BANTEN | Penolakan wacana revisi Undang-Undang (UU) Desa untuk memperpanjang masa jabatan dari semula 6 menjadi 9 tahun datang dari para kepala desa di Provinsi Banten.
Pasalnya, selain bertentangan dengan UU, revisi perpanjangan masa jabatan Kades ini terkesan serakah dan tidak percaya diri.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Jendral Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Lebak, Rafik Rahmat Taufik. Menurutnya, selain menolak, ia juga menilai perpanjangan masa jabatan kepala desa ini terkesan tidak percaya diri.
Baca Juga
- Tahun Ini, Banprov Untuk Desa Naik Empat Kali Lipat
- Fokus Penanganan Stunting, Muhlis Minta Pemprov Alokasikan 100 Juta Per Desa
“Kami para kepala desa di Provinsi Banten menolak. Karena selain bertentangan dengan UU, juga terkesan serakah dan tidak percaya diri,” ungkap Rafik saat dihubungi Vinus pada Kamis, (19/01).
Menurut Rafik, selain alasan tidak mau disebut serakah dan tidak percaya diri, jika wacana ini direalisasikan pemerintah, ada potensi pengurangan masa jabatan para kepala desa yang saat ini menjabat.
“Contohnya saya dilantik tahun 2021 dan berakhir di 2027. Jika revisi masa jabatan 9 tahun kali dua periode disetujui, berarti saya punya peluang mencalonkan satu periode lagi. 6 tahun periode pertama ditambah 9 tahun periode kedua, maka sama dengan 15 tahun. Padahal kalau 6 tahun dikali 3 periode ada peluang menjabat jadi Kades itu 18 tahun,” ujarnya.
Lebih lanjut, mantan jurnalis senior di Banten ini menerangkan, UU itu tidak pernah berlaku surut karena ada asas Non Retroaktif. “Jadi ketika UU masa jabatan 9 tahun disahkan, tidak secara otomatis Kades yang menjabat hari ini akan bertambah masa jabatannya,” terang Rafik.
Masih kata Rafik, periodisasi bukan menjadi alasan bagi kepala desa untuk memaksimalkan kinerjanya. “Jika kualitas Kades itu mumpuni dan berkomitmen memajukan desa, 6 tahun juga cukup itu. Sebaliknya, jika kemampuan dan komitmennya minim, mau 9 atau 10 tahun juga tidak akan mampu menjadikan desa semakin maju dan malah jadi mubazir,” ujarnya.
Ia meminta agar Kades fokus saja merevisi UU Desa yang berkaitan dengan hak asal usul desa dan pengembalian kewenangan desa sepenuhnya.
“Karena banyak kewenangan desa yang saat ini terdegradasi akibat banyaknya aturan yang tidak sejalan dengan UU,” ucapnya.
Selain itu, adanya wacana perpanjangan masa jabatan Kades yang disuarakan oleh sekelompok kecil Kades dari Jawa Tengah ini, dikhawatirkan regenerasi kepemimpinan di level paling bawah ini akan tersendat.
“Jika nanti disetujui menjadi 9 tahun, pasti minta 15 tahun. Dan tidak tertutup kemungkinan minta jabatan seumur hidup,” tandasnya.
Hal yang sama disampaikan Yayan Hendrayana. Ketua Apdesi Kecamatan Cilongrang Kabupaten Lebak ini juga menolak keras adanya wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun.
“Kami tidak mau dicap sebagai orang serakah jabatan. Satu periode 6 tahun sudah cukup untuk membangun desa. Presiden, gubernur, bupati dan walikota, termasuk anggota DPR aja cuma 5 tahun kok,” ujar Kades Cikamuning yang kerap disapa jaro Alev ini. |HR