
8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M, hari lahirnya gerakan Islam modernis di Indonesia. Gerakan ini bernama Muhammadiyah, didirikan di Yogyakarta oleh seorang ulama yaitu Muhammad Darwis. Atau biasa kita kenal K.H. Ahmad Dahlan.
Muhammadiyah, merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Pusat syiar digital Muhammadiyah mencatat, sekitar 65 juta anggota tersebar di dalam negeri dan 1,5 juta anggota di luar negeri.
Tak ayal, Muhammadiyah menjadi incaran partai politik. Karena menjadi salah satu lumbung suara pada pemilu 2024.
Namun, tak mudah untuk menggaet suara warga persyarikatan Muhammadiyah. Hal itu disebabkan oleh kedewasaan warga Muhammadiyah dalam berpolitik.
Baca Juga
Muhammadiyah berpandangan bahwa berpolitik mesti dalam rangka dan demi kepentingan umat dan bangsa, sebagai wujud ibadah kepada Allah dan islah serta ihsan terhadap sesama. Sehingga, tidak mengorbankan kepentingan yang lebih luas demi kepentingan diri sendiri ataupun kelompoknya.
Terkait dengan Pemilu, Muhammadiyah menyatakan bersikap netral namun aktif. Maksudnya, tetap berpartisipasi dalam pesta demokrasi tersebut. Tidak pasif apalagi apatis, sebagai bentuk bermuamalah.
Pada Pemilu 2024, Muhammadiyah juga berpesan dalam menentukan pilihan dengan melihat program-programnya. Tidak hanya melihat personnya saja, dan tetap memberikan ruang untuk
bertoleransi dengan mereka yang aspirasi politiknya berbeda. Tidak bucin (fanatik), tetap mengedepankan rasionalitas dan objektif dalam menentukan.
Agar pemilu 2024 berlangsung dengan Luber Jurdil, dan bermartabat. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sekjen PP Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed.
Selain itu, Muhammadiyah juga mengedukasi kepada seluruh masyarakat melalui Ketua Umumnya yaitu Prof. Dr. K.H. Haedar, M.Si, bahwa mesti ada visi dan misi sekaligus arah moral kebangsaan yang kokoh pada sosok calon pemimpin. Sehingga kontestasi itu tidak bersifat politik kekuasaan semata-mata, semacam who gets what, when and how.
Politik dalam perspektif Muhammadiyah merupakan hal positif, karena lewat politik bisa membangun bangsa dan negara. Lewat politik bisa mewujudkan cita-cita kemerdekaan, lewat politik dakwah pun bisa menjadi rahmatan lil alamin.
Baca Juga
- Anda Sopan Kami Curiga, Jangan-Jangan Calon Kepala Desa
- BLK Kabupaten Tangerang, Program Unggul Tapi Tumpul
Hanya saja dalam sistem politik modern dan Indonesia sudah memilih itu (sistem politik modern), dimana yang memerankan politik elektoral atau politik taktis hanyalah partai politik. Dan apabila ada ormas yang berpolitik, sebenarnya telah mengambil kavlingnya parpol.
Khittah independensi Muhammadiyah sudah ditegaskan sejak tahun 1971, pada saat muktamar ke-38 di Makassar. Muhammadiyah tidak berafiliasi dengan kekuatan politik manapun.
Sikap independen Muhammadiyah juga kembali ditegaskan pada muktamar tahun 1978 di Surabaya. Independen, yang berarti merdeka, tidak bisa dipengaruhi oleh tokoh maupun pejabat.
Lagi pula, pada tahun 1945 Muhammadiyah memiliki pengalaman bergabung dengan partai Masyumi, ketika itu masuk dalam politik taktis. Pada kala itu juga ada harga yang harus dibayar; dakwah dan pendidikan terbengkalai.
Berkaca pada masa itu, membuat Muhammadiyah tidak ingin mengorbankan organisasi hanya untuk kepentingan sesaat.
Muhammadiyah berkomitmen untuk terus istiqomah menggairahkan Islam, sebagai upaya mewujudkan Islam dalam kehidupan melalui dakwah dan amal usaha.
Semata-mata mengajak kepada amru bil ma’ruf, nahyu anil munkar, dan mengajak tu’minuna billah guna terwujudnya khairu ummah.
*Ditulis Oleh: Suryadi. Penulis merupakan Wisudawan ke II Universitas Muhammadiyah Banten. Aktif di Himpunan Mahasiswa Tangerang Barat.