di institusi pendidikan dan keluarga dapat menjadi lingkungan yang aman dari kejahatan tersebut.
“Melalui diskusi ini saya harap dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap kekerasan seksual, serta memberikan pengetahuan untuk mencegah dan menghadapi perilaku tersebut,” ujarnya.
Dalam paparannya, Diana Mutiah, selaku Ketua KOPRI PB PMII 1994-1997, menyampaikan masih banyak perempuan, khususnya anak-anak yang tidak menyadari dirinya mengalami pelecehan seksual.
Menurutnya, perlu adanya sosialisasi kepada anak-anak dari tingkat Sekolah Dasar (SD), karena banyak sekali anak-anak SD yang juga mengalami pelecehan.
Masih kata Diana Mutiah, ini yang menjadi target pendampingan untuk memberikan edukasi pencegahan kepada mereka yang belum mengerti tentang bagian area tubuh mana yang boleh dipegang dan tidak boleh oleh orang lain, ayah, hingga kakek.
“Area yang boleh dipegang itu dari pundak ke atas, dan dari lutut kebawah. Dari area pundak kebawah dan lutut keatas itu tidak boleh,” paparnya.
Hal senada disampaikan Heni Nurhasanah, selaku KTU UPTD PPA DP3A Kabupaten Tangerang, bahwa kasus kekerasan seksual ibaratkan gunung es, yang terlihat hanya sedikit ujungnya.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa angka kekerasan seksual yang tercatat saat ini kemungkinan tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
“Sampai detik ini yang masuk ke kami hanya 186, padahal kemungkinan kasus kekerasan seksual di Kabupaten Tangerang lebih dari itu,” tuturnya.
Oleh karena itu, Heni mengapresiasi adanya kegiatan diskusi publik yang diinisiasi oleh KOPRI. Dia berharap para peserta diskusi yang hadir dapat menyebarkan pengetahuan yang didapat kepada keluarga dan orang-orang terdekat mereka.
“Kami harap para penyintas dapat berani untuk speak up. Tak hanya penyintas, namun anak-anak muda yang peduli dengan isu seputar kekerasan seksual ini juga diharapkan berani untuk speak up dan memperjuangkannya,” tegasnya.
Kasat Reskrim Polres Kota Tangerang, Kompol Arief Nazarudin Yusuf diwakili Kanit PPA, Iptu Ganda Sihombing mengimbau masyarakat, khususnya yang menjadi korban kekerasan seksual jangan takut untuk melapor polisi.
Ia menegaskan bahwa Undang-undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual saat ini dapat menjerat pelaku kejahatan seksual tanpa pandang bulu.
“Kami pun mengingatkan kepada kaum perempuan agar tidak mudah terkena bujuk rayu atau modus yang kerap digunakan para predator seksual dalam menjebak korbannya,” pungkasnya. | Fajar