spot_img
spot_img

Pajak Sembako, Cara Negara Kuras Kantong Rakyat

Foto: Ilustrasi pajak sembako (Istimewa).

Oleh: Abdul Haris*

PUBLIK tidak paham lagi jalan pikiran pemerintah. Bagaimana mungkin kebutuhan pokok mendasar masyarakat dikenakan pajak pertambahan nilai. Apa sebenarnya yang hendak dicapai?

Apakah selama ini merasa kurang menyengsarakan ratusan juta rakyat dengan kebijakan-kebijakan tak berpihak? Atau memang sengaja menguras uang rakyat? Karena tidak berani pada orang kaya.

Pekan lalu, sempat viral, bocor rancangan undang-undang yang akan dibahas. Terkait PPN. Meliputi beberapa kebutuhan mendasar. Akan dikenai pajak.

Kalau jadi, wajib pajak tidak lagi atas barang-barang mewah, melainkan juga kebutuhan pokok atau sembako masyarakat. Seperti beras, jagung, gabah, sagu, kedelai dan lain-lain.

Baca Juga

Kita paham permainan elit kekuasaan, selalu punya dalil dalam menciptakan kebijakan. Kali ini kebijakannya atas dasar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang-barang ecek yang notabene begitu penting di mata rakyat kecil, yaitu optimalisasi pajak.

Apa tidak ada cara lain lagi dalam meningkatkan pendapatan negara selain memeras rakyat kecil. Penulis berpikir, pemerintah sudah sangat keterlaluan menzholimi rakyatnya sendiri.

Pekerjaan yang dilakukan pemerintah sudah tidak lagi memakai akal sehat, mereka hanya berpikir keuntungan dan optimalisasi pendapatan negara, tidak berpikir terhadap kepentingan rakyat untuk siapa mereka bekerja. Hal ini memicu kembali amarah masyarakat.

Tidak Bisa Mengikuti Korea Selatan

Pemerintah Indonesia mencoba mengikuti peraturan negara maju, Korea Selatan. Dengan mengenakan PPN terhadap bahan kebutuhan pokok seperti beras, jagung, gabah dan sejenisnya.

Sementara, Indonesia ini adalah negara berkembang. Di mana rakyatnya sedang dalam proses mencari kehidupan yang lebih baik dari segi ekonomi. Apalagi dalam masa pandemi seperti ini, bukan lagi rakyat yang ongkang-ongkang kaki tak takut di akhir bulan kehabisan uang belanja, seperti masyarakat Korea Selatan.

Kita coba sejenak menengok, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan perkapita Korea Selatan dan Indonesia, jauhnya sangat jomplang sekali. Bahkan 6 kali lipat perbedaan nilainya.

Jika kita ambil rata-rata pada tahun 2020 pendapatan perkapita Indonesia hanya US$ 3,911 atau setara dengan 58 juta lebih pertahun. Jika kita menghitung pakai Kurs 15 ribu per 1 dollar. Sedangkan pendapatan perkapitan Korea Selatan pada tahun 2019 sebesar US$ 33,790 atau setara dengan 506 juta lebih.

Dari pengamatan ini saja, kita semua dapat melihat bagaimana kemewahan hidup rakyat Korea Selatan dibandingkan dengan masyarakat Indonesia.

Foto: Abdul Haris.

Negara harusnya bisa memahami dan mengerti apa kemauan rakyat terhadap kehidupan yang lebih baik. Jangan hanya membuat peraturan semaunya tanpa melihat sisi buruknya.

Dampak PPN barang sembako tak bisa di hindari. Adanya kebijakan ini merambah pada semua sektor produk yang berkaitan dengan bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat.

Rakyat jadi tidak teratur dalam menaikkan harga produknya, terlebih produk tersebut yang mengandung bahan pokok seperti beras, gabah, sagu, jagung.

Ini juga harusnya dipikirkan oleh pemerintah, jangan kemudian serta merta mengenakan PPN begitu saja secara langsung. Penting bagi kita ketahui, bahwa setiap bahan pokok naik, maka semuanya pasti ikut naik dan rakyat sadar akan hal itu.

Pemerintah Harus Optimalisasi Pajak Barang Mewah

Kebijakan ini sangat terbalik, pemerintah malah menekan rakyat kecil daripada rakyat yang mampu membeli kendaraan mewah. Seperti yang kita ketahui tempo lalu, pada semua jenis kendaraan roda empat justru tidak dikenakan PPN.

Seperti contohnya pada mobil merk Honda jenis HR-V yang semulanya PPNBMnya sebesar 10% atau bahkan lebih. Kini pemerintah justru memberikan gratis pajak alias di nol persenkan. Ini sangat aneh.

Harapan penulis dan rakyat umum, pemerintah kembali menarik kebijakannya terhadap pengenaan PPN bahan-bahan pokok atau sembako agar di batalkan segera. Karena ini menyangkut hajat hidup jutaan rakyat kecil.

Kemudian, keluarkan kembali kebijakan pengenaan terhadap barang-barang mewah seperti kendaraan roda empat. Ini merupakan cara untuk menjaga keramahan lingkungan dan kepadatan kendaraan.

Dengan pajak barang mewah yang mahal, rakyat menengah ke atas akan berpikir kembali untuk membeli kendaraan tidak ramah lingkungan.

* Penulis adalah kader HMI Komisariat Tigaraksa Cabang Jakarta Barat. Saat ini menjabat Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Bima Tangerang (HMBT).

Loading

VINUS TV

BERITA TERBARU

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERPOPULER

IKLAN

spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT

IKLAN

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

SEPUTAR BANTEN

IKLAN

spot_img
spot_img
spot_img

SEPUTAR DESA

Masyarakat Pasir Bolang Demo Alfamart