
TANGERANG | Puluhan mantan buruh PT Jabatex mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Kedatangan mereka dalam rangka menuntut haknya sebesar Rp50 miliar yang tidak dibayarkan kepada 465 karyawan.
Pasalnya, PN Tangerang disinyalir telah mengabaikan inkrah (hasil putusan) Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan Mahkamah Agung terkait eksekusi pailit serta pembayaran uang pesangon mantan buruhnya.
Kepada awak media, salah satu mantan buruh PT Jabatex, Misno mengungkapkan, pihaknya datang ke pengadilan mengawal rapat koordinasi antara kurator PHI dengan Ketua PN Tangerang.
Baca Juga
- Buruh Tangerang: Keputusan Gubernur Banten Copot Kasatpol PP Tidak Tepat
- Soal Laporkan Buruh, Pemuda Muhammadiyah Banten Sayangkan Sikap WH
Gugatan para mantan buruh ini, kata Misno, berjalan sejak 2015 silam pasca PT Jabatex melakukan pemutusan kerja kepada 465 karyawannya yang telah bekerja rata-rata selama 30 tahun.
Karena pada 2016, lanjutnya, gugatan para buruh telah dikabulkan oleh PHI dan 2018 putusan MA juga ikut memperkuat menenangkan gugatan para mantan buruh PT Jabatex.
“Namun, Pengadilan Negeri Tangerang hingga saat ini tidak juga melaksanakan eksekusi walau sudah inkrah di PHI dan MA,” ujarnya pada Kamis (17/02).
Misno menjelaskan, dirinya mengaku tersiksa dengan tidak jelasnya sikap dari PN Tangerang. Pasalnya tidak sedikit para mantan buruh yang bekerja di perusahaan tersebut terkatung-katung.
Bahkan dirinya mengklaim bahwa saat ini pihak PN Tangerang malah hendak melakukan mediasi kembali antara buruh dengan perusahaan.
“Kata Ketua PN masih di beri ruang untuk diskusi hingga seminggu,” jelasnya.
Dirinya berharap dari 453 mantan pegawai dan 26 orang ahli waris mewakili keluarga mereka yang telah meninggal dapat menerima kejelasan dalam hal ini hak mereka.
Masih kata Misno, seharusnya sudah tidak ada lagi prihal koordinasi, karena pihakhya sudah dua kali melakukannya yakni pada 2020 dan 2021 lalu.
“Namun, kami sadar betul apa yg dilakukan tim kurator dari PHI, karena kami juga taat hukum,” imbuhnya.
Sementara itu, kurator PHI Domu Wellin mengungkapkan, sebetulnya rapat koordinaai ini diduga melanggar hukum, karena bukan lagi proses produstisia atau proses hukum sehingga berpotensi melanggar kode etik hakim.
Dia berharap Ketua PN dapat segera mengeksekusi agar para mantan buruh dapat melakukan pengurusan dan membereskan dari aset PT Jabtex yang pailit tersebut.
“Yang jadi masalah adalah proses penyegelan itu belum dijalankan oleh Ketua PN Tangerang. Kami tidak tahu masalahnya apa yang pasti pengadilan niaga sudah memberikan delegasi,” sambungnya.
Domu menambahkan, apabila Ketua Pengadilan Negeri Tangerang tidak juga melamukan penyegelan, maka akan melangkan hal ini ke Komisi Yudisial (KY) dan menjalankan citra umum kepailitan PT Jabatex.
“Citra umum kepailitan ini sesuai dengan UU Kepailitan No 37 tahun 2004. Langkah itu terpaksa akan kita tempuh,” tuntasnya. |We