Oleh: Endi Biaro
Ada hadis populer namun kurang bergaung:
Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim (HR. Abu Daud).
Dengan mengucap Bismillah, mari kita tekadkan: berani menggedor penguasa teledor! Moga ini terkategori “Jihadul Haq” (perjuangan yang benar).
Semisal pada penguasa lokal yang abai memberi hak informasi sahih kepada publik, terkait musibah Corona.
Beberapa hari belakangan, lumayan ramai perbincangan di sekitar kita, memperkarakan pemakaman korban Covid 19.
Simpang siur tak ajeg juntrungan. Musababnya patokan informasi terpercaya terasa kurangnya. Kalaupun ada informasi, malah mengundang kontroversi.
Di Desa Buniayu Sukamulya misalnya. Kita hanya bisa bertanya-tanya, seberapa ketat prosedur pemakaman? Bagaimana manajemen risikonya? Tingkat koordinasi dan komunikasi dengan publik seperti apa?
Jangan sampai “pola bagaimana kata Pemda jadi parameter utama”.
Musibah Corona sama sekali bukan urusan sepele. Basis terpenting adalah arus informasi yang akurat dan kuat (bisa dipercaya).
Jika soal “kejelasan informasi” saja berantakan, maka bagaimana dengan yang lain? Yang lebih rumit, mahal, dan butuh keahlian spesifik (misalnya aspek medis dan teknologi kesehatan).
Jangan ragu menagih ini. Kewajiban mendasar penguasa adalah berkata benar. Dan hak rakyat adalah memperoleh informasi sahih. Setumpuk regulasi terang benderang memaparkan urusan ini.
Lagipula, bagi publik, soalan ini paling mudah dikejar. Tanya. Tuntut. Gugat. Sekali-kali kita uji UU kebebasan informasi. Siapa tahu (masih) sakti!
Informasi akurat adalah hutang yang harus dibayar tunai. Penguasa yang menutupi informasi, adalah penguasa yang berhutang.
Penguasa yang memanipulasi informasi adalah pencuri. Karena: penguasa yang berbohong, maka mereka mencuri hak rakyat untuk memperoleh kebenaran.
Semoga Tangerang tidak berhutang.
