Oleh: Abdul Haris
MELALUI media kredibel detikfinance, Ekonom Faisal Basri mengatakan: “Para elit pesta pora di tengah kondisi seperti ini, mereka menyelamatkan bandar tambang batu bara dengan mengesahkan UU Minerba”.
Sebagai mahasiswa S1 ekonomi dan bagian dari rakyat Indonesia, penulis sangat memperhatikan gejolak keputusan politik pemerintah Indonesia. Tentu kita semua geram melihat kenyataan ini.
Terkait sumber daya alam yang ada di Indonesia. Khususnya Sumber Daya Alam (SDA) mineral dan batubara (Minerba).
Kita semua melihat dan mendengar, beberapa hari lalu UU Minerba sudah di sahkan oleh DPR RI. Melalui rapat paripurna pada tanggal 12 Mei 2020.
Ini semua tidak sejalan dengan konsep UUD 1945 yang mengatakan bahwa seluruh kekayaan alam Indonesia harus di pegang kendali oleh negara untuk kepentingan dan kemakmurkan rakyat Indonesia. Bukan untuk dikuasai oleh segelintir orang atau konglomerat yang ada di tengah-tengah kita.
Rancangan undang-undang (RUU) ini merujuk pada UU sebelumnya, yaitu UU Minerba No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Di mana kontrak pertambangan para perusahaan konglomerat ini akan berakhir dalam waktu dekat ini: Ada yang akan berakhir bulan November 2020, 2021, 2023 dan juga sampai 2025.
Tetapi pemerintah melalui rapat paripurna DPR RI memberikan kesempatan kepada segelintir orang untuk menguasai kembali pengerukan perut bumi pertiwi kita.
Padahal melalui BUMN, mempunyai secercah harapan bahwa masyarakat Indonesia sangat berharap sekali SDA (Munerba) ini dapat dikuasai kembali oleh negara untuk kepentingan hajat hidup jutaan penduduk Indonesia. Namun apa yang terjadi, kita telah dikhianati oleh orang yang mengatasnamakan “Wakil Rakyat”.
Setidaknya, ada 7 perusahaan yang diuntungkan. Dalam hal ini mendominasi pertambangan Indonesia, yaitu: PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Berau Coal Habis. Adapun batas akhir operasi pertambangan perusahaan di atas maksimal tahun 2025.
Tujuh perusahaan tersebut menguasai 70% pertambangan batu bara. Sedangkan pemerintah Indonesia melaui BUMN hanya menguasai kurang dari 5% saja. Sangat ironis dan timpang.
Menurut UU Minerba yang lama, Nomor 4 tahun 2009 mengatakan:
Ketika konsesi ini sudah berakhir, maka akan dikembalikan kepada negara dan negara akan mengelola SDA mineral dan batu bara melalui pihak pertama yaitu Badan Usaha milik negara (BUMN).
Hal ini tidak sejalan dengan pembukaan UUD 45: Negara harus mensejahterahkan rakyat. Selain itu, negara juga harus mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sesuai yang termaktub dalam sila ke-5 dalam pancasila.
Kemudian dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 berbunyi:
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Intinya, cabang-cabang kekayaan negara apalagi dikaitkan dengan SDA yang akan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Padahal itu point of concern negara.
Presiden dan menteri kenapa tak membela BUMN?
Rakyat geram melihat ketidakmampuan pemerintah menghentikan kezaliman atas kekayaan negara yang seharusnya di dominasi oleh negara. Bukan untuk konglomerat-konglomerat yang sebagian besar mempunyai kekuatan uang dan kekuasaan.
Refly Harun dalam bukunya yang berjudul BUMN Dalam Sudut Pandang Tata Negara, menulis, perekonomian itu di susun dalam 3 pilar: Pilar pertama adalah negara, dan negara ini yang dimaksud ialah BUMN. Pilar kedua ialah swasta. Pilar ketiga ialah koperasi. Tetapi koperasi saat ini tidak begitu mendomiasi bidang-bidang usaha yang mengurus hajat hidup orang banyak.
Jadi saya rasa, jika berkaitan dengan sumber daya alam, negara harus menguasainya. Karena ini berkaitan dengan kepentingan jutaan penduduk Indonesia.
Katakanlah, apabila pada bidang lain dikuasai oleh swasta atau bekerja sama dengan negara, misalkan dalam bidang konstruksi atau infrastruktur, tentu itu tidak menjadi soal. Bahkan dalam hal ini tidak perlu ada BUMN khusus untuk megurus hal tersebut.
Tetapi jika sebaliknya, maka ini semua tidak boleh terjadi berulang-ulang. UU Minerba sudah disahkan, dan rakyat semakin melarat. Maka harapan kita terakhir hanya ada satu jalan: Menempuh di jalur hukum. Yaitu mengajukan gugatan keberatan ke Mahkamah Konstitusi agar membatalkan yang baru disahkan DPR.
Terakhir, semoga masih banyak kawan-kawan yang peduli terhadap SDA Indonesia untuk mengajukan keberatan UU minerba ini kepada Mahkamah Konstitusi.
*Penulis adalah kader HMI Komisariat Tigaraksa Cabang Jakarta Barat danKetua Himpunan mahasiswa Bima Tangerang.