BANTEN | Jajaran Ditreskrimsus Polda Banten berhasil menggerebek dua lokasi yang memproduksi oli palsu. Dua orang pelaku utama berinisial HW dan HB diamankan dalam operasi ini.
Penggerebekan dilakukan di Ruko Bizstreet Blok W08 Kecamatan Panongan, Kabupaten Tangerang dan di gudang Ruko Picaso Blok P04/08A, Citra Raya, Kabupaten Tangerang pada Selasa (21/05).
Saat Konferensi Pers, Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Didik Hariyanto menyampaikan, penggerebekan dilakukan berdasarkan laporan dari perusahaan oli resmi yang merasa dirugikan oleh peredaran oli palsu tersebut.
Baca Juga
- Korupsi Pengadaan Lahan, Polda Banten Tetapkan 4 Orang Tersangka
- Cegah Konflik Antar Warga Lebak, Polda Banten Kerahkan Sat Brimob
Pemalsu oli ini, kata Kombes Pol Didik Hariyanto, menggunakan bahan baku yang didapat dari seorang bernama Riki dari PT. Sinar Nuasa Indonesia. Bahan oli palsu itu didapatkan dengan harga Rp16.400 per kilogram.
“Setelah dikemas ulang oli palsu dijual dengan harga Rp580 ribu per karton,” ungkapnya saat pers rilis di halaman Aula Polda Banten, Senin (03/06).
Kemudian, lanjut Didik Haryanto, modus operandi para pelaku yaitu mencampur bahan baku oli drum dengan pewarna dan bahan kimia lainnya. Kemudian oli palsu dikemas dengan botol dan stiker merek ternama.
“Setiap hari mereka mampu memproduksi oli berbagai merek seperti MPX 2, Federal Ultratec, SPX2, Yamalube, sebanyak 10 drum dan menghasilkan 70 – 100 karton. Dalam sehari, mereka bisa meraup keuntungan hingga Rp57.600.000,” ungkapnya.
Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa para pelaku telah menjalankan bisnis ilegal ini sejak tahun 2023 dan berhasil meraup omzet hingga Rp5,2 miliar selama 3 bulan.
Ia mengatakan, para pelaku dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan/atau huruf d dan/atau Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 113 Jo Pasal 57 ayat (2) Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
“Ancaman hukumannya tidak main-main, yaitu pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda hingga Rp 5 miliar,” ujarnya. |HR