spot_img

Stagnasi Rekrutmen Kader Baru PMII Di Kampus

Penulis: Hamzah Sutisna*

PERGERAKAN Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) saat ini menghadapi masalah serius dalam hal kaderisasi. Khususnya dalam merekrut mahasiswa baru (maba) di lingkungan kampus.

Sebagai organisasi yang memiliki peran strategis dalam membentuk intelektual dan spiritual mahasiswa Islam, PMII kini berada dalam fase stagnan yang mengkhawatirkan.

Tantangan ini tidak terlepas dari beberapa faktor internal dan eksternal, termasuk kurangnya inovasi dalam proses rekrutmen, lemahnya branding organisasi, serta berubahnya pola pikir mahasiswa di era digital.

Baca Juga

Salah satu masalah utamanya adalah kurangnya kreativitas dalam rekrutmen. Proses rekrutmen yang dilakukan PMII di beberapa kampus masih terjebak dalam model yang konvensional, tanpa adaptasi terhadap dinamika dan karakter mahasiswa zaman sekarang.

Rekrutmen yang hanya berfokus pada pengenalan ideologi organisasi, tanpa memberikan program-program yang relevan dengan kebutuhan mahasiswa modern, menyebabkan maba kurang tertarik. Padahal, mahasiswa saat ini cenderung lebih tertarik dengan hal-hal yang interaktif, praktis, dan berbasis teknologi.

Selain masalah rekrutmen, branding organisasi PMII juga perlu dikaji ulang. Citra PMII di kalangan mahasiswa seringkali dianggap terlalu ideologis dan kurang relevan dengan tantangan kontemporer.

Padahal, di era saat ini, organisasi mahasiswa harus bisa tampil sebagai agen perubahan yang tidak hanya menyuarakan ideologi, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi masyarakat sekitar kampus.

Branding yang kuat, dengan mempromosikan keberhasilan anggota dalam berkontribusi kepada masyarakat, bisa menjadi salah satu cara untuk menarik maba agar tertarik bergabung.

Tidak hanya itu, minimnya daya tarik personal dari anggota PMII juga turut memengaruhi rendahnya antusiasme maba untuk bergabung. Di banyak kampus, anggota PMII sering kali tidak menunjukkan citra yang baik, mulai dari segi intelektual, kepemimpinan, maupun dampak sosial yang dilakukan.

Mahasiswa baru, yang mencari role model di lingkungan kampus, sering kali tidak melihat PMII sebagai tempat yang menarik untuk pengembangan diri mereka.

Oleh karena itu, perlu ada upaya yang serius dari internal organisasi untuk mengembangkan anggota menjadi individu yang berdaya dan berpengaruh.

Degradasi pemikiran mahasiswa juga menjadi tantangan yang tidak bisa diabaikan. Banyak mahasiswa saat ini beranggapan bahwa cukup dengan kuliah dan mendapatkan nilai akademik yang baik sudah bisa menjamin masa depan mereka.

Pemikiran pragmatis ini menyebabkan organisasi kemahasiswaan, termasuk PMII, kehilangan daya tariknya. Mahasiswa lebih fokus pada aspek teknis, seperti mencari sertifikat atau pelatihan praktis untuk kebutuhan mereka, dibandingkan mengikuti organisasi yang mereka anggap tidak memberikan manfaat langsung.

Di samping itu, ada juga masalah terkekangnya kebebasan mahasiswa oleh beberapa petinggi kampus yang hanya berorientasi pada aspek transaksional. Banyak kampus, terutama kampus swasta, yang lebih mengedepankan aspek finansial, seperti pembayaran SPP dan kelangsungan operasional kampus, tanpa memperhatikan perkembangan karakter dan potensi mahasiswa.

Mahasiswa hanya dianggap sebagai objek yang harus “dicetak” menjadi lulusan, tanpa memikirkan pengembangan pribadi dan keterlibatan sosial mereka.

Kondisi ini menyebabkan kampus berubah layaknya Pabrik Manusia. Mahasiswa diperlakukan seperti produk yang harus memenuhi standar tertentu, tanpa ada perhatian pada kebutuhan mereka untuk berkembang sebagai individu yang utuh.

Dalam situasi seperti ini, organisasi seperti PMII seharusnya bisa menjadi tempat yang memberikan ruang bagi mahasiswa untuk berekspresi, berkreasi, dan mengembangkan diri.

Namun, jika tidak ada dukungan dari pihak kampus, peran PMII sebagai organisasi penggerak mahasiswa akan semakin tergerus. Untuk mengatasi tantangan ini, PMII perlu melakukan Reformasi Internal.

Pertama, PMII harus mulai memperbaiki pendekatan rekrutmennya dengan lebih inovatif dan relevan dengan kebutuhan mahasiswa saat ini. Acara-acara yang berbasis teknologi, diskusi isu-isu kontemporer, atau kegiatan yang berbasis pengembangan keterampilan bisa menjadi magnet yang kuat bagi maba. PMII harus mampu memanfaatkan platform digital, seperti media sosial dan aplikasi berbasis teknologi, untuk menjangkau calon anggota baru.

Kedua, Branding Organisasi Perlu Diperkuat. PMII harus bisa membangun citra sebagai organisasi yang berdampak, baik di lingkungan kampus maupun di masyarakat luas. Program-program pengabdian masyarakat, pemberdayaan ekonomi, dan advokasi isu-isu mahasiswa harus diekspos secara maksimal, sehingga mahasiswa baru dapat melihat bahwa organisasi ini tidak hanya berbicara tentang ideologi, tetapi juga bergerak nyata untuk kesejahteraan sosial.

Ketiga, PMII harus lebih aktif dalam mengadvokasi kebebasan mahasiswa di kampus. Organisasi ini perlu menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan organisasi, tanpa adanya tekanan dari pihak kampus. Jika tidak ada upaya untuk menegaskan posisi ini, kebebasan mahasiswa dalam berorganisasi akan semakin terpinggirkan, dan organisasi seperti PMII akan semakin sulit untuk bertahan.

Keempat, PMII perlu memikirkan cara agar Para anggotanya dapat menjadi role model bagi mahasiswa lain. Anggota PMII harus dilatih untuk memiliki keterampilan kepemimpinan, komunikasi, dan manajemen yang kuat, sehingga mereka dapat menjadi inspirasi bagi maba. Jika PMII dapat menghasilkan kader-kader yang berprestasi dan berpengaruh, bukan tidak mungkin organisasi ini akan kembali diminati oleh mahasiswa baru.

Dalam konteks kampus yang cenderung transaksional, penting bagi PMII untuk menciptakan ruang alternatif bagi mahasiswa yang ingin berkembang lebih dari sekadar mendapatkan gelar.

PMII harus menjadi tempat di mana mahasiswa dapat menemukan makna, jaringan sosial, dan keterampilan hidup yang tidak diajarkan di dalam kelas. Hal ini akan membantu organisasi ini bertahan dan tetap relevan di tengah tantangan zaman.

Secara keseluruhan, stagnasi yang dialami PMII dalam rekrutmen kader baru merupakan dampak dari beberapa faktor internal dan eksternal. Jika tidak segera diatasi dengan langkah-langkah strategis yang inovatif, PMII akan semakin kehilangan relevansi di kalangan mahasiswa. Reformasi internal dan dukungan eksternal dari pihak kampus sangat penting untuk memastikan PMII dapat terus berkembang dan berkontribusi bagi masyarakat.

*Ditulis oleh: Hamzah Sutisna. Pengurus Cabang PMII Kabupaten Tangerang.

Loading

VINUS TV

BERITA TERBARU

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERPOPULER

IKLAN

spot_img

BERITA TERKAIT

Mantra Kepemimpinan Dedi Mulyadi

Jebakan Nostalgia Media Sosial

Bahlil dan Polemik Gas Melon

Politik Matahari Kembar

IKLAN

spot_img

SEPUTAR BANTEN

IKLAN

spot_img

SEPUTAR DESA

Masyarakat Pasir Bolang Demo Alfamart