Oleh: Rian Gustiansyah
CORONA Virus Disease 2019 (Covid-19) dinyatakan sebagai pandemi sekaligus bencana nasional oleh pemerintah pusat melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam.
Bencana Non-Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-Undang Penanggulangan Bencana, yang berwenang menetapkan status bencana nasional dan daerah adalah pemerintah. Dalam hal ini adalah pusat.
Normatifnya, penetapan status dan tingkat bencana memuat indikator yang meliputi jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, serta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Maka sudah sepantasnya pemerintah bahu-membahu dan sigap mengangkat lengan baju menangani wabah yang terus menerus menyandera pikiran manusia Indonesia akan bahaya penularannya.
Belum stabilnya kondisi akibat pandemi serta data kasus yang terus meningkat, maka pemerintah menginisiasi bantuan berupa Jaringan Pengaman Sosial. Sebuah mekanisme skema bantuan dari negara.
Dalam konteks lokal, Pemerintah Kota Tangerang mencoba hadir dengan segala upaya dalam menangani dan menekan penyebaran virus corona. Puncaknya memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Terkait bantuan berupa Jaring Pengaman Sosial, hingga tanggal 5 Mei 2020, Pemkot telah melakukan verifikasi kepada 165.780 KK. Hasilnya 130.439 Kepala Keluarga yang dinilai layak untuk mendapat bantuan.
Namun dilain sisi, timbul kecemburuan sosial. Banyak masyarakat kelas bawah yang terkena dampak secara nyata malah tidak mendapat bantuan sama sekali.
Soal penerima bantuan, Pemerintah Kota Tangerang harus hadir untuk menyampaikan kepada publik agar kecurigaan bisa diatasi. Terutama soal verifikasi data.
Kelas akar rumput merupakan kelompok masyarakat bawah yang rentan terdampak Covid-19. Mereka jumlahnya banyak sekali di Kota Tangerang. Tapi tidak semua tercover bantuan.
Penulis ingin menyampaikan sedikit keluhan apa yang terjadi pada masyarakat kelas bawah yang jelas terdampak wabah corona. Terutama mengenai pertanyaan: mengapa bantuan itu tidak merata?
Kurang efektifnya penyampaian informasi membuat warga bertanya-tanya. Bahkan menduga tidak baik. Dan itu ramai di peloksok-peloksok gang.
Padahal, saat pandemi seperti sekarang, sudah menjadi keharusan negara dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah untuk hadir bagi seluruh masyarakat terdampak. Tidak semata untuk kelompok tertentu saja.
Riak terkait bantuan sosial terdampak corona ini memang hal yang mungkin terjadi dan menjadi perbincangan dikalangan akar rumput, lantaran komunikasi yang dibangun antara pemerintah dalam menyampaikan informasi dengan masyarakat sangat terbatas.
Tak urung masyarakat terdampak menanyakan bantuan sosial yang jauh hari telah dianggarkan. Tak ayal pula mereka sering menanyakan soal transparansi anggaran dengan beberapa pertanyaan mengenai data yang ada.
Hal semacam ini menjadi polemik di tengah masyarakat yang terdampak. Padahal seharusnya bisa diminimalisir. Kalau saja pemkot komunikatif.
Pemerintah Kota Tangerang harus secara obyektif menghilangkan konflik. Barangkali dengan cara menginformasikan kepada masyarakat terkait penerima bantuan berdasarkan verifikasi data.
Penulis berharap hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus menjadi prioritas. Agar asumsi-asumsi tidak semakin meluas.
*Penulis adalah kader PMII Tangerang.