spot_img

KPU, Putusan MK, dan Gerakan Mahasiswa

Penulis: Endi Biaro*

Jika tak ada gerakan mahasiswa 1998, tak ada KPU. Gedoran reformasilah, yang kemudian melahirkan amandemen (empat kali) Undang Undang Dasar, dan di sana ada pasal tentang: “Suatu komisi pemilihan umum. Dengan karakter: tetap, nasional, dan mandiri.”

Etape itu bagian maha penting dari konsolidasi demokrasi. KPU diberi peran vital, melaksanakan pergantian kekuasaan secara demokratis dan fair. Kontestasi politik dilembagakan, via Pilpres, Pileg dan Pilkada. Bangsa ini terhindar dari perebutan kekuasaan secara bengis, berdarah, dan peperangan.

Basis eksistensi KPU dipagari doktrin negara hukum (rechstaat) bukan negara kekuasaan (machstaat). Maka ruang kerja, proses, bahkan kode etik dan perilakunya, dikurung aneka norma. Bahkan salah satu prinsip dalam penyelenggaraan, adalah berkepastian hukum.

KPU wajib meneguhkan langkah, mandiri tanpa intervensi, seraya memberi kepastian hukum.

Baca Juga

Dialektika politik terakhir, menjadi pembuktian penting, KPU tak terseret agenda aktor politik yang melenceng, mengandalkan kekuasaan mutlak.

Kompetisi politik yang mestinya setara dan berkeadilan, diseret menjadi surplus keuntungan sepihak.

Beruntung lahir putusan MK, yang memicu dukungan semesta.

Rasionalitas putusan MK terpatri pada dua hal.

Pertama, mengkonfirmasi jeritan rakyat, atas praktik culas elite politik, yang ingin menang Pilkada dengan cara menghabisi lawan di luar arena.

Kedua, sejalan dengan kaidah yang sudah teguh sebelumnya, yakni batasan usia untuk ikutan Pilkada.

Sebelumnya, norma yang berlaku begitu longgar. Memberi kesempatan kepada sindikasi politik, dengan kekuatan besar, untuk menang Pilkada tanpa lawan sepadan.

Fenomena perlawanan semesta membuka mata kita. Bahwa kekuatan sipil, kelas menengah, belum mati.

Sebelumnya nyaris tercipta psikologi apatis. Bahwa kelas menengah kritis hilang dan menjadi hedonis.

Gerakan mendukung putusan MK, membalik semua skema.

Berbagai segmen kelas menengah kota, bangkit terusik. Mulai dari selebritis, intelektual akademisi, NGO, praktisi media, opinion leader, profesional, mahasiswa, bahkan anak-anak STM, turun ke jalan.

Tekanan ini berlipat ganda. Secara langsung membuktikan kehadiran dari pressure group (kelompok penekan) dan interest group (kelompok kepentingan). Dua kelompok ini berkolaborasi.

Lalu apa dampaknya bagi KPU?

Jelas bahwa KPU memiliki tanggungjawab langsung (strict liability) untuk merespons.

KPU, sebagaimana terjadi sebelumnya, dalam posisi wajib taat. Ini terbukti, dalam sekelebatan, KPU membuat Surat Edaran dan juga PKPU, yang sesuai dengan putusan MK.

Hal ini menjadikan KPU bekerja dengan nyaman. Terhindar dari sentimen negatif publik. Seraya mewujudkan kontestasi Pilkada yang setara.

Dengan demikian, tak berlebihan, jika KPU harus berterima kasih untuk kedua kali, terhadap mahasiswa dan kelas menengah progresif.

Dulu, berterima kasih karena dobrakan reformasi yang melahirkan KPU. Kini berterima kasih karena diselamatkan martabat dan kehormatannya.

*Ditulis oleh: Endi Biaro. Komisioner KPU Kabupaten Tangerang. 

Loading

VINUS TV

BERITA TERBARU

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERPOPULER

IKLAN

spot_img

BERITA TERKAIT

Mantra Kepemimpinan Dedi Mulyadi

Jebakan Nostalgia Media Sosial

Bahlil dan Polemik Gas Melon

Politik Matahari Kembar

IKLAN

spot_img

SEPUTAR BANTEN

IKLAN

spot_img

SEPUTAR DESA

Masyarakat Pasir Bolang Demo Alfamart