spot_img

Jumlah Janda Terus Meningkat, Akankah Ketahanan Keluarga Semakin Kuat?

Foto: Ilustrasi perceraian (istimewa).

Oleh: Erna Ummu Aqilah*

SETIAP keluarga yang telah menikah pastinya mendambakan hidup sakinah mawadah warahmah. Impian hidup bahagia tenang dengan pasangan hingga ajal memisahkan.

Faktanya, impian dan cita-cita tersebut tidaklah mudah untuk diwujudkan. Banyak pasangan yang gagal mengarungi bahtera rumah tangga dan berujung perpisahan.

Seperti yang dilansir dari berbagai media online di penghujung tahun 2023 kemarin, Pengadilan Tinggi Agama Provinsi Banten mencatat, terdapat peningkatan jumlah Janda hingga mencapai angka 19.031 orang.

Gugatan perceraian yang masuk ke Pengadilan Tinggi Agama Provinsi Banten, mencapai angka 21.140 perkara, telah terjadi peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sekitar 18 ribuan perkara.

Baca Juga

Jumlah gugatan didominasi oleh para perempuan (istri) yang mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya, yakni sebanyak 13.721 perkara, sementara gugatan dari pihak suami sebanyak 3.694 perkara.

Jumlah perkara paling tinggi ditemukan di Pengadilan Agama Tigaraksa dengan 7.806 perkara, kemudian Serang 5.905 perkara, Tangerang 3.387 perkara, Pandeglang 1.784 perkara, Rangkasbitung 1.286 perkara dan terakhir Cilegon 973 perkara.

Menurut hasil persidangan, kasus perceraian tersebut dilatar belakangi faktor ekonomi, dan adanya orang ketiga, sehingga menimbulkan perselisihan dan pertengkaran bahkan berujung KDRT.

Di sistem sekuler saat ini, manusia telah jauh dari ajaran agamanya. Sehingga dalam berfikir dan bertingkah laku, tidak lagi bersandar pada halal maupun haram. Mereka hanya mengedepankan kesenangan dan kepuasan saja, sebab menurut sistem sekuler kebahagiaan adalah, ketika berhasil terpenuhinya kebutuhan materi dengan sebaik-baiknya.

Sikap ini sangat berbeda dengan pemikiran Islam, di mana kebahagiaan adalah ketika berhasil di raihnya Ridha Allah SWT. Jadi setiap berfikir ataupun berperilaku selalu bersandar pada aturan yang telah Allah tetapkan. Sehingga bisa mengantarkan pada kebahagiaan dan ketenangan serta ketentraman baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Terus meningkatnya kasus perceraian akibat kesalahan berbagai pihak, baik internal maupun eksternal.

Dari internal, sebagai suami atau istri seharusnya sama-sama memiliki kesadaran akan hak dan tanggung jawab masing-masing. Sikap tanggung jawab harus sudah difahami dari sebelum memutuskan untuk menikah.

Suami berkewajiban memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya. Juga berkewajiban melindungi serta menjaga keluarga dari siksa api neraka. Oleh karenanya seorang suami harus bisa menjadi contoh dan panutan bagi istri dan anak-anaknya, juga harus mampu menyelesaikan masalah yang terjadi, sehingga bila muncul permasalahan tidak sampai membesar dan berlarut-larut. Sikap tegas ini harus benar-benar dimiliki oleh kepala keluarga.

Begitu pula Istri, harus memahami akan kewajiban dan tugas mulia yang akan diembannya, yakni sebagai ibu dan pengurus rumah tangga sekaligus menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Tugas mulia ini tentunya membutuhkan ilmu dan keikhlasan. Sehingga apabila menghadapi masalah dia akan mengembalikan kepada Allah SWT, bukan malah menuntut cerai pada suaminya. Ibu merupakan mahluk yang mulia, sehingga syurga berada di bawah telapak kakinya.

Apabila suami dan istri saling bersinergi, menyanyangi dan taat pada Allah SWT, niscaya anak-anak akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang penuh. Sehingga anak bisa tumbuh dengan bahagia, sehat dan cerdas.

Sementara dari faktor eksternal, perceraian terjadi karena abainya peran masyarakat dan negara.

Masyarakat seharusnya mampu berperan dalam menjaga lingkungan. Tidak acuh dan cuek dengan lingkungan sekitar, lebih simpati dan empati terhadap kejadian apapun. Selalu mengedepankan sikap amal makruf nahi mungkar, sehingga rasa saling percaya dan menjaga satu sama lainnya bisa terwujud.

Peran negara, sudah seharusnya menjadi kewajiban negara untuk menjaga dan melindungi setiap warganya. Negara berkewajiban memastikan setiap individu bisa terpenuhi kebutuhan primernya dengan baik. Oleh karenanya negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi kepala keluarga, agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya anggota keluarganya. Sehingga para istri tidak harus bekerja keras membantu suami untuk mencari nafkah, dan bisa menjalankan kewajiban sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya.

Negara juga berkewajiban memastikan faktor pemicu kerusakan harus benar-benar diperhatikan. Seperti mengatur media sebagai sarana informasi yang mendidik generasi bukan sebaliknya.

Negara juga berkewajiban untuk memastikan seluruh hukum berjalan sebagaimana mestinya, sehingga tidak akan terjadi pelanggaran-pelanggaran.

Negara juga menerapkan sanksi yang tegas kepada pelaku pelanggaran baik terhadap individu, lembaga masyarakat, maupun lingkungan, agar keamanan dan kenyamanan terjaga. Ini semua bisa terwujud jika baik individu, masyarakat, maupun pemimpin negara, benar-benar menerapkan hukum Allah SWT.

Akan tetapi jika masih menerapkan sistem sekuler, justru kerusakan lah yang akan terus terjadi baik dari keluarga maupun negara. Jadi satu-satunya jalan agar sebuah negara kuat, adalah dengan kuatnya bangunan rumah tangga,dan itu membutuhkan kerja sama baik dengan lingkungan maupun negara. Wallahu alam bishshawwab.

Loading

VINUS TV

BERITA TERBARU

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERPOPULER

IKLAN

spot_img

BERITA TERKAIT

Perbaikan Jalan vs Perbaikan Nalar

Ikon Kartini dan Pemanjaan Belanda

Mantra Kepemimpinan Dedi Mulyadi

Jebakan Nostalgia Media Sosial

IKLAN

spot_img

SEPUTAR BANTEN

IKLAN

spot_img

SEPUTAR DESA

Masyarakat Pasir Bolang Demo Alfamart