spot_img
spot_img

Negara Begitu Lunak Terhadap Kekerasan Seksual, Mengapa?

Oleh: Fani Ratu Rahmani*

KEKERASAN seksual sejatinya bukan masalah baru di Indonesia. Berbagai kasus bermunculan. Korbannya bukan hanya perempuan, tetapi juga laki-laki.

Seperti yang terjadi pada pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang mengalami pelecehan dari rekan-rekan sejawat.

Pelecehan seksual ini dilakukan beramai-ramai oleh pegawai KPI dan berlangsung beberapa tahun silam. Setelah korban memberanikan diri muncul ke permukaan melalui postingan di media sosial, barulah menuai sorotan publik.

Sudah barang tentu, masyarakat kesal, menyayangkan, dan mendesak kuat agar perilaku pegawai lembaga yang dianggap ‘menjaga moral’ ini segera diusut.

Baca Juga

Bukan hanya mencoreng nama baik KPI, tapi juga menunjukkan lemahnya negara terhadap pencegahan atas pelecehan dan kekerasan seksual. Dan itu sangat terlihat.

KPI Pusat menegaskan, pihaknya mendukung kepolisian mengusut tuntas kasus pelecehan seksual dan perundungan yang diduga dilakukan oleh tujuh pegawainya.

Sementara itu, KPI sendiri telah membentuk tim investigasi internal. Namun tak kunjung diumumkan hasilnya. Dengan alasan menunggu proses hukum di kepolisian.

Ada yang lebih lucu lagi dari masyarakat Indonesia, saat kampanye anti kekerasan demikian gencarnya, bahkan hingga RUU PKS didesak untuk disahkan, masyarakat juga lunak terhadap narapidana kasus kekerasan seksual.

Saipul Jamil, artis pelaku kekerasan seksual terhadap anak beberapa tahun silam telah bebas dari masa hukumannya. Dan fatalnya ialah terjadi glorifikasi dari kebebasan SJ ini.

Bahkan salah satu stasiun televisi nasional turut mengundangnya. Bukankah ini sangat bersebrangan dengan kampanye nasional anti kekerasan seksual?

KPI yang merupakan representasi negara dalam hal penyiaran dinilai lunak menghadapi kekerasan seksual. Seharunya menajdi garda terdepan soal yang satu ini.

Kabar terakhir, KPI meminta pelapor yang notabene adalah pegawai KPI untuk berdamai atas laporan yang Ia layangkan. Publik bertanya, mengapa langkah lembaga negara seperti itu?

Foto: Ilustrasi pelecehan seksual (Istimewa).

Terkait Saepul Jamil, KPI juga memberikan keputusan bahwa dirinya boleh tampil di televisi dalam rangka mengedukasi tentang predator anak. Sungguh, membingungkan bukan? Mau dibawa kemana sebenarnya negeri ini?

Jika masyarakat menghendaki kekerasan seksual berakhir, sementara tingkah “negara” masih seperti ini, maka mustahil terwujud di negeri yang masih menggunakan sekularisme sebagai asas dalam sistem bernegara.

Semua hal ini tetap menjadi wabah menjijikkan di negeri mayoritas muslim bila nilai dan sistem sekuler dipraktikkan. Bahkan untuk hal mendefinisikan kekerasan seksual saja bisa terus mengalami perubahan karena definisi dan hukum itu diserahkan pada manusia.

Oleh sebab itu, menghentikan kekerasan seksual ini butuh solusi yang komprehensif.

Pertama, sudah saatnya mencabut asas sekularisme yang mengakar dalam ideologi negeri ini. Sebab dengan asas ini pula, kebebasan dimaklumi bahkan dijamin oleh negara.

Karena sekularisme menjunjung tinggi kebebasan dan menihilkan agama dalam mengatur kehidupan. Pelecehan seksual akan dianggap masalah apabila merugikan, atau bahkan terdapat bukti kuat dalam kasusnya.

Kedua, setelah mencabut sekularisme dalam kehidupan ini, maka kita mesti menanamkan asas yang shahih. Disinilah kita harus kembali pada Islam. Mengapa? Karena Islam merupakan din yang berasal dari Allah.

Islam merupakan aturan Al Khaliq yang membawa kebaikan bagi makhluknya, termasuk manusia. Islam bukan hanya mengatur tentang ritual semata, tapi segala sesuatu secara sempurna.

“….Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. An Nahl (16): 89)

Dalam syariat Islam, apabila suatu perilaku tergolong dalam jarimah (kriminal atau kejahatan), maka butuh untuk ditindak segera berdasarkan hukum persanksian dalam Islam.

Apabila kejahatan tersebut seperti pelecehan hingga kekerasan seksual, maka disini pentingnya para Qadhi (hakim dalam daulah Islam) dan juga Khalifah (pemimpin umat Islam) untuk memutuskan sanksi yang benar dan tepat. Tentunya sanksi yang berasal dari Islam pula, bukan hasil dari akal dan hawa nafsu manusia.

Selain itu, Islam akan tegas dalam hal pencegahan agar kejahatan tersebut tidak terulang kembali. Disinilah butuh peran individu, masyarakat hingga negara.

Negara memiliki seperangkat aparat penegak hukum. Ia harus memainkan perannya untuk menjamin keamanan dalam negeri, khususnya di tengah masyarakat.

Oleh sebab itu, memberantas kejahatan seksual akan mustahil terjadi di sistem sekuler. Kita harus kembali pada sistem Islam yang kaffah.

Dan negara dalam Islam tidak akan bersikap lunak, tapi tegas menyikapinya. Hukum yang diberlakukan juga jauh dari kepentingan manusia, karna hanya bersandar pada wahyu Allah saja.

Semoga umat semakin menyadari kebutuhan untuk kembali pada syariat Islam kaffah, menerapkannya secara totalitas dalam naungan khilafah Islamiyyah. Wallahualam bissawab.

*Penulis merupakan aktivis dakwah dan pendidik.

Loading

VINUS TV

BERITA TERBARU

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERPOPULER

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT

Data Bersih, Pilkada Rapih

Data Raksasa di Pilkada, No Drama!

Melawan Perang Dusta di Pilkada

KPU, Putusan MK, dan Gerakan Mahasiswa

IKLAN

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

SEPUTAR BANTEN

IKLAN

spot_img
spot_img
spot_img

SEPUTAR DESA

Masyarakat Pasir Bolang Demo Alfamart