
Oleh: Abdul Haris*
SEBAGAI masyarakat Indonesia yang ingin perubahan tentu pribadi sangat kagum dengan gaya kampanye salah satu paslon Pilpres saat ini, yaitu pasangan Anies-Muhaimin.
Selama ini sejarah politik kita di Indonesia sudah sangat baku dan tak pernah menggugah hati rakyat. Apalagi yang berdampak pada anak muda. Hanya politik drama yang semu.
Kecerdasan anak bangsa tidak diasah melalui proses kampanye yang baik dan menawarkan hasrat komunikasi yang tinggi berdasarkan ilmu-ilmu akademis. Selama ini kita semua terpaku pada kampanye janji-janji atas perut semata. Tidak dengan mengisi otak dengan ilmu pengetahuan.
Kita semua memandang politik 5 tahun sekali ini sebagai ajang perebutan kekuasaan semata. Lalu si pemenang memenuhi janji agar membangun infrastruktur kasat mata.
Baca Juga
Seperti membangun jalan, gedung, sekolahan, dan lain-lain. Tapi kita lupa, membangun jalan pikiran rakyat melalui diskusi-diskusi intens dengan para Paslon.
Kini masa lalu dan gaya kampenye itu telah usang, dan layak dikubur sedalam-dalamnya. Rakyat butuh cara baru yang mengasah otak melalui cara critical thingking (berpikir kritis).
Misalnya dalam gaya kampanye palson nomor urut dua, Prabowo-Gibran. Mereka membranding diri dengan goyangan femoy. Ini memang tidak buruk bagi rakyat, tapi terkesan main-main.
Bagai mana bisa mengurus bangsa dengan cara-cara seperti ini. Apa yang hendak dipetik dari gaya kampanye seperti itu. Bagaiamana rakyat bisa belajar, sementara pemimpin adalah suritauladan?
Sebagai aktivis kita sangat resah dipertontonkan oleh elite politik yang terkesan mendukung gimick politik tidak mencerdaskan bangsa. Akal sehat menolak untuk menerima kenyataan bahwa kualitas calon pemimpin kita sangat buruk sekali.
Kemudian kita beranjak pada paslon nomor urut satu, selain kedudukannya yang jelas juga cara kampanye sangat berbeda dari paslon lain. Mereka sedang mengajarkan bagaimana mengajak masyarakat untuk selalu berpikir kritis tatkala bangsa sedang dalam tidak baik-baik saja saat ini.
Dari mulai ekonomi yang stagnan dirata-rata 5%, kemudian indeks demokrasi yang menurun, disusul koruspi yang merajalela di sepanjang kepemimpinan Presiden Jokowi.
Belum lagi utang yang menumpuk naik 300% dari angka 2,000 triliun awal tahun 2014 mulai kepemimpinan Joko widodo. Sekadar info, utang Negara RI hingga saat ini 8,000 triliun lebih.
Jika semua rakyat cerdas degan melihat gaya kampanye Anies-Muhaimin yang sangat mendukung negara untuk lebih berkembang dari sisi demokrasinya, tentu rakyat tidak sulit untuk menentukan pilihan.
Sebab antara calon pemimpin dengan rakyat akar rumput intens berkomunikasi secara langsung. Tidak hanya memberikan pidato semata, tetapi juga bisa berkesempatan mengajukan pertanyaan apapun tanpa difilter.
Gaya kampanye ini yang di namai dengan Desak Anies. Konsepnya sederhana namun dibutuhkan oleh rakyat. Datang ke berbagai daerah membuat sebuah forum terbuka bertemu dengan banyak kalangan masyarakat.
Baik dari pemuda, orang tua, masyarakat menengah sampai masyarakat bawah semua bisa berkesempatan hadir. Bahkan forum bisa diadakan di pasar, agar pedagang bisa langsung bertanya dan bertukar pikiran dengan calon pemimpinnya.
Pribadi melihat cara kampanye ini seperti mengembalikan era Soekarno, Hatta, KH. Agus Salim yang doyan sekali untuk berdiskusi dengan rakyat secara langsung. Karena sejak muda otaknya dilatih dengan banyak membaca dan beradu gagasan di forum-forum nasional maupun internasional.
Tak heran tokoh-tokoh di atas sering dikirim ke sidang PBB sebagai perwakilan Negara. Kemampuan retorika dan diplomasinya tak diragukan lagi.
Kembali pada pokok persoalan, bahwa kita semua ingin mengembalikan bangsa Indonesia pada habitat aslinya, yaitu dibesarkan oleh tokoh-tokoh hebat yang penuh dengan pikiran kritis yang mencerahkan.
Dan tentu kita menginginkan ini semua terus berlanjut hingga anak cucu kita dapat melihat suatu saat nanti, bahwa Indonesia berada pada rel yang benar ketika di tangan pemimpin yang tepat.
*Ditulis oleh: Abdul Haris. Pengurus HMI Badko Jabodetabeka-Banten.
![]()









