Oleh: Teguh Pati Ajidarma*
SAYA pernah membaca buku yang berjudul La Tahzan (Jangan bersedih) karya Dr. Aidh Al Qarni yang sangat luar biasa. Mengingatkan semua agar tidak bersedih dalam menghadapi segala sesuatu yang terjadi.
Namun, pada halaman awal buku itu, menceritakan tentang proses mengingat Allah di sebuah kejadian. Dan anehnya, kenapa yang diceritakan dalam mengingat Allah hanya dalam situasi dan kondisi ketika sedang sedih saja? Tentu berpikir dua kali dalam membacanya.
Dalam kehidupan sehari-hari memang kita selalu melakukan hal-hal demikian. Dari patah hati, tidak diterima kerjaan, dipatahkan, bersedih atau apapun itu yang sifatnya musibah selalu dipantulkan kepada Tuhan dan menganggap semua itu merupakan ujian.
Baca Juga
Hal ini lumrah sekali terjadi. Bahkan, dalam momen-momen tertentu, kesedihan atau musibah menjadi media curhat para manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan.
Dengan kata lain, kenapa melakukan komunikasi dengan Tuhan hanya dalam situasi yang sulit? Kenapa kita menganggap musibah itu suatu ujian?
Saya pernah berpikir, takut menyinggung Tuhan. Waktu susah dateng ke Allah, giliran sudah senang lupa lagi. Ini semacam kacang lupa pada kulitnya.
Padahal, dalam beberapa narasi dan ayat Tuhan, telah diperingatkan bahwa:
“Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan“ (QS. Al-Anbiya’: 35).
Artinya, memang yang dimaksud dengan ujian Tuhan bukan hanya kesusahan, melainkan kesenangan pun menjadi cara Allah untuk menguji hamba-Nya.
Maka sebetulnya, saya berasumsi bahwa ujian yang paling berat itu merupakan ujian kesenangan. Walaupun bukan berarti ujian kesusahan itu begitu ringan.
Ada istilah “Dihina tak tumbang dan dipuji tak terbang”. Mungkin quote ini menjadi tafsir modern dalam mengartikulasikan tentang ujian.
Bersyukur dan sabar merupakan garis kunci untuk menghadapi ujian kesenangan dan kesusahan. Maka Rasulullah pernah menjawab dalam keterangannya:
“Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin. Segala sesuatu yang terjadi padanya semua merupakan kebaikan. Ini terjadi hanya pada orang mukmin. Jika mendapat sesuatu yang menyenangkan dia bersyukur, maka itu kebaikan baginya. Jika mendapat keburukan dia bersabar, maka itu juga kebaikan baginya“ (H.R Muslim).
Artinya, memang saya hanya ingin menyampaikan bahwa ujian bukan hanya dalam perkara konteks kesusahan. Bahkan kesenangan pun menjadi sebuah ujian dari Tuhan.
Tinggal bagaimana kita menyikapi persoalan ujian-Nya agar kemudian kita bisa lulus dengan sempurna dalam ujian Tuhan. Maka tentu, ketika kita sabar dalam menghadapi kesusahan, kita akan diberikan jalan.
*Mantan Ketua PMII Lebak.