
TANGERANG | Puluhan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tigaraksa (Almast) meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang mengkaji ulang rencana pembangunan RSUD Tigaraksa.
Permintaan tersebut menguat saat acara Focus Group Discussion (FGD) dan Urun Rembuk “Membaca Ulang Rencana Pembangunan RSUD Tigaraksa.”
“Aliansi Masyarakat Tigaraksa meminta pemerintah daerah membuka hasil kajian kelayakan penentuan lokasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tigaraksa,” kata Ketua Almast, Endang Lasun saat acara FGD dan Urun Rembuk.
Baca Juga
- Dampak Pembangunan RSUD Tigaraksa, Akses Jalan Warga Tertutup
- Warga Cisoka Demo Bupati, Minta Pemagaran Akses Usaha Dihentikan
Lebih jelas, Endang Lasun merinci beberapa kejanggalan yang kasat mata. Soal Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) misalnya. Beberapa dampak dari bahaya SUTT jelas sekali. Selain itu, persoalan tanah yang berada di bawah permukaan jalan.
Kalau hujan, lanjut Endang, air di sekitar jembatan dekat rencana lokasi RSUD selalu menggenang. Tidak bisa dibayangkan kalau di sampingnya dibangun gedung tinggi. Resapan air akan semakin sedikit, sementara volumenya tambah besar.
Sementara, pengamat lingkungan hidup dan AMDAL Indro Mulyono menjelaskan panjang lebar soal bahaya SUTT. Katanya baik SUTET maupun SUTT itu sama-sama berbahaya dan sama-sama tegangan tinggi.
Indro mengatakan, SUTT berbahaya bagi sekitar. Mulai dari risiko roboh, risiko leukemia, gejala hipersensitivitas, mempengaruhi metabolisme hormon melatonin, rawan kebakaran, sampai risiko terkena sambaran petir.
“Sebaiknya rencana pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dipertimbangkan kembali. Karena melihat beberapa faktor. Terutama di lokasi yang saat ini sudah ditentukan pemerintah daerah,” ujarnya pada Minggu (24/07).
Indro merasa heran, mengapa rumah sakit dibangun di tempat yang berbahaya. Sementara tujuan dari pembangunan rumah sakit itu untuk menyembuhkan orang sakit. Sulit sekali akal sehat menerimanya.
Kata Indro, agar publik tidak curiga, sebaiknya pemerintah daerah membuka hasil studi kelayakan dan master plan rumah sakit. Termasuk lokasi mana saja pembandingnya. Sekaligus menjelaskan mengapa lahan itu yang diputuskan.
Di tempat yang sama, Subandi Musbah, selaku pembicara kedua menyinggung soal keputusan pemerintah daerah terkait penentuan lokasi. Mengapa begitu “ngotot” di lahan tersebut. Padahal ada banyak persoalan.
Sebut saja SUTT, lanjut Subandi Musbah. Selain itu, lokasi tanah yang tidak rata dengan jalan, bahkan jauh di bawah permukaan. Ditambah ada daerah aliran sungai atau kali. Singkatnya, terdapat problem serius di lahan itu.
Subandi merasa heran, ring 1 Tigaraksa kan bukan hanya Kelurahan Tigaraksa. Masih ada Margasari, Kaduagung, Matagara, Sodong, dan Tapos. Mengapa terkesan memaksakan di Kelurahan Tigaraksa. Publik patut curiga.
“Ada banyak sekali lahan luas yang tidak terdapat SUTT, sungai membentang di tengah, dan tanah di bawah permukaan jalan, tapi mengapa memilih yang dampak negatifnya besar,” kata Direktur Visi Nusantara di Rumah Makan Mak Yuni, Tigaraksa.
Subandi memberi saran kepada Almast untuk membuat naskah pembanding, di lokasi lain. Setelah itu disampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang. Termasuk menyampaikan policy brief hasil FGD hari ini.
Subandi menganalisa, terkait SUTT, Pemda akan membantah dengan argumetasi yang seolah-olah logis. Kemungkinan mereka akan bilang, di bawah jalur terlintas SUTT tidak akan dibangun gedung, akan dikosongkan. Pertanyaan kritisnya, untuk apa tanah itu dibeli kalau tidak digunakan. Menghambur-hamburkan uang rakyat saja.
“Selaku orang Tigaraksa, tentu wajib mendukung keberadaan rumah sakit. Namun bukan berarti tanpa catatan. Tidak mendukung buta. Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak” lanjut Subandi.
Pantauan Vinus, FGD dan Urun Rembuk dilaksanakan selama 3 jam. Hadir sekira 65 peserta dari masing-masing Ormas. Diakhiri dengan pernyataan sikap: meminta Pemda mengkaji ulang lokasi RSUD Tigaraksa. | WE