Oleh: Aditya Hidayatulloh*
BELAKANGAN, buruh Tangerang sedang disibukkan dengan tuntutan kenaikan UMR (Upah Minimum Regional), yang kini telah resmi diganti menjadi UMP (Upah Minimum Provinsi) dan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota).
Meski demikian, sebagian orang lebih sering menggunakan kata UMR untuk menyebut upah minimum di suatu wilayah. Karena sudah terbiasa. Sangat populer.
Kabar terakhir, rapat dewan pengupah menyepakati upah minimum Kabupaten (UMK) Tangerang naik 10 persen pada tahun 2022 mendatang. Besarannya menjadi Rp4.653.872.
Terkait UMK, hemat penulis sudah selesai. Tinggal bagaimana peran Dinas Tenaga Kerja atau Disnaker Kabupaten Tangerang. Agar setiap perusahaan memberikan hak buruh sesuai aturan.
Baca Juga
Fokus selanjutnya pada soal pengangguran. Sudahkah Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Tangerang berperan penuh dalam meretas angka pengangguran? Jika pun sudah, berhasilkah menguranginya? Atau jangan-jangan hanya berputar di roda yang sama. Bahkan lebih buruk dari sebelumnya dalam meretas angka pengangguran.
Kita semua tahu, bahwa Disnaker punya program yang bernama BLK (Balai Latihan Kerja). Ya betul, BLK nyatanya tidak begitu pengaruh untuk para pencari kerja.
Mungkin ada pengaruh pada keterampilan para pencari kerja, tapi yang mereka butuhkan tidak hanya keterampilan. Melainkan wadah para lulusan BLK tersebut tidak lagi mencari-cari perusahaan yang akhirnya berujung pada suap menyuap untuk bisa diterima kerja.
Beberapa mengeluh karena sudah meluangkan waktu dan tenaganya untuk mengikuti BLK. Namun, ketika mereka lulus dan mendapatkan sertifikat, justru tidak begitu berguna untuk dibawa melamar ke perusahaan.
Selain BLK, ada juga program Disnaker yaitu Job Fair. Saya pribadi justru masih mempertanyakan Job Fair ini untuk apa? Apakah untuk menguras tenaga demi antrean panjang dan bejubel atau bagaimana?
Karena saya pernah mengikuti bahkan selalu mengikuti Job Fair, tapi hasilnya nihil. Jangankan untuk masuk kerja ke perusahaan, sekadar panggilan kerja pun tak pernah ada. Dan beberapa teman pun merasakan hal yang sama.
Sekali lagi, Job Fair ini untuk apa? Atau jangan jangan ini dibuat hanya untuk formalitas instansi dan perusahaan saja? Agar seolah mereka sudah melakukan kewajibannya.

Kabar terakhir terkait Job Fair, justru malah sepi peminat. Mungkin hampir semua masyarakat sudah ragu bahkan tidak lagi bisa menaruh kepercayaan terhadap kinerja Disnaker dalam program Job Fair yang begitu monoton dan tidak inovatif.
Saran saya, agar ke depannya Disnaker lebih inovatif dan kreatif. Dalam hal BLK, buatlah kerja sama antar perusahaan, agar para lulusan BLK yang sudah disertifikasi tersebut tidak lagi kebingungan harus mencari kerja ke mana.
Dari sekira 4000 lebih perusahaan yang ada di Kabupaten Tangerang, saya yakin Disnaker bisa melakukan kerja sama itu. Asal ada konsep yang jelas. Ada inovasi yang membuat pihak ketiga tertarik.
Di sisi lain, pemberitahuan tentang ptogram BLK sendiri masih belum menyeluruh. Banyak justru warga yang ada di pelosok pedesaan tidak tahu ada BLK bahkan apa itu BLK.
Jadi, informasinya pun harus menyeluruh. Sehingga seluruh elemen masyarakat menjadi tahu terkait giat BLK.
Sementara perihal Job Fair, Disnaker harus bisa membuat inovasi-inovasi baru. Dalam hal ini saya menyarankan agar membuat program Job Fair di dalam Universitas Universitas yang ada. Karena angka pengangguran lulusan universitas pun lumayan tinggi.
Tidak hanya itu, saya pribadi mengharapkan agar Job Fair ini tidak hanya sekadar menaruh lamaran, lalumenunggu berminggu-minggu atau berbulan-bulan, bahkan tahunan untuk mendapat panggilan kerja.
Coba lakukan Job Fair dengan pengumuman lolos kerja di hari tersebut. Agar masyarakat pencari kerja tahu, serta tidak lagi krisis kepercayaan terhadap kinerja Disnaker dalam hal ini Job Fair.
*Penulis merupakan pegiat literasi.