
BELAKANGAN ini, korupsi di Indonesia semakin merajalela dari skala kecil sampai yang besar, hal ini menimbulkan semakin tertutupnya asa terhadap kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Terutama dalam sektor sumber daya alam dan energi.
Dua kasus besar yang mencuat belakangan ini —korupsi di sektor timah dan manipulasi tata kelola BBM Pertamax— menjadi bukti nyata, bahwa praktik korupsi masih berlangsung secara sistemik, melibatkan pejabat tinggi dan korporasi besar.
Hal ini sangat tidak etis dan tidak punya rasa kemanusiaan, mengingat masyarakat saat ini sedang diterpa berbagai kesulitan. Namun, pejabatnya masih sempat mencari untung demi diri sendiri. Tentunya korupsi ini harus segera diusut sampai ke akar-akarnya dan beri efek yang jera bagi para pelaku yang bermain di dalamnya tanpa pandang bulu.
Skandal Timah: Negara Rugi Triliunan, Lingkungan Hancur
Kasus korupsi di sektor timah menyeret lima perusahaan tambang yang diduga berkolusi dengan eksekutif PT Timah Tbk untuk menjalankan praktik penambangan ilegal. Akibatnya, negara mengalami kerugian Hingga Rp29 triliun. Sementara kerusakan lingkungan yang ditimbulkan diperkirakan mencapai Rp271 triliun.
Praktik ilegal ini tidak hanya merampas kekayaan negara, tetapi juga merusak ekosistem di wilayah penambangan yang ada di Indonesia. Hutan dan lahan yang seharusnya dilestarikan malah dikeruk habis tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan ialah bagaimana para pelaku korupsi sering kali hanya mendapatkan hukuman ringan. Bahkan tetap bisa menikmati hasil kejahatannya setelah bebas.
Manipulasi Pertalite: Kerugian Rp193,7 Triliun dalam Tata Kelola BBM
Di sektor energi, Kejaksaan Agung baru-baru ini mengungkap skandal besar dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina. Modus operandi yang ditemukan ialah pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) RON 90 (Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax). Menyebabkan negara mengalami kerugian hingga Rp193,7 triliun.
Manipulasi ini tidak hanya merugikan keuangan negara saja, tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat luas. Karena ini menyangkut distribusi BBM bersubsidi yang seharusnya dinikmati oleh rakyat kecil, tetapi yang terjadi dilapangan malah dijadikan kepentingan untuk memperkaya diri semata. Kejahatan semacam ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap kepentingan publik.
Penulis menekankan bahwa kasus ini harus segera ditangani dengan profesional. Siapapun yang bermain di belakangnya, harus diusut tuntas, karena ini menyangkut hajat dan kebutuhan masyarakat banyak.
Peristiwa ini sangat memilukan, karena pejabat yang bermain di dalamnya berkhianat serta tidak melaksanakan UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Sudah jelas semua yang ada di bumi nusantara harus kembali kepada kemakmuran masyarakat. Bukan untuk kepentingan satu belah pihak apalagi kepentingan pribadi.
RUU Perampasan Aset: Jurus Jitu untuk membuat Jera Koruptor
Dua kasus di atas hanyalah contoh dari banyaknya skandal korupsi yang terus terjadi di Indonesia. Namun, hingga kini, para koruptor masih bisa berlindung di balik lemahnya sistem hukum kita. Terutama dalam hal perampasan aset hasil kejahatan.
Selama ini, penyitaan aset hasil korupsi hanya bisa dilakukan setelah ada putusan hukum yang berkekuatan tetap. Akibatnya, banyak kasus yang berlarut-larut, sementara aset yang seharusnya bisa dikembalikan ke negara sudah lebih dulu dipindahkan atau disamarkan.
RUU Perampasan Aset merupakan solusi untuk mengatasi masalah ini. Jika disahkan, negara dapat segera menyita aset hasil korupsi tanpa harus menunggu proses hukum yang panjang.
Negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan Singapura sudah lama menerapkan kebijakan ini dan terbukti efektif dalam memberantas korupsi.
Sayangnya, hingga kini RUU Perampasan Aset masih tertahan di DPR tanpa kejelasan. Padahal, jika pemerintah dan DPR benar-benar serius ingin memberantas korupsi, pengesahan RUU ini seharusnya menjadi prioritas utama.
Setiap hari yang berlalu tanpa RUU ini, semakin banyak uang negara yang hilang dan dinikmati oleh para koruptor. Indonesia tidak akan pernah bebas dari korupsi jika hukum terus berpihak pada mereka yang memiliki kekuasaan dan uang.
Oleh karena itu, pemerintah dan DPR harus segera mengesahkan RUU Perampasan Aset tanpa kompromi. Rakyat harus terus mengawal dan mendesak agar undang-undang ini segera diberlakukan. Jika tidak, maka kejahatan korupsi akan terus terjadi, dan rakyatlah yang akan menanggung akibatnya.
Indonesia tidak boleh terus-menerus menjadi surga bagi para koruptor. Penulis menekankan bahwa kita harus berani mengatakan saatnya kita bersatu melawan korupsi dengan langkah nyata, bukan sekadar wacana.
*Ditulis oleh: Muhammad Yunus. Kader HMI Kabupaten Tangerang.