Oleh: Hamzah Sutisna*
RAMAI menjadi perbincangan terkait judi online, belakangan ini banyak kasus yang terjadi akibat terjerat kasus judi online. Korbannya tidak main-main, sampai ada yang bunuh diri disebabkan depresi kecanduan judi online. Fenomena terkait judi online ini banyak di dominasi oleh kalangan anak muda.
Jika mengacu pada data statistik, Indonesia menduduki peringkat pertama jumlah penduduknya yang ikut bermain judi online, dan Banten menduduki peringkat ke empat provinsi di Indonesia yang warganya terindikasi judi online.
Bahkan, masuk top 5 penyumbang dana terbesar walau masih kalah besar dengan Bogor dan Jawa Timur. Ditaksir angka pendapatan dari hasil judol di Indonesia bisa tembus di angka 600 Triliun di tahun 2024 ini, sungguh luar biasa, bisa untuk membangun satu setengah IKN sepertinya.
Baca Juga
Sehingga dari hasil data tersebut, saya beranggapan bahwa pandangan tentang Indonesia yang banyak masyarakat miskin serta Banten yang katanya orang-orangnya menengah ke bawah itu kurang tepat. Walau data mengatakan demikian, saya kira yang benar itu adalah yang miskin itu bukan hartanya, tapi fikirannya.
Dampak yang ditimbulkan akibat judi online ini sudah menjarah sampai pada masyarakat bawah, bukan hanya untuk kaum elit saja namun hapir merata. Di mana jika mengulik sejarah terkait judi ini sebetulnya sudah ada pada zaman dahulu, bahkan pada era Yunani kuno.
Namun, saat itu yang sering bermain yaitu berasal dari kalangan elit untuk sekedar hiburan mengisi kebosanan mereka. Bahkan sampai di dukung oleh para dewa-dewa terdahulu.
Data terbaru tentang lonjakan jumlah kasus perjudian online di Indonesia. Statistik menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap judi online bukan hanya menjadi masalah ekonomi, tetapi juga menggerogoti moral dan cara pandang hidup masyarakat.
Saya kira judi online adalah manifestasi dari “kemiskinan fikiran.” Masalahnya bukan hanya soal uang yang hilang, tetapi lebih kepada hilangnya harapan dan arah hidup. Banyak orang berpikir bahwa judi adalah solusi cepat untuk meraih kekayaan, padahal sebenarnya itu hanyalah ilusi sesaat.
Mindset sebagian masyarakat kita lebih mengandalkan jalan pintas seperti judi untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka. Kita bukan miskin harta, tetapi miskin cara berpikir.
Jika kita terus bergantung pada judi, kita telah kalah bahkan sebelum bermain. Bukan uang yang kita cari, tetapi pola pikir dan keyakinan bahwa kerja keras dan pengetahuan adalah jalan keluar dari kemiskinan.
Saya beberapa kali menemukan baik itu saudara atau bahkan teman sendiri, bahkan ada juga sesama aktivis yang cenderung penasaran terhadap permainan yang ada di situs atau web yang tersebar dengan maraknya. Dan saya kira ini merupakan stimulus awal dengan beranggapan bahwa hanya bermain demo atau trial saja mereka tidak akan terjerumus, nyatan tidak demikian.
Mulai dari rasa penasaran yang muncul dan mulai coba-coba mengisi saldo, memainkannya dengan mode serius, katanya sih angka atau bet kecil jadi kalau kalah tidak rugi-rugi amat. Terus saja begitu sampai keluar modal besar dan ludes.
Sampai ada orang yang bela-bela menjuai harta milik orang tua untuk memuaskan rasa penasarannya itu. Bahkan sampai harus pinjam ke sana kemari untuk bisa kembali melanjutkan permainannya itu, nafsu ternyata membunuhmu.
Kecanduan judi online telah menjadi masalah yang merembet ke berbagai lapisan masyarakat, dari pelajar hingga pekerja. Pencegahannya harus melibatkan edukasi yang terus menerus.
Dalam diskusi dengan Diskominfo beberapa hari lalu, menerangkan bahwa ketika berantas 1 maka akan tumbuh 1000. Namun, hal ini saya kira bukan soal dan jadi alasan kita untuk tidak berusaha mengurangi bahkan memenggal kegiatan judi online yang marak hari ini.
Hal yang bisa saya garisbawahi adalah pentingnya perubahan cara berpikir. Tidak ada solusi instan untuk masalah ekonomi, dan judi online hanyalah perangkap yang memperburuk keadaan.
Kita harus berani untuk mulai mencegah, minimal dimulai dari diri kita sendiri. Jika kita ingin bebas dari kemiskinan, kita harus memperkaya pikiran kita terlebih dahulu. Pengetahuan, kerja keras, dan moral yang kuat adalah kunci.
Kesadaran untuk memunculkan tanggung jawab mengedukasi orang-orang terdekat juga masyarakat sekitar kita tentang bahayanya judi online menjadi awal dari gerakan yang lebih besar dalam melawan kemiskinan fikiran di tengah derasnya godaan judi online.
Buat yang sudah terlanjur kecanduan judol, mari mulai bebenah sebelum masalah besar menghampiri kita, dan untuk semua yang belum pernah bermain judi online, semoga tetap dijauhkan dari hal-hal yang dapat merugikan kita semua.
Ingatlah bahwa menangnya bikin ketagihan, kalahnya bikin penasaran, dan pemenang sejati yaitu mereka yang berhenti dan tidak melakukan.
*Ditulis Oleh: Hamzah Sutisna. Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).