Oleh: Abdul Haris*
DALAM berbangsa dan bernegara, manusia tak bisa lepas dari posisi kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Oleh karenanya manusia harus benar-benar memperjuangkan hak-hak tersebut sampai membuahkan hasil yang elok.
Tentu dengan cara yang baik, fair, dan bermartabat. Menyadari hal demikian, maka sudah sepatutnya manusia bekerja dengan keras, cerdas, giat, dan penuh kompetitif.
Hak politik melekat pada diri dan kehidupan manusia. Sebagaimana termaktub dalam setiap konstitusi yang di buat oleh negara. Penegasan tersebut sudah jelas diatur dalam Pasal 28J UUD 1945.
Melalui hak politik, seluruh komponen kehidupan manusia dapat tercapai dengan baik dan benar. Sebab proses politik akan mampu menghasilkan keputusan-keputusan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Baca Juga
- Terkait Kerumunan, Ridwan Kamil: Harusnya Bupati Tangerang Diperiksa Polisi
- Peduli Lingkungan, Intelkam Polresta Tangerang Manfaatkan Lahan Kosong
Oleh sebabnya itu, jangan pernah meremehkan proses politik sekecil apapun itu. Walaupun kita semua sadar betul bahwa hal demikian tidak semudah membalikan telapak tangan. Butuh proses yang panjang dan konsisten.
Jika kita berpandang pada apa yang disampaikan di atas, harusnya menjadi angin segar bagi rakyat indonesia. Karena secara konstitusi telah di jamin oleh negara. Tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Ini menjadi PR bagi negara, rakyat, dan kita semua.
Matinya Demokrasi Akal Sehat pada Diri Rakyat
Idealnya, proses demokrasi yang baik dan sehat itu seluruh elemen dapat berkontribusi menjadi pemimpin di negeri ini, tidak pandang kaya dan tidak pandang miskin. Tidak melihat siapa dan bagaimana kemampuan finansialnya.
Dengan begitu rakyat punya kesempatan untuk memimpin dan memperbaiki bangsa dengan ide-ide dan gagasan yang orisinal. Tetapi kenyataan demikian di bunuh oleh nihilnya kecerdasan rakyat pada berpandang secara universal.
Posisi proses demokrasi dan politik di Indonesia saat ini menjadi tamparan keras bagi kita semua. Semakin berat tugas-tugas kita untuk mencerdaskan rakyat agar bersikap komprehensif dalam pandangan politik, tidak pragmatis dan instan.
Sikap rakyat yang demikian, menjadikan ketimpangan hak politik menjadi sangat di khawatirkan di negeri bumi pertiwi ini. Sehingga, lagi-lagi aktor politik di Indonesia hanya bermuara pada sosok berduit, konglomerat, pengusaha, sosok aktris.
Tidak asing bagi kita memang, apabila kerja-kerja yang dihasilkan oleh politisi semacam itu hanya untuk mengamankan posisi kekuasaan dan pengumpulan pundi-pundi kekayaan semata.
Perputaran Ekonomi Tumpul ke Bawah Tajam ke Atas.
Secara ekonomi, negara Indonesia cukup berpotensi untuk membawa 268 juta rakyat merasakan ekonomi secara merata. Apa yang tidak di miliki oleh Indonesia, tentu kita tidak berani menyebutnya.
Tentu karena Indonesia memiliki semuanya. Potensi ekonomi ini hanya mampu di nikmati oleh segelintir orang-orang di indonesia.
Rata-rata yang menikmati ialah orang-orang yang duduk di posisi strategis politik di Indonesia. Tidak heran korelasinya jelas dengan sub bab kedua yang penulis jelaskan di atas.
Rakyat miskin tidak lagi peduli terhadap proses politik, sedangkan konglomerat mengambil alih kekuasaan sebagai alat untuk mengamankan kekayaan.
Peran dan Fungsi Mahasiswa Sangat di Butuhkan Kembali
Mahasiswa ialah kaum intelektual muda yang sangat berpotensi untuk membawa bangsa dan negara lebih baik. Ia tidak hanya berperan bagi dirinya sendiri, keluarga dan orang di sekitarnya, tetapi juga berperan mencerdaskan masyarakat pada umumnya.
Kenapa hal demikian bisa terjadi? Karena hanya mahasiswa yang mampu bersikap rasional, universal, dan terbuka. Ia sudah terlatih dengan pandangan-pandangan kritis.
Status mahasiswa merupakan status pada level intelektual yang tinggi. Usia muda dengan idealisme yang masih kuat. Peran dan fungsi mahasiswa dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk kemajuan suatu bangsa dan negara.
Sejarah mencatat, kalangan muda di Indonesia sebagai kalangan terpelajar telah menggerakkan perjuangan bangsa. Reformasi tahun 1998 adalah catatan kegemilangan perjuangan mahasiswa dalam menuntut keadilan di negerinya sendiri.
Saat rakyat tak bisa bicara, mahasiswalah tonggak terdepan yang seharusnya mengaspirasikan suara masyarakat.
Kini sudah seharusnya mahasiswa bangkit dan berkaca pada masa lalu. Tidak akan terjadi perubahan apabila terus bermimpi dan uforia pada kegemilangan masa lampau.
Perubahan demokrasi dan politik hanya terjadi dengan cara-cara berikhtiar, yaitu mencerdaskan masyarakatnya.
*Penulis adalah Kader HMI Jakarta Barat dan Ketua Himpunan Mahasiswa Bima Tangerang.