TANGERANG | Apa yang dialami Nenek Sukarmi (73) sangat memprihatinkan. Hidup seorang diri, tak ada keluarga yang menemani, serta tinggal di rumah tak layak huni.
Warga Kampung Cigereung, Desa Pabuaran, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang itu, merupakan salah satu dari sekian banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Setiap malam, hawa dingin kerap merasuki tubuh Nenek Sukarmi melalui sela-sela dinding rumahnya. Bahkan, di beberapa sisi nampak sudah tidak layak untuk dijadikan sebagai tempat bagi wanita usia lanjut ini.
Baca Juga
- Dinas Desa Kabupaten Tangerang Hadirkan Sistem Ilegal
- Soal Penyelewengan BLT, Lurah Sukamulya Angkat Bicara
Nenek Sukarmi pun mengungkapkan ketakutannya, jika suatu saat rumah yang selama ini Ia tinggali, sewaktu-waktu roboh. Lantaran termakan usia dan rapuh.
“Ya, saya takut roboh, kalau musim hujan pasti ada angin, dan kalau hujan angin saya langsung keluar rumah dan ke masjid, karena takut roboh,” ungkapnya sambil menangis, pada Senin, (30/11).
Abah Asep (78), suami Nenek Sukarmi, sudah 20 tahun meninggal dunia. Anak pertamanya, Neneng (43) sudah hampir 5 tahun tidak pernah menjenguk. Sedangkan anak keduanya, Dede (38), merantau ke daerah Jawa Timur. Sudah 18 tahun tidak ada kabar sampai hari ini.
“Semoga saja kedua anak saya bisa peduli dan melihat kondisi saya saat ini, dan saya bisa bertemu kembali dengan kedua anak saya,” tutur Nenek Sukarmi.
Hidup seorang diri tak membuat Nenek Sukarmi menyerah. Ia tetap tegar menghadapi berbagai cobaan hidup yang silih berganti.
Dari mulai membersihkan rumah hingga pekerjaan lainnya pun dikerjakan seorang diri. Padahal, wanita seusia itu sudah selayaknya menikmati kehidupan dengan tenang dan damai.
Untuk urusan perut, Nenek Sukarmi bahkan bergantung pada belas kasihan dari tetangga sekitar. Nampak satu dua warga tengah memberi sepiring makanan pada wanita paruh baya ini.
Tetangga Nenek Sukarmi, Juanda (37), membenarkan kondisi yang sangat memprihatinkan itu. Sudah seharusnya Nenek Sukarmi mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Tangerang. Atau pun dari para dermawan.
“Betul, nenek Sukarmi tinggal seorang diri sejak suaminya meninggal dunia 20 tahun yang lalu. Kemudian memiliki 2 orang anak Namun, anaknya pun kurang peduli dengan kondisi dan keadaan orang tuanya saat ini,” ungkapnya.
Perlu diketahui, keseharian Nenek Sukarmi ialah keliling kampung mencari botol bekas minuman untuk dijual. Hasil dari penjual botol bekas itu untuk membeli beras, dan lauk pauk untuk di konsumsinya. Namun, jika sedang tidak enak badan (sakit), Nenek Sukarmi hanya bisa mengandalkan belas kasihan para tetangganya.
Sementara itu, Kepala Desa Pabuaran Suhendi mengaku, pihak desa sudah sering mengusahakan untuk melakukan bedah rumah kepada pemerintah daerah. Namun hingga kini pengajuan tersebut belum juga terealisasi.
“Kami sudah mengajukan bantuan bedah rumah, namun hanya di kasih janji tahun depan. Karena angaran tahun ini fokus dialokasikan ke penanganan Covid-19,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Camat Jayanti Yandri Permana menjelaskan, masih banyak sekali kebutuhan untuk bedah rumah. Secara bertahap akan diberikan program bedah rumah melalui pagu kecamatan.
“Semoga tahun depan rumah yang tidak layak huni di kecamatan Jayanti bisa kita bangun secara bertahap, dan semuanya ini harus diajukan dengan proses sistem,” ujarnya.
Dirinya juga akan berupaya meminta kepada beberapa perusahaan yang ada di wilayah Kecamatan Jayanti. Agar menghibahkan dana CSRnya untuk membangun rumah yang layak huni di sekitar Kecamatan Jayanti.
Pantauan dilokasi wilayah, masih banyak masyarakat yang susah dan belum tersetuh bantuan dari pemerintah. Bahkan masih banyak masyarakat Kabupaten Tangerang, dengan hidup serba kekurangan dan kesulitan. Namun pemerintah hanya diam dan tidak ada respon untuk penangananya. |We