TANGERANG | Semangat dan ikhlas merupakan kunci hidup yang kini dijalani Komala Sari. Putri daerah Tigaraksa ini tengah menjalani profesi sebagai advokat. Di Lembaga Bantuan Hukum MataHati.
Meski begitu, Komala lebih dikenal sebagai guru di tempat tinggalnya, di Kampung Kelapa Dua Desa Pete Kecamatan Tigaraksa. Ketimbang sebagai advokat.
Hal itu cukup beralasan, lantaran perempuan lulusan sarjana Ilmu Tarbiyah di Institut Agama Islam Al Akidah Jakarta ini bertahun-tahun menjalani profesi guru. Mulai guru PAUD sampai SMA, Ia tekuni.
Lahir dari keluarga sederhana, masa kecil Komala dihabiskan untuk mengenyam pendidikan. Terutama pendidikan agama. Ia mengaku sering berpindah-pindah pesantren.
Baca Juga
- Mad Yamin Kamad, Sang Pedagang Asong Yang Sukses Jadi Kepala Sekolah
- Kong Acong, Pria Asal Balaraja Jelajahi Sumatra Seorang Diri, Hingga Sampai Titik 0 Kilometer
Komala tak pernah membayangkan jika dirinya bisa melalui masa-masa sulit di usia remaja. Bahkan, Ia kerap berpuasa lantaran tak ada uang untuk makan.
“Bukan disengaja, karena emang tidak punya uang. Bahkan pernah sampai 3 hari puasa,” ujarnya saat ditemui Vinus, pada Rabu, (20/01).
Namun, Komala memiliki tekad baja. Kelak, anak-anaknya tidak boleh mengalami nasib serupa dengan dirinya.
Rupanya, tekad yang dimiliki Komala berbuah hasil. Kini perempuan kelahiran 1988 tengah menikmati profesinya sebagai pengacara. Ia merasa banyak bisa membantu masyarakat.
Calon Gubernur
Perjalanan panjang Komala hingga menjadi advokat tidak selalu mulus. Banyak hambatan dilalui. Dari menjadi guru, ketua LSM, hingga pernah mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Banten.
Hal itu berawal ketika Ia sowan ke salah satu ulama. Komala diminta maju sebagai calon Gubernur Banten. Ia dianggap mampu untuk memimpin. Selain itu, banyak juga pertimbangan lain.
Melalui jalur independen, Komala Sari didampingi Ita Maryam. Persyaratan awal untuk mengumpulkan KTP sudah Ia penuhi.
Namun, takdir berkata lain. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten menolak pasangan bakal calon gubernur/wakil gubernur, Komala Sari-Ita Maryam. Lantaran belum cukup umur.
“Waktu itu saya usinya 23 tahun. Saya percaya mampu dan sudah banyak dukungan. Tapi ya sudahlah, takdir berkata lain”, tuturnya sambil tertawa.
Tidak berhenti sampai di situ. Pada tahun 2012, Komala juga diminta untuk membantu Saiful Hidayat yang saat itu maju sebagai calon Bupati Tangerang. Lagi-lagi, karena ada satu dan hal lainnya, pasangan bakal calon Saiful Hidayat-Een Nuraeni mengundurkan diri.
Rupanya, Saiful melihat potensi yang dimiliki Komala untuk menjadi pengacara. Perempuan murah senyum itu diperintahkan untuk kembali menempuh pendidikan di bidang hukum.
Walhasil, setelah lulus sarjana dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan, Cipondoh, Kota Tangerang, Ia dipercaya Saiful mengelola Kantor Hukum MataHati.
Lembaga Bantuan Hukum MataHati
Sejak mengenyam pendidikan Sekolah Dasar, Komala sudah mempunyai cita-cita menjadi pendamping hukum. Hal itu diungkapkan ketika melihat salah satu advokat di stasiun televisi.
“Sering melihat Adnan Buyung Nasution di TV. Waktu itu Saya mikirnya keren. Bisa mendampingi perkara orang lain,” ungkapnya.
Keinginan itu berhasil. Pada tahun 2017 Ibu satu anak ini dipercaya mengelola Kantor Hukum MataHati. Hingga kini, sudah 5 tahun Ia nikmati betul profesi itu.
“Ini merupakan estafet dari Pak Saiful Hidayat yang Ia dirikan sejak tahun 1994. Setelah membuka kantor baru di daerah Citra Raya, Panongan, Pak Saiful memberikan kepercayaan kepada saya untuk mengelola MataHati,” tuturnya.
Kepemimpinan Komala di LBH dianggap sukses. Peserta magang silih berganti. Ia banyak melahirkan pengacara-pengacara muda hasil dididikannya.
Tak hanya itu, bahkan Komala meminta para peserta magang yang berasal dari jauh untuk tinggal di rumahnya. Selain untuk menghemat secara ekonomi, juga bisa memberikan pendidikan setiap saat.
Perempuan lulusan MAN Al Amin Jayanti ini juga menuturkan, Biro Hukum MataHati siap memberikan pelayanan bantuan hukum secara cuma-cuma untuk masyarakat. Bukan untuk wilayah Tangerang saja.
Saat ini, Komala mempunyai impian yang belum tercapai. Yaitu membentuk kader paralegal MataHati di setiap kecamatan.
Hal itu bertujuan untuk mensosialisasikan pernikahan sejak dini. Agar angka perceraian di Kabupaten Tangerang menurun.
“Schedule sudah dibuat, tapi terhambat karena adanya pandemi. Ke depannya juga kita akan memberikan pemahaman kepada masyarakat, agar ketika mereka mendapati pelecehan seksual atau KDRT bisa kita dampingi,” ujarnya.
Semangat Adalah Kunci
Sejak tahun 2018, Komala didagnosis mengalamin gagal ginjal. Dalam seminggu, Ia harus 2 kali cuci darah.
“Saya diberikan ujian oleh Allah penyakit gagal ginjal. Sudah hampir 3 tahun saya jalani dengan ikhlas,” ungkapnya.
Anak ketujuh dari sebelas bersaudara ini percaya, semakin dikhlaskan maka semakin mempunyai energi untuk menjalani hidup. Apa saja Ia lakukan demi kebahagiaan orang lain. Agar hidup juga bisa lebih bermanfaat.
Komala juga mengaku, saat ini yang Ia punya hanya semangat. Hasil uji laboratorium, fungsi ginjalnya hanya 3 persen. Dari angka normal 90 persen.
“Saya ingatnya mati aja. Memikirkan jika esok, hari ini, atau detik ini saya mati, dengan begitu harus digunakan sebanyak mungkin untuk membantu masyarakat. Sebagai tabungan di akhirat kelak,” sambung Komala.
Karena kondisi kesehatan, Ia berkeinginan menjalani hidup tenang. Namun, hal itu urung dilakukan. Komala memilih tetap di MataHati. Dengan alasan ingin mendidik junior-juniornya menjadi pengacara hebat. Selain itu, masih ingin membantu masyarakat yang memerlukan bantuan hukum.
Perempuan yang selalu terlihat ceria itu menyampaikan, Sang Maha Esalah yang membuat dirinya tetap kuat. Namun, ada kiat yang dipegang Komala, yaitu jalani hidup penuh semangat dan ikhlaskan apa yang sudah terjadi. |We