
PANDEGLANG | Warga Banten khususnya Pandeglang digegerkan dengan kemunculan kerajaan baru, yakni Kerajaan Angling Dharma.
Selain menjadi perhatian publik, fenomena kemunculan kerajaan di Kampung Salangsari Desa Pandat Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang ini, juga mendapat sorotan pengamat sosial Eko Supriatno.
Kepada Vinus, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial (FHS) Universitas Mathla’ul Anwar ini menyatakan, munculnya kelompok Angling Dharma bukan sesuatu yang baru.
Baca Juga
- Babak Akhir Heboh Kerajaan Angling Darma, Juru Bicara Baginda: Dari Awal Kami Tidak Mengatakan Kerajaan
- Pandemi Sudah Melandai, Aktivis Tangerang Pertanyakan Urgensi Pembentukan Relawan Covid-19
Menurutnya, dari hasil kunjungan dan perbincangan langsung dengan mereka, terungkap bahwa sosok yang tengah viral itu bukanlah seorang raja dari kerajaan Angling Dharma.
“Dari hasil pengakuannya jelas beliau menyatakan bukanlah seorang raja,” ujar Eko pada Jumat, (24/09).
Sehingga, lanjut Eko, dari pengakuan tersebut tidak lagi memerlukan bukti tradisi lisan atau situs sejarah lainnya untuk ditelusuri lebih mendalam terkait fenomena ini.
Menurut Eko, selama ini pemerintah dinilai telah ‘gagap’ dalam melihat persoalan tersebut. Terlebih tidak adanya strategi serta peta jalan kebudayaan untuk menghadapi fenomena seperti ini.
“Perlu dipahami, tugas pemerintah itu mengidentifikasi mana yang terindikasi menyimpang, kriminal, dan mana yang kultural,” ucapnya.
Sedangkan terkait ornamen dan pernak-pernik yang menyerupai kerajaan, mereka mengaku hanya sekadar suka dengan hal-hal berbau kerajaan.

Selain itu, menurut Eko, jika melihat realita, fungsi yang seharusnya ada pada pemerintah, justru dilakukan oleh mereka dengan cara membantu masyarakat yang kurang mampu.
“Fenomena ini merupakan kritik terhadap pemerintah, karena dinilai masih minim terhadap pemenuhan harapan masyarakat,” tuturnya.
Direktur Banten Religion and Culture Center ini pun menyarankan kepada pemerintah agar melihat fenomena ini dengan tidak menggunakan pendekatan keamanan. Terkecuali terbukti melakukan tindakan kriminal.
“Tak perlu pemerintah bersikap reaktif dengan penegakan hukum seperti melakukan penangkapan terhadap raja atau ratu. Kalau ada masyarakat yang tertipu, itu baru perbuatan kriminal,” ucap Eko.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, menurut Eko, dibutuhkan kerja sama seluruh komponen yang ada. Artinya, akademisi, pemerintah, dan media massa sebaiknya turut andil dalam memberikan pencerdasan.
“Kemunculan fenomena sosial dari Kerajaan Angling Dharma atau kelompok sejenis perlu disikapi dengan bijak, dengan edukasi dan pemikiran kritis atau critical thinking. Karena dengan itu akan membuat masyarakat lebih berfikir kritis dan rasional dalam menyikapi setiap persoalan,” pungkasnya. |HR